33resep makanan serealia bolu ala rumahan yang sederhana dan lezat dari komunitas memasak terbesar dunia! Lihat juga cara membuat Bolu mpasi cereal Nayz dan masakan sehari-hari lainnya. Beranda. Cari. Premium. Daftar. Terbaru Teruji; Resep Makanan serealia bolu (33) Filter Filter Reset. Bahan Tampilkan resep dengan:
Dalamdua dasawarsa terakhir, pemahaman mengenai mekanisme gangguan kesehatan berkembang, terutama yang berhubungan dengan penyakit degeneratif. Maka pemahaman seputar radikal bebas dan antioksidan pun berkembang lebih luas. Proses metabolisme tubuh selalu diiringi pembentukan radikal bebas, yakni molekul-molekul yang sangat reaktif.Molekul-molekul tersebut memasuki sel dan "meloncat-loncat
Q Tehnik dasar pengolahan bahan pangan/makanan dapat dibedakan menjadi dua tehnik, yaitu . answer choices. Pengolahan makanan rebus, dan pengolahan makanan kukus. Tehnik pengolahan makanan basah, dan tehnik pengolahan makanan kering. Tehnik pengolahan makanan panas, dan tehnik pengolahan makanan kering.
laporanpraktikum Kimia Analitik. kelompok 9 OBJEK 1 STANDARISASI LARUTAN PENDAHULUAN Kosentrasi larutan menyatakan banyaknya zat terlarut dalam suatu larutan. Apabila zat terlarut banyak sekali, sedangkan pelarutnya sedikit, maka dapat dikatakan bahwa larutan itu pekat atau kosentrasinya sangat tinggi.
bahanpakan sebaiknya dipertimbangkan sesuai dengan ketentuan bahan pakan, yaitu mudah didapat, harganya murah, kandungan nutrisinya tinggi dan tidak bersaing dengan manusia (Handajani dan Widodo, 2010). Salah satu bahan pakan alternatif yang dimanfaatkan secara optimal adalah bekicot (Achatina fulica).
Secaraumum, media tanam yang digunakan haruslah mempunyai sifat yang ringan, murah, mudah didapat, gembur dan subur, sehingga memungkinkan pertumbuhan bibit yang optimum (Wijaya et al., 1994). Penelitian tentang pengaruh berbagai media tanam terhadap pertumbuhan bibit mahkota dewa di polibag telah dilakukan oleh Erlan dalam jurnal Akta Agrosia
0tiOxq.
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN UMBI - UMBIAN Ekstraksi Pati Alami dan Modifikasi Pati Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Teknologi Pengolahan Serealia dan Umbi – Umbian yang dibimbing oleh Mustika Nuramalia, Handayani, Oleh Amalia Dwi Lestari 1301107 Isnaeni Apriliani 1305572 Juliana M Nur 1306948 Mita Maharani Bahriah 1305741 Utari Nur Amalia 1300751 Winni Trinita Maulandhiyani 1304693 Yanni Handayani 1306681 Kelompok 6 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2015 BAB I PENDAHULUAN Winni Trinita Maulandhiyani - 1304693 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil pertanian berupa umbi-umbian yang cukup tinggi, diantaranya ubi kayu singkong dan ubi jalar. Pemanfaatan hasil pertanian ini di kalangan masyarakat digunakan sebagai sumber karbohidrat dengan cara mengolahnya secara sederhana untuk dikonsumsi langsung. Dalam industri pangan, komoditi ubi kayu singkong dan ubi jalar ini telah diolah dengan teknologi lebih tinggi untuk meningkatkan nilai ekonomis dari hasil pertanian ini. Singkong dan Ubi jalar dalam industri pangan, dapat diolah menjadi tepung atau patinya diekstrak untuk digunakan sebagai bahan pengisi, pengental, dan pembuatan gel, pembentuk film dan sebagai agen penstabil makanan. Namun pati alami yang berasal dari singkong dan ubi jalar memiliki keterbatasan fungsi karena sifat pati yang tidak tahan terhadap panas, kondisi asam dan tidak tahan terhadap pengadukan sehingga fungsinya sebagai pengental atau pengisi tidak akan maksimal. Keterbatasan yang dimiliki oleh pati alami memaksa industri membuat pati termodifikasi untuk menutupi kekurangan dari pati alami. Pada pati alami, amilopektin dan amilosa yang terdapat pada granula pati dihubungkan oleh ikatan hidrogen yang sangat rentan mengalami pemutusan selama proses gelatinisasi. Hal inilah yang menyebabkan pati tidak tahan terhadap pemanasan, pH rendah atau pengadukan. Oleh karena itu, pati dapat dimodifikasi untuk mengantisipasi kelemahan dari sifat pati alami. Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian ekstraksi pati cara basah dan cara kering serta modifikasi pati dari ubi kayu singkong dan ubi jalar untuk mengetahui prosedur ekstraksi pati alami baik dengan metode basah ataupun kering dan tahapan penting yang memerlukan pengendalian untuk memperoleh produk berkualitas. Selain itu, sebagai referensi bagi industri untuk menghasilkan pati termodifikasi dengan menggunakan tepung pati pregelatinisasi dan tepung pra masak. Tujuan Praktikum Mahasiswa dapat mengetahui prosedur ekstraksi pati alami baik dengan metode basah ataupun kering dan tahapan penting yang memerlukan pengendalian untuk memperoleh produk berkualitas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu Singkong dan Ubi Jalar Utari Nur Amalia – 1300751 Ubi Kayu Singkong Ubi kayu atau singkong berasal dari Brazilia. Dalam sistematika tumbuhan, ubi kayu termasuk ke dalam kelas Dicotyledoneae. Ubi kayu berada dalam famili Euphorbiaceae yang mempunyai sekitar spesies, beberapa diantaranya adalah tanaman yang mempunyai nilai komersial, seperti karet Hevea brasiliensis, jarak Ricinus comunis dan Jatropha curcas, umbi-umbian Manihot spp, dan tanaman hias Euphorbia spp Ekanayake et Klasifikasi tanaman ubi kayu adalah sebagai berikut Kelas Dicotyledoneae Sub Kelas Arhichlamydeae Ordo Euphorbiales Famili Euphorbiaceae Sub Famili Manihotae Genus Manihot Spesies Manihot esculenta Crantz Ubi kayu merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang menjadi sumber bahan baku utama pembuatan bioetanol karena mempunyai kemampuan untuk tumbuh di tanah yang tidak subur, tahan terhadap serangan hama penyakit dan dapat diatur masa panennya. Beberapa alasan digunakannya ubi kayu sebagai bahan baku bioenergi, khususnya bioetanol, diantaranya adalah sudah lama dikenal oleh petani di Indonesia, tersebar di 55 kabupaten dan 33 provinsi, merupakan sumber karbohidrat karena kandungan patinya yang cukup tinggi, harga di saat panen raya seringkali sangat rendah sehingga dengan mengolahnya menjadi etanol diharapkan harga menjadi lebih stabil, dan menguatkan security of supplybahan bakar berbasis kemasyarakatan Prihandana et al. 2007 Adapun unsur gizi yang terdapat dalam tiap 100 g singkong segar dapat dilihat dalam Tabel berikut Manfaat Tanaman Singkong 1. Sumber Terbaik Vitamin A Singkong digelari sebagai makanan super oleh Center for Science in the Public Interest berkat kandungan nutrisinya. Sebutir singkong ukuran sedang menyediakan lebih dari 200 persen kebutuhan harian akan vitamin A. Vitamin ini muncul dalam bentuk beta karoten, yang memberikan warna kuning oranye pada ubiWidowati, dan Damardjati, 2001.Vitamin A sendiri memberi manfaat untuk penglihatan, kulit, dan tulang. Singkong juga berfungsi sebagai antioksidan, membantu mencegah infeksi dalam pencernaan, saluran kencing, dan paru-paru. Dalam sebuah studi yang digelar oleh Kansas State University pada tahun 2003, dan dipublikasikan di The American Society for Nutritional Sciences, ditemukan hubungan antara kekurangan vitamin 8A dan emphysema infeksi paru-paru yang menyebabkan kesulitan bernafas Anonim, 2010. 2. Sumber Vitamin dan Mineral Singkong juga merupakan sumber terbaik vitamin C sepotong singkong memenuhi 66 persen kebutuhan vitamin C dalam sehari, tembaga, vitamin B6, zat besi, kalsium, potasium, dan mangaan. Singkong juga kaya serat. Menurut The Sweet Potato Council Inc., singkong masak yang dimakan beserta kulitnya menyediakan lebih banyak serat daripada seporsi oatmeal Anonim, 2010. 3. Mudah dicerna Kandungan patinya yang tinggi membuatnya kurang bekerja untuk sistem pencernaan, yang menghilangkan penyebab sakit perut. Seratnya yang tinggi mampu mencegah sembelit dan penyebab penyakit perut lainnya. Vitamin A, B, C, kalsium, dan potasiumnya membantu meringankan radang perut, dan masalah sejenis karena manfaat anti peradangannya Anonim, 2010. 4. Karbohidrat alternatif untuk yang sedang berdiet Singkong berukuran sedang yang tidak dimasak mengandung 112 kalori, bebas lemak dan bebas kolesterol, serta rendah sodium. Kandungan ini tentu akan berubah, tergantung cara memasaknya. Mengukus atau merebus singkong akan memunculkan rasa manisnya yang alami, namun dengan sedikit kalori Anonim, 2010. Singkong memiliki kadar Glycemic Index GI yang rendah, khususnya bila dibandingkan dengan roti putih atau nasi. Dari segi produk – produk olahan, singkong segar dapat dibuat menjadi produk olahan langsung dan produk awetan. Produk olahan langsung terdiri dari produk olahan kering misalnya keripik singkong dan kerupuk singkong dan produk olahan semi basah contohnya tape, getuk dan makanan tradisional lainnya. Untuk produk awetan olahan singkong dapat dijadikan produk tapioka, gaplek dengan produk turunannya antara lain tiwul, nasi rasi beras singkong, serta tepung singkong sebagai bahan baku untuk tiwul instan dan juga berbagai aneka kue, misalnya Brotel Brownies Tela, Sirobak Singkong Roti Bakar dan lain sebagainya Winarno, 2000. Ubi Jalar Ubi jalar atau ketela rambat atau “sweet potato” berasal dari Benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah. Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet, memastikan daerah sentrum primer asal tanaman ubi jalar adalah Amerika Tengah. Ubi jalar mulai menyebar ke seluruh dunia, terutama negara-negara beriklim tropika pada abad ke-16. Orang-orang Spanyol menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia, terutama Filipina, Jepang, dan Indonesia Purwono dan Purnawati, 2007. Ubi jalar Ipomea batatas termasuk dalam famili Cavalvuloceae. Varietas ubi jalar sangat beragam. Dua kelompok ubi jalar yang umum dibudidayakan adalah jenis ubi jalar yang memiliki daging ubi keras padat, kering dan berwarna putih; dan jenis ubi jalar dengan daging umbi lunak, kadar air tinggi dan warnanya kuning – oranye. Karbohidrat merupakan kandungan utama dari ubi jalar. Selain itu, ubi jalar juga mengandung vitamin, mineral, fitokimia antioksidan dan serat pektin, selulosa, hemiselulosa. Kadar pati di dalam ubi jalar ubi jalar segar sekitar 20%. Pati ubi jalar berbentuk bulat sampai oval, dengan diameter 3 – 40 µm dengan kandungan amilosa sekitar 15 – 25%,menunjukkan bahwa tepung ubi jalar dari varietas sukuh yang dibuat dengan pengeringan sinar matahari memiliki suhu gelatinisasi yang tinggi viskositas puncak tinggi 540 BU, dengan breakdown dan set back yang tinggi berturut-turut 75 BU dan 165 BU Moorthy, 2004. Manfaat lain ubi jalar yaitu untuk mengendalikan produksi hormon melatonin yang dapat bekerja menghasilkan kelenjar pineal di dalam otak. Melatonin merupakan antioksidan andal yang menjaga kesehatan sel dan sistem saraf otak, sekaligus mereparasinya jika ada kerusakan. Kekurangan asupan vitamin A menghambat produksi melatonin dan menurunkan fungsi saraf otak sehingga muncul gangguan tidur dan berkurangnya daya ingat. Keterbatasan produksi melatonin berakibat menurunkan produksi hormon endokrin, sehingga sistem kekebalan tubuh merosot. Kondisi ini memudahkan terjadinya infeksi dan mempercepat laju proses penuaan. Ubi jalar juga bisa dijadikan obat karena mengandung prebiotik. Prebiotik ini penting sekali karena sebagai pakan mikroba di dalam usus sehingga pencernaan akan menjadi sehat. Selain beta-karoten dan prebiotik, ubi jalar ternyata banyak mengandung zat antioksidan yang dapat dijadikan pewarna alami. Dengan rajin makan ubi jalar, ketajaman daya ingat dan kesegaran kulit serta organ tubuh tetap terjaga. Kombinasi vitamin A betakaroten dan vitamin E tokoferol dalam ubi jalar bekerja sama untuk mencegah stroke dan serangan jantung. Beta karotennya mencegah stroke sementara vitamin E ubi jalar merah mencegah terjadinya penyumbatan dalam saluran pembuluh darah, sehingga munculnya serangan jantung dapat dicegah. Manfaat tersebut didukung pula oleh kandungan serat dalam ubi jalar. Ubi jalar merupakan umbi-umbian yang mengandung senyawa antioksidan paling lengkap. Hampir semua zat gizi yang terkandung dalam ubi jalar mendukung kemampuannya memerangi serangan jantung koroner. Pati Juliana M Nur – 1306948 Pati merupakan karbohidrat yang terdiri atas amilosa dan amilopektin. Amilosa adalah bagian polimer linier dengan ikatan α-1,4 unit glukosa yang memiliki derajat polimerisasi setiap molekulnya yaitu 102-104 unit glukosa. Sedangkan amilopektin merupakan polimer α-1,4 unit glukosa yang memiliki percabangan α-1,6 unit glukosa dengan derajat polimerisasi yang lebih besar yaitu 104-105 unit glukosa. Bagian percabangan amilopektin terdiri dari α-D-glukosa dengan derajat polimerisasi sekitar 20-25 unit glukosa Kusnandar, 2011. Jumlah pati yang dihasilkan dengan beberapa perbandingan molekul amilosa dan amilopektin tergantung dari sumber tanaman asal, seperti tapioka yang hanya mengandung amilosa sebesar 17% dan sisanya adalah amilopektin yaitu sebesar 83% sedangkan pada jagung jumlah amilosa bisa mencapai 25% sampai 80% dan sisanya amilopektin Smith, 1982. Menurut Winarno 1992, kandungan pati yang terdapat di dalam ubi kayu adalah 34,6%. Amilosa merupakan fraksi pati yang terlarut. Molekul amilosa yang memiliki sifat hidrofilik dengan afinitas air yang tinggi menyebabkan amilosa pati semakin paralel dengan ikatan hidrogen. Apabila afinitas tersebut menurun maka ukuran pati akan membesar sehingga pada konsentrasi rendah akan terjadi presipitasi dan pada konsentrasi tinggi akan terbentuk gel. Hubungan antara molekul amilosa ini disebut retrogradasi. Amilopektin merupakan fraksi pati yang tidak larut. Berbeda dengan amilosa dengan struktur yang lurus, struktur amilopektin yang bercabang cenderung tidak sekuat dan sefleksibel amilosa Winarno, 1992. Dalam struktur granula pati, posisi amilosa dan amilopektin berada dalam suatu cincin-cincin dengan jumlah cincin sekitar 16 buah dalam suatu granula pati. Cincin-cincin dalam suatu granula pati tersebut terdiri atas lapisan-lapisan yaitu cincin lapisan amorf dan cincin lapisan semikristal Hustiany, 2006. Saat dipanaskan maka granula pati akan mengalami pengembangan dan bersifat tidak kembali ke bentuk semula yang disebut dengan gelatinisasi. Proses gelatinisasi ini terjadi akibat hilangnya sifat polarisasi cahaya pada hilum yang akan tercapai pada titik suhu tertentu. Ikatan granula yang bervariasi pada pati merupakan faktor yang menentukan besarnya suhu untuk mencapai gelatinisasi. Kisaran suhu gelatinisasi pada kentang 57-870C, tapioka 68-920C, gandum 50-860C, corn waxy 68900C, jagung 70-890C Swinkels, 1985. Granula pati berwarna putih, mengkilat, tidak berbau, dan tidak berasa apabila dalam keadaan murni. Granula pati memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi. Bentuk, ukuran, dan sifat granula pati tergantung dari sumber patinya, ada yang berbentuk bulat, oval, atau tak beraturan Koswara, 2006. 1. Ekstraksi Pati Cara Basah dan Cara Kering Amalia Dwi Lestari – 1301107 PATI Pati C6H10O5n telah dikenal di Mesir sejak 4000 tahun sebelum masehi. Ekstraksi dan penggunaan pati merupakan sumber karbohidrat utama yang disediakan alam, dimana jumlahnya sama dengan selulosa. Pati disintesis pada kloroplas tumbuh-tumbuhan yang berperan sebagai pusat fotosintesa, tempat karbohidrat dihasilkan yaitu reaksi dari CO 2 dan air. Pati dapat ditemukan pada semua bagian tumbuh-tumbuhan, yang dihasilkan gula yang selanjutnya dibawa dan disimpan sebagai cadangan energi pada bagian-bagian tanaman seperti biji, akar, umbi dan batang. Menurut Tjokroadikoesoemo 1986 pati adalah salah satu jenis polisakarida yang amat luas tersebar di alam. Bahan ini tersimpan sebagai cadangan makanan bagi tumbuh-tumbuhan di dalam biji-bijian/serealia jagung, gandum, juwawut, sorghum dan lain-lain, di dalam umbi ubi kayu, ubi jalar, huwi, talas, kentang dan lain-lain dan pada batang aren, sagu dan lain-lain. Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan untuk persediaan bahan makanan. Pati merupakan butiran atau granula yang berwarna putih mengkilat, tidak berbau serta tidak mempunyai rasa. Pati pada dasarnya merupakan polimer glukosa dengan ikatan 1,4 α glikosidik. Sifat dari berbagai macam pati tidak sama, tergantung dari panjang rantai karbonnya Winarno, 1989. Dilihat dari susunan kimianya, pati adalah polimer dari glukosa atau maltosa. Unit terkecil di dalam rantai pati adalah glukosa yang merupakan hasil proses fotosintesa di dalam bagian tubuh tumbuh-tumbuhan yang mengandung klorofil Tjokroadikoesoemo, 1986. Dalam bentuk aslinya, pati merupakan butir-butir kecil yang disebut granula pati. Granula pati mempunyai ukuran, bentuk, keseragaman dan bentuk hilum yang khas dan berbeda-beda tergantung dari jenis patinya, sehingga dapat digunakan untuk identifikasi jenis pati. Dalam granula, campuran dari molekul struktur linear dan bercabang, tersusun secara radial dalam sel yang konsentrik dan membentuk cincin dan lamella. Terbentuknya lamella dalam pati, diduga sebagai akibat dari adanya pelapisan molekul pada granula, sedangkan hilum merupakan titik dari mulai berkembangnya granula. Sifat fisik dan komposisi kimia berbagai jenis granula pati yakni sebagai berikut Ekstraksi Pati Sumber pati dapat diperoleh dari umbi-umbian, biji-bijian serta bagian batang tanaman. Umbi merupakan bagian tanaman yang berupa akar atau batang sebagai tempat untuk menyimpan cadangan makanan. Akar dan batang yang berfungsi khusus untuk menyimpan cadangan makanan akan membengkak, memiliki sejumlah besar parenkim yang sel-selnya penuh dengan cadangan makanan. Akibat hal tersebut maka terjadi dominasi selsel parenkim pada xylem dan floem sekundernya. Selama terjadi proses pembengkakan umbi, diikuti pula dengan peningkatan konsentrasi pati dan terjadi penurunan kadar air dalam pati. Biji-bijian sumber pati menyimpan cadangan makanan pada endosperm. Penggilingan biji-bijian secara kering akan menghasilkan tepung, sedangkan pati merupakan produk biji-bijian yang diekstrak dengan cara penggilingan basah. Pati dan tepung secara visual terlihat sama yaitu berupa serbuk dan berwarna putih akan tetapi sebenarnya berbeda, baik secara fisik, kimia dan proses pembuatannya. Perbedaan proses pembuatannya terletak pada proses ekstraksi, dimana untuk menghasilkan pati perlu proses ekstraksi. Proses ekstraksi pati diawali dengan pengupasan bahan baku pati seperti ubi kayu lalu dicuci sampai kotoran hilang. Pencucian harus diperhatikan dan harus dilakukan dengan bersih karena pencucian yang tidak bersih akan mempengaruhi kandungan pati. Semakin banyak zat pengotor yang terbawa pada proses pembuatan pati maka kemurnian pati akan semakin rendah. Tahap setelah pencucian bahan baku pati yaitu pemarutan. Tahap pemarutan yaitu tahap dimana proses penghancuran bahan baku pati dilakukan. Pentingnya tahap ini yaitu untuk mengecilkan ukuran dan memecah ukuran granula pati sehingga memudahkan tahap selanjutnya yaitu ekstraksi. Tahap ekstraksi dilakukan untuk memisahkan ampas yang berupa serat-serat dan kotoran. Pada tahap ini menghasilkan bubur pati, yang selanjutnya dilakukan pengepresan. Dengan adanya pengepresan maka akan terpisah antara ampas dan suspensi pati. Suspensi pati diendapkan sehingga didapatkan endapan pati. Endapan pati kemudian dikeringkan dan digiling. Hasil penggilingan tersebut dinamakan pati. Komponen Penyusun Pati Granula pati tidak terdapat dalam keadaan murni, tetapi bercampur dengan bahan-bahan kimia lain seperti asam lemak dan senyawa fosfor. Greenwood 1975 mengemukakan bahwa granula pati tersusun oleh tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan bahan antara yang merupakan komponen minor berupa lemak dan protein. Secara umum granula pati biji-bijian mengandung bahan antara yang lebih banyak bila dibandingkan dengan granula pati umbi-umbian dan umbi batang. Pati terdiri dari komponen mayor dan komponen minor. Komponen mayor yaitu komponen pati dengan jumlah yang besar yaitu kandungan amilosa dan amilopektin. Komponen minor yaitu komponen yang terkandung pada pati dengan jumlah kecil. Amilosa dan Amilopektin Menurut Winarno 1997 Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi yang larut dalam air disebut amilosa sedangkan yang tidak larut disebut amilopektin. Amilosa merupakan rantai lurus dari D-glukosa yang dihubungkan dengan ikatan -1,4 glikosidik dengan struktur cincin puranosa, oleh karena itu heksosa yang mengalami pengulangan adalah unit glukosa. Menurut Hizukuri 1996 amilosa merupakan rantai lurus D-glukosa yang dihubungkan dengan ikatan -1,4- D-glukosidik. Panjang rantai lurus tersebut adalah antara 250-2000 unit glukosa dengan bobot molekul antara Amilopektin mempunyai struktur dengan ikatan bercabang yang lebih banyak, terdiri dari amilosa rantai pendek dengan derajat polimerisasi antara 10 sampai 60 unit glukosa. Setiap unit dihubungkan dengan ikatan α-1-6 glikosidik. Glukosa dengan ikatan α-1-6 merupakan titik percabangan molekul amilopektin dan jumlahnya sekitar 5% unit glukosa dalam amilopektin Swinkels, 1985. Menurut Haryanto dan Pangloli 1992 glukosa yang berada dalam amilopektin mencapai jumlah yang besar yaitu unit sebanding dengan berat molekulnya antara sampai jutaan. Harsanto 1986 menjelaskan bahwa rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu sendiri. Apabila kadar amilosa lebih tinggi maka pati akan bersifat kering, kurang lekat dan cenderung menyerap air banyak higroskopik. Menurut Tjokroadikoesoemo 1986 sifat amilopektin yang disukai oleh pengolahan pangan yaitu 1 sangat jernih, sehingga dalam bentuk pasta, amilopektin menunjukkan kenampakan yang sangat jernih sehingga sangat disukai karena dapat mempertinggi mutu penampilan dari produk akhir. 2 mudah menggumpal. 3 memiliki daya pemekat yang tinggi. 4 sifat pasta yang tidak mudah pecah atau rusak. Pada suhu normal atau lebih rendah, pasta tidak mudah kental dan pecah retak-retak. Dibandingkan dengan pati biasa, stabilitas amilopektin pada suhu amat rendah juga lebih tinggi. 5 suhu gelatinisasi lebih rendah. Amilopektin juga memiliki sifat yang kurang disukai yaitu sifat yang sangat kohesif, viskositas tinggi serta mudah rusak jika mendapat perlakuan panas dan asam. Untuk menghilangkan sifat yang kurang menyenangkan maka pati diberi perlakuan kimia tertentu sehingga mengalami modifikasi. Komponen Minor Lipid Internal Lipid Komponen ini berikatan dengan molekul lain misalnya fosfolipid, sehingga lipid dari pati sangat sulit diekstrak berbentuk polar lipid. Protein Klasifikasi protein yang terdapat pada pati berdasarkan kelarutannya yaitu albumin yang larut dalam air, prolamin yang larut dalam alkohol 70 %, globulin yang tidak larut dalam air dan larut dalam larutan garam, glutelin yang larut dalam asam atau basa. Protein ini terdapat dalam pati walaupun dalam jumlah yang sedikit. Gelatinisasi Pati Granula pati tidak larut dalam air dingin, tetapi membengkak dalam air hangat. Naiknya suhu pemanasan akan meningkatkan pembengkakan granula pati. Pembengkakan granula pati menyebabkan terjadinya penekanan antara granula satu dengan yang lainnya. Pada awal pemanasan, pembengkakan granula bersifat reversible yaitu sifat dari granula yang dapat kembali ke bentuk semula. Pembengkakan granula akan bersifat irreversible tidak dapat balik ketika telah melewati suhu tertentu. Gelatinisasi yaitu proses dimana pembengkakan granula pati tidak dapat kembali ke bentuk semula, sedangkan suhu yang terlewati sehingga granula pati tidak dapat kembali disebut suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi pati berbeda-beda tergantung dari sifat dan jenis pati. Pada proses gelatinisasi terjadi pengrusakan ikatan hidrogen yang berfungsi untuk mempertahankan struktur dan integritas granula pati. Kerusakan integritas dan granula pati menyebabkan granula menyerap air, sehingga sebagian fraksi terpisah dan masuk ke dalam medium. Sesudah pengrusakan granula selesai maka viskositas pati akan menurun. Proses gelatinisasi juga akan berpengaruh terhadap struktur heliks dari polimer glukosa, sehingga terjadi perubahan dimana air yang diserap akan berikatan. Akibat dari hal tersebut maka granula pati akan kehilangan struktur heliksnya. Perubahan-perubahan yang terjadi selama proses gelatinisasi, granula pati akan mengalami hidrasi dan mengembang, molekul amilosa larut, kekuatan ikatan di dalam granula pati berkurang yang diikuti dengan semakin kuatnya antar granula, peningkatan viskositas, kejernihan pasta semakin meningkat dan granula pati akan kehilangan sifat birefringence yaitu sifat dimana pati akan menghantarkan cahaya terpolarisasi. 2. Modifikasi Pati 1. Modifikasi Pati → Pati termodifikasi pati pregelatinisasi Mita Maharani Bahriah – 1305741 Tepung Pregelatinisasi adalah tepung yang mengalami proses gelatinisasi dengan perebusan parboiling dan selanjutnya dikeringkan, sehingga memperbaiki kualitas, sifat reologi dan pasta tepung. Pemanasan suspense tepung, yang diikuti oleh pengeringan, menghasilkan produk yang swellable dalam air dingin dan menghasilkan pasta saat dipanaskan. Produk ini biasanya digunakan dalam makanan instan, seperti pudding, dan sebagai bahan pengembang belitz. Temperatur merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi proses pregelatinisasi. Jika pati tidak dipanaskan pada temperatur yang sesuai maka derajat pengembangan granula pati tidak tepat dan tidak memberikan sifat yang diinginkan Hapsari, 2007. Pemanasan menyebabkan lemahnya ikatan hidrogen dalam granula, sehingga granula yang telah membengkak memiliki ukuran yang besar dan bersifat irreversibel. Ketika dilakukan proses pengeringan tepung yang telah tergelatinisasi, air mudah lepas dari ikatan hidroksil sehingga kadar air sedikit menurun. Menurut Kenneth, Leon and J Peter 1991 dalam Hapsari 2007 penggunaan panas yang terus meningkat menyebabkan ikatan hidrogen intermolukuler antara rantai amilosa dan rantai cabang amilopektin mulai melemah, sehingga granula pati mengembang secara cepat. Granula yang telah mengembang mempunyai struktur yang lebih lunak dan bersifat irreversibel. Ikatan hidrogen intramolekuler berfungsi mempertahankan struktur integritas granula pati. Proses pengeringan kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi, akan memudahkan terlepasnya air yang terikat didalam granula pati Hapsari, 2007. Tepung yang mengalami pre gelatinisasi dengan perebusan atau parboling telah mengalami perubahan struktur ikatan dan bentuk granula. Ikatan hidrogen antara amilosa dan amilopektin melemah karena adanya pemanasan awal. Gelatinisasi mengakibatkan dehidrasi dan konversi dari bentuk amarphous amilosa ke bentuk helik. Bentuk helik menjadi bagian yang lemah dari kristal granula pati. Menurut Zallie 1988 dalam Hapsari 2007 temperatur gelatinisasi dipengaruhi oleh kuat lemahnya ikatan di dalam granula. Menurut Light 1999 dalam Hapsari 2007, pregelatinisasi merupakan salah satu teknik modifikasi fisik yang dapat mengatur ukuran partikel. Annison dan Topping 2000 dalam Hapsari 2007 menyatakan bahwa gelatinisasi terdiri dari dua tahap proses yaitu suspensi pati yang dipanaskan pada suhu 60-700C sebagian granula akan mengembang. Ketika suhu dinaikkan menjadi 90 0C granula akan mengembang seluruhnya dan kehilangan bentuknya, meskipun pati masih terdiri dari suatu fragmen yang melingkupinya. 2. Modifikasi pati → Tepung pra-masak termodifikasi Juliana M Nur – 1306948 Tepung pra masak termodifikasi merupakan cara mendapatkan rendemen pati dengan cara pendinginan yang dilakukan untuk menggelatinisasi pati yang terdapat pada suatu bahan. Maquenne 1993 dalam Jacobson and BeMiller 1998 menemukan pengaruh suhu terhadap tingkat retrogradasi pati, dimana kecepatan retrogradasi akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu. Makin rendah suhu, makin cepat proses retrogradasi dan makin banyak pati. Swelling Power Winni Trinita Maulandhiyani – 1304693 Swelling power merupakan kenaikan volume dan berat maksimum pati selama mengalami pengembangan di dalam air. Swelling power menunjukkan kemampuan pati untuk mengembang dalam air. Swelling power yang tinggi berarti semakin tinggi pula kemampuan pati mengembang dalam air. Nilai swelling power perlu diketahui untuk memperkirakan ukuran atau volume wadah yang digunakan dalam proses produksi sehingga jika pati mengalami swelling, wadah yang digunakan masih bisa menampung pati tersebut Suriani, 2008. Swelling power dan kelarutan terjadi karena adanya ikatan nonkovalen antara molekul-molekul pati. Bila pati dimasukkan ke dalam air dingin, granula pati akan menyerap air dan membengkak. Namun demikian, jumlah air yang terserap dan pembengkakannya terbatas hanya mencapai 30% Winarno, 2002. Ketika granula pati dipanaskan dalam air, granula pati mulai mengembang swelling. Swelling terjadi pada daerah amorf granula pati. Ikatan hidrogen yang lemah antar molekul pati pada daerah amorf akan terputus saat pemanasan, sehingga terjadi hidrasi air oleh granula pati. Granula pati akan terus mengembang, sehingga viskositas meningkat hingga volume hidrasi maksimum yang dapat dicapai oleh granula pati Swinkels, 1985. Ketika molekul pati sudah benar-benar terhidrasi, molekul-molekulnya mulai menyebar ke media yang ada di luarnya dan yang pertama keluar adalah molekul-molekul amilosa yang memiliki rantai pendek. Semakin tinggi suhu maka semakin banyak molekul pati yang akan keluar dari granula pati. Selama pemanasan akan terjadi pemecahan granula pati, sehingga pati dengan kadar amilosa lebih tinggi, granulanya akan lebih banyak mengeluarkan amilosa Fleche, 1985. Selain itu, Mulyandari 1992 juga melaporkan selama pemanasan akan terjadi pemecahan granula pati, sehingga pati dengan kadar amilosa lebih tinggi, granulanya akan lebih banyak mengeluarkan amilosa. BAB III METODE PRAKTIKUM Isnaeni Apriliani - 1305572 Waktu dan Tempat Praktikum Pada praktikum mata kuliah Teknologi Pengolahan Serealia, kacang, dan Umbi-umbian mengenai “Ekstraksi Pati Alami dan Modifikasi Pati” dilaksanakan pada hari Rabu, 15 April 2015 bertempat di Laboratorium Pendidikan Teknologi Agroindustri Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Universitas Pendidikan Indonesia. Alat dan Bahan Ekstraksi Pati Alami Alat-alat yang digunakan dalam proses ekstraksi pati alami diantaranya adalah oven, ayakan tyler, grinder, baskom, kain kasa, dan saringan. Sementara itu bahan-bahan yang digunakan dalam proses ekstraksi pati alami adalah singkong dan ubi jalar. Modifikasi Pati Alat-alat yang digunakan dalam proses modifikasi pati diantaranya adalah kompor listrik, beker glass, oven, grinder, ayakan tyler, hot plate, penangas air, baskom, kain kasa, kulkas, alat pengaduk, termometer, statip, water bath, dan loyang. Sementara itu bahan-bahan yang digunakan dalam proses modifikasi pati adalah singkong dan ubi jalar. Prosedur Kerja Ekstraksi Pati Alami cara basah Umbi Penimbangan Pengupasan Kulit umbi Pencucian Penimbangan Pengecilan ukuran Perlakuan terhadap umbi tertentu talas, gadung, suweg, porang Pencucian Ekstraksi umbi air 1 4 Lakukan sebanyak dua kali Pengendapan 6-24 jam Penyaringan Pengeringan pati 55°C, 614 jam 55 Pengayakan 100 Pati kering alami mesh Pati Ekstraksi Pati Alami cara kering Umbi Penimbangan Pengupasan Kulit umbi Pencucian Penimbangan Pengecilan ukuran Perlakuan terhadap umbi tertentu talas, gadung, suweg, porang Pencucian Pengeringan 55°C, 614 jam jam Penghancuran grinder Rendam dalam air Pengayakan 60-100 mesh Tepung Ekstraksi pati tepung air 1 5 36 jam 55 Pengeringan pati 55°C, 310 jam Pati kering alami Pati Termodifikasi pati pregelatinisasi 60-80% Pati hasil ekstraksi Pensuspensian pati dengan aquades 20% b/v Pemanasan suspensi pati hot plate 60-80°C samapai viskositas Pendinginan selama 1 jam pada Penyimpanan 4°C, 24 jam Thawing 2 jam Pengeringan 55°C, 4-10 Penghancuran Pengayakan 60-100 Pati termodifikasi Tepung Pra Masak Termodifikasi Umbi Penimbangan Pengupasan Kulit umbi Pencucian Penimbangan Pengecilan ukuran Perlakuan terhadap umbi tertentu talas, gadung, suweg, porang Pencucian Perebusan 100°C, 30 menit Pendinginan pada suhu ruang selama 1 jam Penyimpanan 4°C, 24 jam Tepung pra masak termodifikasi Penghancuran Pengeringan grinder Thawing 2 55°C, dan jam pengayakan 1060- Swelling Power + 10 ml aquades diaduk secara kontinyu dan dipanaskan secara periodik 0,1 gram sampel tepung/pati Pemasukan kedalam tabung reaksi Pemanasan dalam water bath 70°C, 30 menit Pemisahan supernatan dengan cairannya Sentrifugasi 2500 rpm, 20 menit Didekantasi Penimbangan pasta Pasta BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Yanni Handayani - 1306681 Atribut Pengamatan Rendemen % Pati Singkong Ekstraksi kering Ekstraksi basah Pati Ubi Jalar Ekstraksi kering Ekstraksi basah Pati termodifikasi pregelatinisasi Singkong 95,2 g 200,6 g 63 g 74,4067 g x 100 =4,76 x 100 =12,158x 100 =3,15 x 1008,1885 =4,3769 2000 g 1650 g 2000 g 1700 g Ubi Jalar 65,40% Tepung pra masak modifikasi Singkong Ubi Jalar 109,2323% 118,2 g x 100 =11,82 1000 g dalam 1000 gram Warna/ dejarat putih ++ Putih ++ Putih Orange-krem Krem Putihkrem -Coklat Aroma Tidak beraroma ++ Aroma tepung ++ Aroma ubi ++ Aroma tepung +++ Aroma singkong Aroma ubi Tekstur mesh Swelling power % Gambar bentuk/struktur granula pati 100 100 80 80 100 60 3,1473 g 3,5413 g 0,8159 g 2,5781 g x 100 =3147,3 x 100 =3541,3 x 100 =789,07 x 1003929,417 =2042,87 1652,8672 0,1 g 0,1 g 0,1034 g 0,1262 g % % ++ + Kuning Kuning ++ Aroma aroma tepung ubi + singkong + rebus 100 100 3,0922 g 1,6799 g x 100 =3002,14x 100 =1601,43 0,103 g 0,1049 g Terlampir Terlampir Terlampir Terlampir Terlampir Terlampir Terlampir Terlampir Pembahasan Nama Amalia Dwi Lestari NIM 1301107 Pati merupakan butiran atau granula yang berwarna putih mengkilat, tidak berbau serta tidak mempunyai rasa. Pati pada dasarnya merupakan polimer glukosa dengan ikatan 1,4 α glikosidik. Sifat dari berbagai macam pati tidak sama, tergantung dari panjang rantai karbonnya Winarno, 1989. Pati merupakan campuran dari amilosa dan amilopektin yang tersusun di dalam granula pati. Amilosa merupakan polimer linier yang mengandung 500-2000 unit glukosa yang terikat oleh ikatan Į-1,4 sedangkan amilopektin selain mengandung ikatan Į-1,4 juga mengandung ikatan Į-1,6 sebagai titik percabangannya Smith, 1982; Swinkels, 1985; Pomeranz, 1991. Dalam praktikum ekstraksi pati dan modifikasi pati yang dilakukan pada 15 April di laboratorium teknologi pengolahan hasil pertanian prodi Pendidikan Teknologi Agroindutri FPTK UPI, dilakukan beberapa percobaan yakni pembuatan pati alami cara basah dan cara kering, pati tergelatinisasi, dan pati pramasak yang bahan bakunya yakni singkong dan ubi jalar. 1. Ekstraksi Pati Sumber pati dapat diperoleh dari umbi-umbian, biji-bijian serta bagian batang tanaman. Umbi merupakan bagian tanaman yang berupa akar atau batang sebagai tempat untuk menyimpan cadangan makanan. Akar dan batang yang berfungsi khusus untuk menyimpan cadangan makanan akan membengkak, memiliki sejumlah besar parenkim yang sel-selnya penuh dengan cadangan makanan. Akibat hal tersebut maka terjadi dominasi sel-sel parenkim pada xylem dan floem sekundernya. Selama terjadi proses pembengkakan umbi, diikuti pula dengan peningkatan konsentrasi pati dan terjadi penurunan kadar air dalam pati. Adapun proses pengekstrakan pati yang dilakukan dengan bahan umbiumbian, yakni proses ekstraksi pati diawali dengan pengupasan bahan baku pati seperti ubi kayu lalu dicuci sampai kotoran hilang. Pencucian harus diperhatikan dan harus dilakukan dengan bersih karena pencucian yang tidak bersih akan mempengaruhi kandungan pati. Semakin banyak zat pengotor yang terbawa pada proses pembuatan pati maka kemurnian pati akan semakin rendah. Tahap setelah pencucian bahan baku pati yaitu pemarutan. Tahap pemarutan yaitu tahap dimana proses penghancuran bahan baku pati dilakukan. Pentingnya tahap ini yaitu untuk mengecilkan ukuran dan memecah ukuran granula pati sehingga memudahkan tahap selanjutnya yaitu ekstraksi. Tahap ekstraksi dilakukan untuk memisahkan ampas yang berupa serat-serat dan kotoran. Pada tahap ini menghasilkan bubur pati, yang selanjutnya dilakukan pengepresan. Dengan adanya pengepresan maka akan terpisah antara ampas dan suspensi pati. Suspensi pati diendapkan sehingga didapatkan endapan pati. Endapan pati kemudian dikeringkan dan digiling. Hasil penggilingan tersebut dinamakan pati. Dalam melakukan proses ekstraksi, ada beberapa jenis umbi-umbian yang harus melakukan pretreatment terlebih dahulu, hal ini dikarenakan pada beberapa jenis umbi-umbian memiliki kandungan racun yang apabila termakan oleh kita akan menyebabkan keracunan. Sebagai contoh, bahan baku singkong memiliki racun yang berupa HCN atau asam sianida. Dalam hal ini, asam sianida direduksi terlebih dahulu dengan pencucian yang bersih. HCN dalam singkong lebih banyak terdapat di kulitnya dibanding dengan dagingnya. Namun bila pencucian tidak bersih, dikhawatirkan kandungan HCN masih ada pada singkong bagian dagingnya. Sehingga pencucian yang bersih dan pemanasan dapat mereduksi HCN yang terdapat pada singkong. Rasa singkong ada yang sedikit manis dan ada yang sedikit pahit tergantung kandungan racun glukosida yang dapat membentuk asam sianida. a. Randemen Dalam praktikum ini, dilakukan penghitungan randemen pati singkong dan pati ubi jalar dengan dua perlakukan yang berbeda, didapatkan hasil sebagai berikut Pati Singkong Ekstraksi Pati Ubi Jalar Ekstraksi Ekstraksi Ekstraksi kering basah kering basah 95,2 g 200,6 g 63 g 74,4067 g x 100 =4,76 x 100 =12,158 x 100 =3,15 x 100 =4,3769 2000 g 1650 g 2000 g 1700 g Tabel Rendemen Pati singkong dan Pati Ubi jalar Rendemen merupakan berat pati yang lolos pengayakan perberat sampel yang digunakan kemudian dipresentasekan. Dari hasil tersebut, didapatkan bahwa rendement pati yang tinggi nilainya yakni dengan perlakukan ekstraksi cara basah. b. Warna Dalam pengamatan warna, dapat dilihat bahwa warna pati yang terbentuk yakni Pati Singkong Pati Ubi Jalar Ekstraksi Ekstraksi Ekstraksi Ekstraksi kering ++ basah ++ kering - basah - Putih Putih Orange-krem Krem Tabel warna pati singkong dan pati ubi jalar Adanya perbedaan warna yang dihasilkan dari pati tersebut dikarenakan kandungan pigmen pada jenis umbi yang berbeda. Adanya warna orange kream yang terbentuk, dikarenakan adanya kandungan betakaroten. Selain itu terdapat beberapa warna pada umbi jalar yakni ungu, kuning, merah, putih dan adapula warna jingga pada ubi jalar yang memberi isyarat akan tingginya kandungan senyawa lutein, zeaxantin, pasangan antioksidan karotenoid. Keduanya termasuk pigmen warna sejenis klorofil merupakan pembentuk vitamin A. Lutein dan zeaxantin merupakan senyawa aktif yang memiliki peran penting menghalangi proses perusakan sel. Sedangkan pati singkong memiliki warna putih pati. c. Aroma dan tekstur Pati singkong dan pati ubi jalar memiliki aroma khas umbi dan tekstur yang halus. Aroma yang dihasilkan dari umbi tersebut dikarenakan senyawa volatil. Adanya aroma yang berkurang dkarenakan adanya penguapan senyawa volatile pada saat proses ekstraksi. Adanya tekstur halus didapatkan dari hasil ayakan yang digunakan dengan satuan mesh. Adanya tingkat kehalusan dari pati tersebut merupakan jumlah pati yang lolos saringan dengtan ukuran tertentu. Atribut Pengamatan Aroma Pati Singkong Pati Ubi Jalar Ekstraksi Ekstraksi Ekstraksi Ekstraksi kering - basah ++ kering ++ basah ++ Tidakberaroma Aroma tepung Aroma ubi Aroma tepung Tekstur 100 100 80 mesh Tabel aroma dan tekstur pati singkong dan pati ubi jalar 80 d. Swelling power Swelling power dipengaruhi oleh kemampuan molekul pati untuk mengikat air melalui pembentukan ikatan hidrogen. Setelah gelatinisasi ikatan hidrogen antara molekul pati terputus dan digantikan oleh ikatan hidrogen dengan air. Sehingga pati dalam tergelatinisasi dan granula-granula pati mengembang secara maksimal. Proses mengembangnya granula pati ini disebabkan karena banyaknya air yang terserap kedalam tiap granula pati dan granula pati yang mengembang tersebut mengakibatkan swelling power menjadi meningkat. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, nilai swelling power yang tertinggi didapatkan dengan cara ekstraksi basah. Pati Singkong Ekstraksi Ekstraksi Pati Ubi Jalar Ekstraksi Ekstraksi kering basah kering basah 3,1473 g 3,5413 g 0,8159 g 2,5781 g x 100 =3147,3 x 100 =3541,3 x 100 =789,07 x 100 =2042,87 0,1 g 0,1 g 0,1034 g 0,1262 g Tabel uji swelling ekstraksi pati singkong dan pati ubi jalar e. Granula pati Granula pati mempunyai ukuran, bentuk, keseragaman dan bentuk hilum yang khas dan berbeda-beda tergantung dari jenis patinya, sehingga dapat digunakan untuk identifikasi jenis pati. Dalam granula, campuran dari molekul struktur linear dan bercabang, tersusun secara radial dalam sel yang konsentrik dan membentuk cincin dan lamella. Terbentuknya lamella dalam pati, diduga sebagai akibat dari adanya pelapisan molekul pada granula, sedangkan hilum merupakan titik dari mulai berkembangnya granula. Pati singkong ekstraksi kering kelompok 2 Bentuk granula Bulat tak beraturan Pati singkong ekstraksi basah kelompok 1 Bentuk granula Bulat tak beraturan Pati ubi jalar ekstraksi kering kelompok 6 Bentuk granula Bulat tak beraturan Pati ubi jalar ekstraksi basah kelompok 5 Bentuk granula Bulat tak beraturan Gambar granula pati singkong dan pati ubi jalar Dari gambar terlihat bahwa bentuk granula pati singkong dan ubi jalar berbeda. Granula pati ubi jalar memiliki bentuk polygon sedangkan granula pati singkong memiliki bentuk bulatan oval. Hal ini dapat disesuaikan dengan literature yang ada bahwa granula pati ubi jalar memiliki bentuk polygon dan pati singkong berbentuk oval. Gambar sifat fisik dan komposisi kimia berbagai jenis granula pati 2. Pati Termodifikasi Dalam percobaan ini, dilakukan dua percobaan yakni percobaan pembuatan pati termodifikasi pragelatinisasi dan pati pra masak modifikasi. Pati dapat dimodifikasi untuk menghasilkan sifat-sifat pati yang diinginkan yang berkaitan dengan produk yang akan dihasilkan. Pati yang telah mengalami modifikasi disebut pati termodifikasi modified starch. Menurut Fleche 1985 pati termodifikasi adalah pati yang gugus hidroksilnya telah diubah melalui suatu reaksi esterifikasi, eterifikasi atau oksidasi atau dengan mengganggu struktur asalnya. Glicksman 1969 mengatakan bahwa pati termodifikasi yaitu pati yang diberi perlakuan tertentu dengan tujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya atau untuk merubah beberapa sifat lainnya. Perlakuan ini dapat mencakup panggunaan panas, asam, alkali, zat pengoksidasi atau bahan kimia lainnya yang akan menghasilkan gugus kimia baru dan atau perubahan bentuk, ukuran serta struktur molekul pati. Pregelatinisasi merupakan teknik modifikasi pati secara fisik yang paling sederhana yang dilakukan dengan cara memasak pati di dalam air sehingga tergelatinisasi sempurna, kemudian mengeringkan pasta pati yang dihasilkan dengan menggunakan spray dryer atau drum dryer. Karena sudah mengalami gelatinisasi, maka pati pregelatinisasi tidak lagi memiliki penampakan granula pati. Pati pregelatinisasi bersifat instan, dimana dapat larut dalam dalam air dingin cold water soluble. Di samping itu, pati pregelatinisasi memiliki viskositas yang lebih rendah dibanding pati yang tidak dipregelatinisasi. Pati pregelatinisasi di antaranya dapat digunakan untuk formulasi makanan bayi dan pudding. Dari percobaan yang dilakukan dalam pembuatan pati modifikasi yakni pati pregelatinisasi dan tepung pramasak didapatkan hasil pada tabel Pati Atribut Pengamatan termodifikasi pregelatinisasi Singkong Ubi Jalar 8,1885 Rendemen % Warna/ dejarat putih Putih-krem +++ Aroma 65,40% -Coklat Aroma Pati pramasak modifikasi Singkong UbiJalar 8,1885 65,40% - Putih-krem +++ Coklat Aroma Aroma ubi singkong singkong Tekstur mesh 100 60 100 Swelling power % 3929,417% 1652,8672% 3929,417% Tabel pengamatan pati pregelatinisasi dan pati pramasak Aroma ubi 60 1652,8672% Dapat dilihat dari hasil percobaan yang dilakukan, rendemen yang dihasilkan nilai paling tinggi pada ubi jalar, namun pada pengujian swelling power didapatkan nilai paling tinggi yaitu pada singkong. Hal ini menunjukkan bahwa daya serap air lebih baik pada pati yang termodifikasi dengan bahan baku singkong. Pada pengamatan granula pati yang terbentuk didapatkan hasil yang berbeda-beda. Granula pati tidak larut dalam air dingin, tetapi membengkak dalam air hangat. Naiknya suhu pemanasan akan meningkatkan pembengkakan granula pati. Pembengkakan granula pati menyebabkan terjadinya penekanan antara granula satu dengan yang lainnya. Pada awal pemanasan, pembengkakan granula bersifat reversible yaitu sifat dari granula yang dapat kembali ke bentuk semula. Pembengkakan granula akan bersifat irreversible tidak dapat balik ketika telah melewati suhu tertentu. Gelatinisasi yaitu proses dimana pembengkakan granula pati tidak dapat kembali ke bentuk semula, sedangkan suhu yang terlewati sehingga granula pati tidak dapat kembali disebut suhu gelatinisasi. Menurut Swinkels 1985 jika granula pati dipanaskan dan akan tercapai pada suhu dimana pada saat itu akan terjadi hilangnya sifat polarisasi cahaya pada hilum, mengembangnya granula pati yang bersifat tidak dapat kembali disebut dengan gelatinisasi. Patitermodifikasi pregelatinisasi Singkong Patitermodifikasi pregelatinisasi Ubijalar Patipramasak modifikasi singkong Patipramasak modifikasi ubijalar Gambar granula pati termodifikasi Dari hasil pengamatan tersebut, dapat dilihat bahwa bentuk granula pati tidak berbentuk oval maupun polygon seperti ekstraksi pati sebelumnya. Hal ini dikarenakan amilosa dan amilopektin didalam granula pati dihubungkan dengan ikatan hydrogen, apabila granula pati dipanaskan didalam air, maka energy panaas akan menyebabkan ikatan hydrogen terputus dan air masuk kedalam granula pati. Air yang masuk selanjutnya membentuk ikatan hydrogen dengan amilosa dan amilopektin. Meresapnya air kedalam granula menyebabkan terjadinya pembengkakan granula pati sehingga ukuran granula akan meningkat sampai batas tertentu sebelum akhirnya granula pati tersebut pecah. Pecahnya granula menyebabkan bagian amilisa dan sedikit amilopektin berdifusi keluar. Proses inilah yang disebut gelatinisasi. Sumber Anonim. Karbohidrat . [Online]. Tersedia di KyHUDPegGccp18c/edit?hl=en&pli=1 diakses pada April 2015 Halim, M. 2015. Tepung dan Pati. [Online]. Tersedia di diakses pada april 2015 Kalsum, Nurbani dan Surfiana. Karakteristik Dekstrin dari Pati Ubi Kayu yang Diproduksi dengan Metode Pragelatinisasi Parsial. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 13 1 13-23 Kusnandar, Feri. 2010. Teknologi Modifikasi Pati dan Aplikasinya di Industri Pangan. [Online]. Tersedia di option=com_content&task=view&id=111&Itemid=94 diakses pada april 2015 Lase, VA. 2013. Ubi jalar. [Online]. Tersedia di diakses pada april 2015 Widyaastuti, Endrika. 2012. Modifikasi Pati. [Online]. Tersedia di diakses pada April 2015 Nama Isnaeni Apriliani NIM 1305572 Ubi jalar merupakan tanaman yang banyak ditemukan di pasar dengan harga relatif murah. Kita mengenal ada beberapa jenis ubi jalar. Jenis yang paling umum adalah ubi jalar putih, merah, ungu, kuning atau orange. Kelebihan dari ubi jalar yang berwarna yaitu mengandung antioksidan yang kuat untuk menetralisir keganasan radikal bebas penyebab penuaan dini dan pencetus penyakit degeneratif seperti kanker dan jantung. Zat gizi lain yang banyak terdapat dalam ubi jalar adalah energi, vitamin C, vitamin B6 piridoksin yang berperan penting dalam kekebalan tubuh. Kandungan mineralnya dalam ubi jalar seperti fosfor, kalsium, mangan, zat besi dan serat yang larut untuk menyerap kelebihan lemak/kolesterol dalam darah Reifa, 2005. Ubi jalar memiliki prospek dan peluang yang cukup besar sebagai bahan baku industri pangan. Perkembangan pemanfaatannya dapat ditingkatkan dengan cara penerapan teknologi budidaya yang tepat dalam upaya peningkatan produktivitas serta tersedianya jaminan pasar yang layak. Peningkatan produksi ubi jalar tersebut harus diikuti dengan teknologi pengolahan yang dapat menumbuhkan agroindustri ubi jalar. Oleh karena itu, dalam praktikum kali ini kami mencoba mengekstraksi pati alami dan pati termodifikasi berbahan dasar ubi jalar sebagai bentuk diversifikasi ubi jalar. Sampel yang kami gunakan dalam praktikum kali ini adalah ubi jalar oranye. Ubi jalar oranye merupakan salah satu umbi-umbian yang memiliki kandungan senyawa fungsional yaitu betakaroten. Menurut Depkes RI 1981 dalam Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan 2002, vitamin A pada ubi jalar memiliki kandungan beta karoten provitamin A yang tinggi yaitu sebesar 7700 SI/100 gram terutama ubi jalar yang daging umbinya berwarna oranye atau jingga. Betakaroten merupakan salah satu jenis karotenoid, disamping mempunyai aktivitas biologis sebagai provitamin A, juga dapat berperan sebagai antioksidan untuk melawan radikal bebas pada tubuh. Tetapi betakaroten mudah mengalami perubahan struktur terutama pada saat pengolahan Sinaga, 2011. Ada beberapa kelebihan ubi jalar oranye dalam kandungan zat gizi dibandingkan ubi jalar lainnya. Ubi jalar oranye merupakan sumber vitamin C dan betakaroten provitamin A yang sangat baik. Kandungan betakarotennya lebih tinggi dibandingkan ubi jalar berdaging kuning. Bahkan, ubi jalar berdaging putih tidak mengandung vitamin tersebut atau sangat sedikit. Sementara kandungan vitamin B ubi jalar berdaging jingga sedang Sarwono, 2005. Berikut merupakan nilai gizi ubi jalar dibandingkan dengan beras, ubi kayu, dan jagung per 100 g bahan. Komposisi kimia ubi jalar berdasarkan Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI 1981 dalam Jamriyanti 2007. Selain mengandung zat-zat gizi ubi jalar juga mengandung zat anti gizi yaitu tripsin inhibitor dengan jumlah 0,26-43,6 SI/100 gram ubi jalar segar Bradbury dan Holoway, 1988. Tripsin inhibitor tersebut akan memotong gugus aktif enzim tripsin, sehingga enzim tersebut terhambat dan melakukan fungsinya sebagai pemecah protein. Aktivitas tripsin inhibitor dapat dihilangkan dengan pengolahan sederhana yaitu pengukusan atau perebusan Cahyono, MM, 2004. Dalam praktikum ekstraksi pati alami, kami melakukan dua perlakuan yang berbeda yaitu ekstraksi pati alami dengan menggunakan cara basah dan ekstraksi pati alami dengan menggunakan cara kering. Begitupun dengan praktikum modifikasi pati, dalam pelaksanaannya kami menggunakan teknologi pengolahan modifikasi pati yang berbeda yaitu pati termodifikasi pregelatinisasi dan pati pra masak. Tentu saja hal tersebut akan mempengaruhi terhadap produk pati yang dihasilkan. Hal yang kami amati dalam praktikum ini antara lain adalah rendemen, warna/derajat putih, aroma, tekstur mesh, bentuk granula pati, dan daya serap air/swelling power. 1. Ekstraksi Pati Alami Pati disusun oleh amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polisakarida yang linier sedangkan amilopektin adalah yang bercabang. Tiap jenis pati tertentu disusun oleh kedua fraksi tersebut dalam perbandingan yang berbeda-beda. Pada pati jenis yanga rekat addesif amilosa dalam pati berkisar 20-30% Sudarmadji, 2003. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai Cnya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-1,4-D-glukosa, sedang amilopektin mempunyai struktur cabang dengan ikatan α-1,4-D-glukosa sebanyak 4-5% dari berat total Winarno, 2002. Pati adalah polimer glukosa yang terdapat dalam dua bentuk, yaitu bentuk linier, amilosa, dimana unit-unit glukosa digabungkan dengan ikatan α1,4 dan bentuk polimer bercabang, amillopektin, dimana unitunit glukosa digabungkan baik dengan ikatan α-1,4 maupun dengan ikatan α-1,6. Sebagian besar pati mengandung 16-24% amilosa Muchtadi, 1989. Dalam praktikum ini, kami menggunakan dua perlakuan yang berbeda untuk mendapatkan ekstrkasi pati alami ubi jalar yaitu dengan menggunakan cara kering dan cara basah. Dalam prosesnya, hal yang membedakan dari kedua perlakuan tersebut terletak pada proses perlakuan pendahuluannya. Pada ekstraksi pati alami cara kering, dilakukan pengeringan selama 6-14 jam dalam oven dengan suhu 550C sementara pada ekstraksi cara basah, dilakukan perendaman dalam air sampai terbentuk endapan dengan rasio perbandingan ubi dan air adalah 1 4. Perendaman yang dilakukan dalam proses ekstraksi pati alami ubi jalar berfungsi untuk mencegah kontak oksigen di udara dengan daging ubi jalar. Sementara itu pengeringan yang dilakukan dalam proses ekstraksi pati alami ubi jalar befungsi untuk mengeringkan ubi jalar dengan digunakan pemanas drying oven agar tidak terjadi kontak antara ubi dengan oksigen. Pemanasan dilakukan pada suhu 550C selama 16 jam agar warna tepung dan karoten tidak rusak. a. Rendemen Rendemen merupakan persentase dari hasil berat pati yang diperoleh dengan berat bahan baku umbi segar. Besarnya rendemen yang dihasilkan dari ubi jalar segar dapat diketahui dari kadar bahan keringnya. Semakin tinggi kadar bahan kering ubi jalar, maka semakin tinggi pula rendemen tepung yang dihasilkan. Besarnya kadar bahan kering tergantung pada varietas/klon, lingkungan radiasi sinar matahari, suhu, pemupukan, kelembaban tanah dan umur tanaman Bradbury dan Holloway, 1988. Berdasarkan hasil pengamatan, rendemen ekstraksi pati alami cara basah memiliki rendemen paling besar dibandingkan dengan rendemen ekstraksi pati cara kering. Persentase rendemen pati cara basah yaitu sebesar 4,3769% sedangkan persentase rendemen pati cara kering yaitu sebesar 3,15%. Hal tersebut menunjukan adanya perubahan selama proses pengolahan yang terjadi pada kedua perlakuan tersebut. Perbedaan rendemen yang diperoleh tersebut dipengaruhi oleh jenis perlakuan yang diberikan. Cara basah memiliki rendemen yang besar disebabkan oleh karena kadar air yang terdapat dalam pati tersebut besar sehingga mempengaruhi berat jenis atau rendemennya begitupun dengan rendemen yang diperoleh oleh pati dengan perlakuan cara kering sedikit, hal tersebut dipengaruhi oleh perlakuan pengeringan yang diberikan sehingga menyebabkan pemindahan air dengan sengaja dari bahan pangan atau ubi jalar. Pengeringan yang terjadi berlangsung dengan penguapan air yang terdapat di dalam bahan pangan sehingga berat jenis atau rendemen yang dihasilkannyapun sedikit. b. Warna Warna merupakan salah satu parameter dalam pengujian sifat sensori organoleptik dengan menggunakan indera penglihatan. Warna yang diharapkan untuk bahan hasil pengeringan yaitu warna tidak terlalu menyimpang dari warna asli Kusmawati, dkk, 2000 Berdasarkan hasil pengamatan warna pati yang dihasilkan dari setiap masing-masing perlakuan menunjukan warna yang sedikit berbeda, dimana warna pati dengan perlakuan cara basah menunjukan warna krem, hal tersebut dapat terjadi akibat dari adanya perendaman dalam proses pengolahannya sehingga mempengaruhi warna yang dihasilkan oleh produk. Warna pati yang dihasilkan akan cenderung memudar, hal ini disebabkan oleh karena semakin lama perendaman semakin banyak komponen penimbul warna atau pigmen dalam hal ini karoten yang terbuang. Sementara itu warna pati yang dihasilkan dari perlakuan cara kering menunjukan warna orange-krem hal tersebut dapat terjadi karena pemanasan yang dilakukan pada suhu 55 0C selama 14 jam pigmen karoten tidak rusak sehingga mampu mempertahankan warna pati. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Regina 2009 Selain daripada itu, dari kedua perlakuan tersebut warna pati alami ubi jalar yang dihasilkan memiliki warna krem sedikit coklat. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya reaksi pencoklatan non enzimatis yang berupa reaksi maillard. Menurut Winarno 2002, reaksi Maillard merupakan reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer. Hasil tersebut menghasilkan bahan berwarna coklat, yang sering dikehendaki atau kadang-kadang malahan menjadi pertanda penurunan mutu. Selain itu Dedi Fardiaz, dkk 1992 juga menyatakan bahwa Reaksi pencoklatan non enzimatik atau disebut juga reaksi maillard terjadi bila gula pereduksi bereaksi dengan senyawa-senyawa yang mempunyai gugus NH2 protein, asam amino, peptida, dan amonium. c. Aroma Aroma merupakan salah satu parameter dalam pengujian sifat sensori organoleptik dengan menggunakan indera penciuman. Aroma dapat diterima apabila bahan yang dihasilkan mempunyai aroma spesifik Kusmawati, dkk, 2000. Aroma adalah salah satu komponen cita rasa flavor. Aroma merupakan sensasi subyektif yang dihasilkan dengan penciuman pembauan. Konstituen yang dapat menimbulkan aroma adalah senyawa volatile yang dapat diisolasi dari bahan pangan biasanya kurang daru 100 ppm Santoso dan Murdijati G, 1999. Berdasarkan hasil pengamatan, aroma pati alami ubi jalar yang dihasilkan dari kedua perlakuan yang berbeda menghasilkan aroma yang berbeda. Dimana pada perlakuan ekstraksi pati alami cara basah aroma pati yang tercium cenderung memiliki aroma seperti tepung sedangkan aroma pati yang dihasilkan dari ekstraksi pati alami cara kering cenderung memiliki aroma seperti ubi. Kedua perlakuan tersebut sangat mempengaruhi perubahan aroma yang terjadi, dalam hal ini aroma dari produk pati alami ubi jalar yang dihasilkan memiliki aroma yang tidak terlalu dominan seperti bahan utamanya hal ini disebabkan oleh proses perendaman dan pengeringan yang dapat mengakibatkan senyawa volatile atau flavor yang terdapat dalam bahan pangan tersebut mudah menguap volatile favour hilang. Buckle, et al 1985 dalam bukunya ”Ilmu Pangan”. d. Tekstur Dalam praktikum ekstraksi pati alami ubi jalar orange ini kami menggunakan ayakan thyller 80 mesh, baik itu ekstraksi pati dengan menggunakan cara basah maupun ekstraksi pati dengan menggunakan cara kering. Pati ubi jalar yang dihasilkan dari kedua jenis perlakuan tersebut memiliki tingkat kehalusan yang sama yaitu dengan ukuran ayakan 80 mesh. Ayakan thyller 80 mesh ini artinya sepanjang 1 inch terdapat 80 lubang. Tingkat kehalusan pati alami ubi jalar yang diperoleh tersebut merupakan jumlah partikel pati yang lolos dalam 80 lubang sepanjang 1 inch saringan thyller ukuran 80 mesh e. Swelling Power Dalam praktikum ini, kami melakukan pengujian terhadap daya serap air pati atau yang biasa disebut dengan swelling power. Metode yang kami gunakan dalam percobaan ini adalah metode sentrifugasi. Berdasarkan hasil pengamatan, Nilai swelling power pati alami cara basah adalah 2042,87% sedangkan nilai swelling power pati alami cara kering adalah 789,07%. Nilai swelling power yang dihasilkan oleh pati alami ubi jalar dengan menggunakan cara basah memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan nilai swelling power yang dihasilkan oleh pati alami ubi jalar dengan menggunakan cara kering. Hal tersebut dapat terjadi karena pengaruh perendaman yang dilakukan pada proses ekstraksi pati alami cara basah, sehingga menyebabkan masuknya air ke dalam molekul pati, oleh karena itu ikatan antarmolekul pati akan melemah sehingga nilai swelling power pati akan menjadi lebih tinggi. Dalam hal ini Swelling power sangat dipengaruhi oleh ikatan antarmolekul penyusun pati. Dengan masuknya air ke dalam molekul pati, ikatan antarmolekul pati akan melemah sehingga nilai swelling power pati lebih tinggi daripada pati alami Aziz, 2004. Swelling power sangat dipengaruhi oleh keberadaan gugus amilosa sebagai salah satu komponen penyusun pati. Semakin lama waktu proses, maka semakin banyak amilosa yang tereduksi, sehingga penurunan jumlah amilosa tersebut mengakibatkan kenaikan swelling power Sasaki dan Matsuki, 1998 dalam Artiani, 2007. f. Struktur Granula Pati Selanjutnya dalam praktikum ini, kami melakukan pengujian terhadap bentuk granula pati dengan menggunakan mikroskop digital. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh gambar yang menunjukan bentuk dan ukuran granula pati dari setiap masing-masing perlakuan. Gambar bentuk ukuran granula pati yang ditunjukan oleh pati dari kedua jenis perlakuan tersebut menunjukan bentuk dan ukuran granula pati yang sama yaitu berbentuk bulat tak beraturan. Hal yang membedakannya adalah kecerahan dan kejernihan penampakan yang terlihat dari penampang bentuk dan ukuran granula pati. Dimana dapat kita lihat bahwa bentuk dan ukuran granula pati dengan menggunakan cara kering terlihat lebih cerah dan lebih jernih daripada bentuk dan ukuran granula pati dengan menggunakan cara basah. Selain daripada itu, granula pati dengan menggunakan cara basah terlihat lebih padat dan bentuk molekulnya cederung lebih besar dibandingkan dengan bentuk dan ukuran granula pati cara kering. Hal tersebut dapat terjadi karena pengaruh perendaman dimana granula pati akan menyerap air dan membengkak, tetapi jumlah air yang diserap dan pembengkakannya terbatas. Selain menyerap air lebih banyak, pati dengan kadar amilosa yang tinggi memiliki daya kembang yang lebih besar saat dimasak. 2. Modifikasi Pati Dalam praktikum ini, kami melakukan percobaan mengenai modifikasi pati. Dalam pelaksanaannya kami menggunakan teknologi pengolahan modifikasi pati yang berbeda yaitu pati termodifikasi pregelatinisasi dan pati pra masak. Tentu saja hal tersebut akan mempengaruhi terhadap produk pati yang dihasilkan. Hal yang kami amati dalam praktikum ini antara lain adalah rendemen, warna/derajat putih, aroma, tekstur mesh, bentuk granula pati, dan daya serap air/swelling power. a. Rendemen Pada tiap jenis pati, perlakuan modifikasi tidak memberikan pengaruh yang nyata pada kadar air, kadar abu, kadar Ca dan kadar lemak. Retrogradasi gel pati sebagai hasil modifikasi fisik menyebabkan keluarnya air dari matriks gel sineresis karena bergabungnya molekul pati terutama amilosa Elliason and Gadmundsson, 1996, air menjadi mudah diuapkan saat pengeringan. Pada modifikasi kimia, Ca masuk dalam granula menggantikan gugus hidroksil molekul pati, terbentuk jembatan Ca dan membebaskan air. Air dalam bahan juga menjadi lebih mudah diuapkan. Hal ini diperkuat oleh Bryant and Hamaker 1997 yang menyatakan bahwa kation divalent dalam hal ini adalah ion Ca++ berikatan sangat kuat dengan molekul– molekul pati yang menyebabkan kemampuan menahan air pada bahan menurun. Berdasarkan hasil pengamatan, rendemen pati pra gelatinisasi memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan rendemen pati pra masak. Persentase rendemen pati pragelatinisasi adalah 65,40% sedangkan presentase rendemen pati pra masak adalah 11,82%. Hal tersebut dapat terjadi diduga karena pengaruh dari perlakuan yang diberikan, dimana pada pati pragelatinisasi dilakukan suspensi pati alami dengan air sebanyak 20% b/v yang secara tidak langsung hal tersebut dapat berpengaruh terhadap rendemen pati yang dihasilkan akan cenderung lebih besar dibandingkan dengan pati pra masak yang tidak ditambahkan dengan material apapun. b. Warna Berdasarkan hasil pengamatan, warna yang dihasilkan oleh kedua jenis pati termodifikasi tersebut menunjukan warna yang berbeda, pati pra masak menghasilkan warna kuning sementara pati pragelatinisasi menghasilkan warna coklat. Tentu saja hal tersebut dapat terjadi karena pengaruh dari perlakuan yang diberikan kepada masing-masing pati termodifikasi. Warna coklat yang dihasilkan dari pati pragelatinisasi diduga terjadi akibat dari adanya reaksi pencoklatan non enzimatis yang berupa reaksi maillard selama proses pengolahan yang menggunakan panas. Menurut Winarno 2002, reaksi Maillard merupakan reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer. Hasil tersebut menghasilkan bahan berwarna coklat, yang sering dikehendaki atau kadang-kadang malahan menjadi pertanda penurunan mutu. Selain itu Dedi Fardiaz, dkk 1992 juga menyatakan bahwa Reaksi pencoklatan non enzimatik atau disebut juga reaksi maillard terjadi bila gula pereduksi bereaksi dengan senyawa-senyawa yang mempunyai gugus NH2 protein, asam amino, peptida, dan amonium. Reaksi terjadi apabila bahan pangan dipanaskan dan atau didehidrasi. Dalam protein terdapat bagian yang merupakan grup polar yang menjadi jenuh dengan mengadsorbsi air. Hal ini menyebabkan molekul protein bertambah besar dalam mobilisasinya, dan memungkinkan proses modifikasi intra dan intermolekuler dan kecepatan modifikasi ini semakin bertambah dengan semakin cepatnya reaksi pencoklatan. c. Aroma Berdasarkan hasil pengamatan, kedua jenis pati termodifikasi tersebut memiliki aroma yang sama yaitu aroma ubi jalar atau tepung ubi jalar. Hal ini menunjukan bahwa kedua jenis perlakuan terhadap pati termodifikasi tersebut tidak merubah kualitas aroma bahan baku atau bahan utama pembuatan pati alami senyawa volatilenya dapat dipertahankan. d. Tekstur Berdasarkan hasil pengamatan, tekstur dari kedua jenis pati termodifikasi tersebut memiliki tekstur dan tingkat kehalusan yang berbeda. Pati pra masak cenderung lebih halus dibandingkan dengan pati pra gelatinisasi, hal ini dapat terjadi karena perbedaan penggunaan ukuran ayakan thyller pada proses pengayakan. Dalam hal ini, pati pra masak menggunakan ayakan thyller 100 mesh terdapat 100 lubang dalam 1 inch sementara itu pati pragelatinisasi menggunakan ayakan thyller 60 mesh terdapat 60 lubang dalam 1 inch. Hal tersebut tentu saja akan berpengaruh terhadap produk pati yang dihasilkan. e. Swelling Power Dalam praktikum pengujian swelling power pati termodifikasi ini kami menggunakan metode sentrifugasi. Berdasarkan hasil pengamatan, keduanya memiliki nilai swelling power yang tidak jauh berbeda. Nilai swelling power pati pra masak adalah 1601,43 sementara itu nilai swelling power pati pragelatinisasi adalah 1652,8672%. Proses gelatinisasi terjadi apabila pati mentah dimasukan ke dalam air dingin. Granula pati akan menyerap air dan membengkak, tetapi jumlah air yang diserap dan pembengkakannya terbatas. Gelatinisasi merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam proses hidrolisis/liquifikasi, karena larutan pati harus sempurna. Jika larutan pati terlalu pekat, maka akan sulit tersuspensi dengan baik sehingga selama proses gelatinisasi, terjadi pengendapan partikel-partikel pati. Oleh karena itu, proses gelatinisasi ini dapat dilakukan dengan membuat bubur pati dengan konsentrasi antara 25-40 % padatan kering Winarno, 1996 dalam Jariyah, 2002. Swelling power sangat dipengaruhi oleh ikatan antarmolekul penyusun pati. Dengan masuknya air ke dalam molekul pati, ikatan antarmolekul pati akan melemah sehingga nilai swelling power pati lebih tinggi daripada pati alami Aziz, 2004. Hasil penelitian Adity 2009 mengatakan bahwa semakin kecil perbandingan pati dan air, maka semakin besar nilai swelling power nilai kelarutan, akibatnya swelling power dan kelarutan cenderung meningkat. Swelling power sangat dipengaruhi oleh keberadaan gugus amilosa sebagai salah satu komponen penyusun pati. Semakin lama waktu proses, maka semakin banyak amilosa yang tereduksi, sehingga penurunan jumlah amilosa tersebut mengakibatkan kenaikan swelling power Sasaki dan Matsuki, 1998 dalam Artiani, 2007. f. Struktur Granula Pati Dalam praktikum ini, kami menggunakan mikroskop digital untuk dapat melihat struktur granula pati termodifikasi. Hasil pengamatan menunjukan bahwa bentuk dan ukuran granula pati pada kedua pati termodifikasi tersebut memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda, dimana bentuk dan ukuran granula pati pragelatinisasi memiliki bentuk yang tidak beraturan dan cenderung padat sedangkan pati pra masak memiliki bentuk oval tak beraturan dan cenderung memiliki ruang kosong antara molekul yang satu dengan molekul yang lainnya. Perbedaan bentuk dan ukuran granula pati tersebut disebabkan oleh perlakuan yang diberikan terhadap masing-masing pati termodifikasi. Pada pati pragelatinisasi dilakukan pemanasan suspensi pati terlebih dahulu sehingga pati akan mengalami gelatinisasi dan berpengaruh terhadap struktur bentuk dari pati itu sendiri. Sumber Apriliyanti, Tina. 2010. Kajian Sifat Fisikokimia dan Sensori Tepung Ubi Jalar Ungu Ipomoea batatas blackie dengan Variasi Proses Pengeringan. Skripsi, Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Ayu, Disafitri Candra dan Yuwono, Sudarminto Setyo. 2014. Pengaruh Suhu Blansing dan Lama Perendaman Terhadap Sifat Fisik Kimia Tepung Kimpul Xanthosoma Sagittifolium. [Jurnal] Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No. 2 110-120 Kalsum, Nurbani dan Surfiana. 2013. Karakteristik Dekstrin dari Pati Ubi Kayu yang Diproduksi dengan Metode Pragelatinisasi Parsial. [Jurnal] Penelitian Pertanian Terapan Vol. 13 1 13-23 ISSN 1410-5020 Padmaningrum, Regina Tutik dan Utomo, M Pranjoto. 2009. Perubahan Warna dan Kadar Beta-Karoten dalam Tepung Ubi Jalar Ipomoea batatas, L Akibat Pemutihan. [Jurnal] Kimia FMIPA UNY dalam Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan penerapan MIPA. Retnaningtyas, Dyah Ayu dan Putri, Widya Dwi Rukmini. 2014. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar Oranye Hasil Modifikasi Perlakuan STTP Lama Perendaman dan Konsentrasi [Jurnal] Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No. 4 6877 Wulan, Siti Narsito dkk. 2006. Modifikasi Pati Sederhana dengan Metode Fisik, Kimia, dan Kombinasi Fisik-Kimia Untuk Menghasilkan Tepung Pra-masak Tinggi Pati Resisten yang Dibuat dari Jagung, Kentang, dan Ubi Kayu. [Jurnal] Teknologi Pertanian Vol. 7 No. 1 1-9 Wulandari, Betty. 2014. Penggunaan Pemanis Rendah Kalori pada Pembuatan Velva Ubi jalar Oranye Ipomoea batatas L. [Jurnal] Teknosains pangan Vol. 3 No. 3 ISSN 2302-0733 Nama Juliana M Nur NIM 1306948 Pati merupakan karbohidrat yang terdiri atas amilosa dan amilopektin. Amilosa adalah bagian polimer linier dengan ikatan α-1,4 unit glukosa yang memiliki derajat polimerisasi setiap molekulnya yaitu 102-104 unit glukosa. Sedangkan amilopektin merupakan polimer α-1,4 unit glukosa yang memiliki percabangan α-1,6 unit glukosa dengan derajat polimerisasi yang lebih besar yaitu 104-105 unit glukosa. Bagian percabangan amilopektin terdiri dari α-Dglukosa dengan derajat polimerisasi sekitar 20-25 unit glukosa Kusnandar, 2011. Menurut Winarno 1992, kandungan pati yang terdapat di dalam ubi kayu adalah 34,6%. Amilosa merupakan fraksi pati yang terlarut. Molekul amilosa yang memiliki sifat hidrofilik dengan afinitas air yang tinggi menyebabkan amilosa pati semakin paralel dengan ikatan hidrogen. Apabila afinitas tersebut menurun maka ukuran pati akan membesar sehingga pada konsentrasi rendah akan terjadi presipitasi dan pada konsentrasi tinggi akan terbentuk gel. Hubungan antara molekul amilosa ini disebut retrogradasi. 1. Ekstraksi Pati Alami Pada praktikum Teknologi Pengolahan Serelia dan Umbi-umbian kali ini di lakukannya ekstraksi alami dan juga modifikasi pati. Yang bertujuan untuk mengetahui prosedur ekstraksi pati alami baik dengan metode basah ataupun kering dan tahapan penting yang memerlukan pengendalian untuk memperoleh produk berkualitas. Dengan bahan baku yang di gunakan adalah singkong dan ubi jalar. Pada proses ektraksi pati alami dapat di lakukan dengan cara basah dan cara kering. Berikut merupakan hasi dari atribut pengamatan yang telah di lakukan pada ekstraksi pati alami pada kedua bahan baku berupa singkong dan ubi jalar a. Pati Singkong Pati singkong adalah pati yang didapatkan dari umbi singkong Manihot utilissima. Sampai saat ini, pati singkong telah banyak dieksploitasi secara komersial dan masih merupakan sumber utama kebutahan pati. Pati yang diperoleh dari ekstraksi umbi singkong ini akan memberikan warna putih jika diekstraksi secara benar. Pati singkong memiliki granula dengan ukuran 5-35 μm dengan rata-rata ukurannya di atas 17 μm Samsuri, 2008. Granula pati singkong akan pecah apabila dipanaskan pada suhu gelatinisasinya. Pati singkong mengandung 83% amilopektin yang mengakibatkan pasta yang terbentuk menjadi bening dan kecil kemungkinan untuk terjadi retrogradasi. Suhu gelatinisasi pada 62-73ºC, sedangkan suhu pembentukan pasta pada 63ºC. Berikut pembahasanpembahasan dari hasil pengamatan yang telah dilakukan Rendemen Rendemen pada pati ini adalah presentase produk atau pati yang didapatkan dari menbandingkan berat awal bahan baku dengan berat akhir produk pati yang dihasilkan. Rendeman didapatkan dengan cara menghitung menimbang berat akhir bahan yang dihasilkan dari proses dibandingkan dengan berat bahan awal sebelum mengalami proses ekstraksi. Jika dilihat dari hasil pengamatan rendemen dari pati singkong dengan menggunakan cara kering dan cara basah ternyata hasilnya berbeda jauh. Pati singkong dengan cara kering menghasilkan rendemen sebesar 4,76% sedangkan pati singkong dengan cara basah menghasilkan rendemen sebesar 12,158%. Itu dikarenakan cara ekstraksi yang dilakukan dengan cara yang berbeda terhadap bahan baku pembuatan pati. Dengan menggunakan cara basah pada saat proses ekstraksi dimungkinkan akan ada banyak pati yang lolos saat penyaringan dan kemungkinan ampas bahan bakunyapun ikut lolos. Warna Derajat Putih Pati yang diperoleh dari ekstraksi umbi singkong ini akan memberikan warna putih jika diekstraksi secara benar. Samsuri, 2008. Dan jika dilihat dari hasil pengamatan kedua cara ekstraksi menghasilkan pati berwarna putihm artinya ekstraksi dilakukan dengan benar oleh kedua cara. Aroma Aroma yang di hasilkan dari pati setiap bahan baku baik singkong maupun ubi jalar dengan cara ektraksi basah dan cara ektraksi kering memiliki aroma yang sama yaitu aroma khas tepung. Ini di karenakan bahan baku yang sudah di ektraksi secara pengulangan dan proses pengeringan sehingga aroma bahan bakunya yang sudah menghilang sedangkan aroma patinya semakin kuat karena bahan baku sudah di buat dalam bentuk tepung atau di ambil patinya saja. Tekstur Mesh Dari tekstur bahan baku yang berbeda otomatis akan adanya perbedaan mesh dari setiap pati dengan cara ekstraksi basah maupun kering. Karena singkong banyak mengandung pati sehingga teksturnya yang lebih keras. Pada pati singkong baik ekstraksi cara basah maupun ektraksi cara kering menggunakan ayakan 100mesh. Penggunaan ukuran mesh ini mempengaruhi kehalusan pati karena semakin kecil ukuran mesh maka akan semakin halus pati yang lolos. Dan bagaimana kelolosan pada pati tersebut terhadap ayakan. Jika dibandingkan dengan pati ubi jalar yang hanya menggunakan ayakan 80 mesh itu artinya pati singkong memiliki tekstur leih halus dari pati ubi jalar. Gambar Granula Pati Granula pati adalah komponen utama yang tidak dapat pecah dalam air dingin, dan ketika ditambahkan ke air pada suhu ruang, hanya sedikit terjadi pemecahan sampai dilakukan pemanasan. Struktur granula pati yang terdiri dari kristal kristalit, micelles, area yang terorganisir dan bukan kristal tidak berbentuk, bukan kristal, fase gel. Area yang tidak terbentuk dari granula pati adalah akibat adanya air yang masuk dan enzim serta aktivitas asam. Kristal merupakan perubahan sejumlah besar rantai glukosa yang mengalami pengikatan hidrogen untuk membentuk area yang sulit bagi air dan enzim untuk menembus. Granula pati asli tidak dapat larut dalam air dingin, tetapi mengembang secara reversible ketika diletakkan dalam air dingin. Granula pati dalam pati yang berbahan dasar berbeda dan juga cara ekstraksi yang berbeda mempunyai bentuk granula butir yang berbeda-beda. Dengan mikroskop jenis pati dapat dibedakan karena mempunyai bentuk, ukuran, letak hilum yang unik, dan juga dengan sifat birefringent-nya. Distribusi ukuran granula pati berpengaruh terhadap kekuatan pembengkakan pati. Ukuran granula pati yang kecil, maka kekuatan pembengkakannya juga kecil. Uukuran dan bentuk granula pati yang didapatkan, hasil yang terlihat pada microscop bentuk pati terlihat lonjong dan bulat. Swelling Power Swelling power merupakan perbandingan berat pasta dengan berat pati kering, pasta ini termasuk amilopektin yang tidak larut dalam air. Oleh karena itu jika kandungan amilopektin pasta semakin berkurang, maka swelling powernya juga semakin berkurang HeeYoung An, 2005. Pada pati singkong dengan cara kering memiliki kadar swelling power yaitu 3147,30%, sedangkan pati singkong dengan cara basah memiliki kadar swelling power sebesar 3541,3%. Dari hasil dapat dilihat bahwa kadar swelling power pada pati singkong yang diekstraksi dengan cara basah memiliki kadar swelling yang lebih tinggi dibandingkan pati singkong yanag diekstraksi dengan cara kering, ini berarti pati singkong yang diekstraksi dengan cara basah lebih banyak menyerap air sehingga kadar swelling powernya tinggi sehingga volumenya pun lebih tinggi di bandingkan dengan pati singkong yang diekstraksi dengan cara kering. Selain karna disebabkan oleh cara pengekstraksiannya hal lain yang bisa menyebabkan persentase swelling power pada pati singkong yang diekstraksi dengan cara basah lebih tinggi juga karena penggunaan singkong dengan kadar amilosa yang tinggi maka akan menyerap air lebih banyak sehingga pengembangan volume juga semakin besar. b. Pati Ubi Jalar Pati ubi jalar merupakan pati yang di dapatkan dari ubi jalar. Ubi jalar Ipomoea batatas merupakan salah satu tanaman pangan tropis yang banyak terdapat di Indonesia. Ubi jalar memiliki potensi yang sangat layak untuk dipertimbangkan dalam menunjang program diversifikasi pangan yang berbasiskan pada produk tepung dan pati Honestin 2007. Pati ubi jalar belum banyak dimanfaatkan di Indonesia seperti pati ubi kayu, jagung dan garut. Ubi jalar memiliki empat varietas yang berbeda warna daging umbinya, yaitu Sukuh putih, Sari krem, Pakhong kuning muda, dan Ayamurasaki ungu tua. Warna daging umbi berpengaruh terhadap derajat putih pati; nilai derajat putih tertinggi pada pati dari varietas Sari 91,2%. Rendemen pati tertinggi diperoleh dari pati varietas Sukuh dan Ayamurasaki, masing-masing 14,5% dan 14,2%; nilai ini berkorelasi positif dengan kadar pati pada umbi segar. Pati varietas Sukuh memiliki tingkat kekerasan dan kekuatan gel tertinggi, berkaitan dengan kadar amilosanya yang tertingggi juga 39% bk. Berikut pembahasanpembahasan dari hasil pengamatan yang telah dilakukan Rendemen Jika dilihat dari hasil pengamatan rendemen dari pati ubi jalar dengan menggunakan cara kering dan cara basah ternyata hasilnya berbeda jauh. Pati ubi jalar dengan cara kering menghasilkan rendemen sebesar 3,15% sedangkan pati ubi jalar dengan cara basah menghasilkan rendemen sebesar 4,3769%. Itu dikarenakan cara ekstraksi yang dilakukan dengan cara yang berbeda terhadap bahan baku pembuatan pati. Dengan menggunakan cara basah pada saat proses ekstraksi dimungkinkan akan ada banyak pati yang lolos saat penyaringan dan kemungkinan ampas bahan bakunyapun ikut lolos. Warna Derajat Putih Warna dari pati ubi jalar pada kedua cara menghasilkan warna krem, berbeda dengan singkong yang menghasilkan pati berwarna putih. Itu disebabkan warna pigmen pada daging ubi jalar dan singkong jelas berbeda sehingga menghasilkan warna pati yang berbeda pula. Selain itu menurut Rosmakan dan Yuwono 2002 ubi jalar yang berwarna lebih cerah atau putih lebih diarahkan untuk pengembangan tepung dan pati karena umbi yang berwarna cerah cenderung lebih baik kadar patinya dan warna tepungnya pun lebih menyerupai terigu. Aroma Aroma yang di hasilkan dari pati setiap bahan baku baik singkong maupun ubi jalar dengan cara ektraksi basah dan cara ektraksi kering memiliki aroma yang sama yaitu aroma khas tepung. Ini di karenakan bahan baku yang sudah di ektraksi secara pengulangan dan proses pengeringan sehingga aroma bahan bakunya yang sudah menghilang sedangkan aroma patinya semakin kuat karena bahan baku sudah di buat dalam bentuk tepung atau di ambil patinya saja. Tekstur Mesh Ubi jalar banyak mengandung air sehingga teksturnya lebih empuk. Setelah proses ekstraksi, di lakukan pengayakan dengan ayakan 60-100 mesh. Pati ubi jalar menggunakan ayakan 80 mesh. Penggunaan ukuran mesh ini mempengaruhi jumlah rendemen kehalusan pati karena semakin kecil ukuran mesh maka akan semakin halus pati yang dihasilkan. Dan bagaimana kelolosan pada pati tersebut terhadap ayakan. Sehingga pati ubi jalar lebih kasar dibandingkan dengan pati singkong, karena memiliki ukuran mesh yang lebih besar. Gambar Granula Pati Granula pati adalah komponen utama yang tidak dapat pecah dalam air dingin, dan ketika ditambahkan ke air pada suhu ruang, hanya sedikit terjadi pemecahan sampai dilakukan pemanasan. Struktur granula pati yang terdiri dari kristal kristalit, micelles, area yang terorganisir dan bukan kristal tidak berbentuk, bukan kristal, fase gel. Area yang tidak terbentuk dari granula pati adalah akibat adanya air yang masuk dan enzim serta aktivitas asam. Kristal merupakan perubahan sejumlah besar rantai glukosa yang mengalami pengikatan hidrogen untuk membentuk area yang sulit bagi air dan enzim untuk menembus. Granula pati asli tidak dapat larut dalam air dingin, tetapi mengembang secara reversible ketika diletakkan dalam air dingin. Granula pati dalam pati yang berbahan dasar berbeda dan juga cara ekstraksi yang berbeda mempunyai bentuk granula butir yang berbeda-beda. Dengan mikroskop jenis pati dapat dibedakan karena mempunyai bentuk, ukuran, letak hilum yang unik, dan juga dengan sifat birefringent-nya. Distribusi ukuran granula pati berpengaruh terhadap kekuatan pembengkakan pati. Ukuran granula pati yang kecil, maka kekuatan pembengkakannya juga kecil. Uukuran dan bentuk granula pati yang didapatkan, hasil yang terlihat pada microscop bentuk pati terlihat lonjong dan bulat. Swelling Power Pada pati ubi jalar dengan cara kering memiliki kadar swelling power yaitu 789,07%, sedangkan pati ubi jalar dengan cara basah memiliki kadar swelling power sebesar 2042,87%. Dari hasil dapat dilihat bahwa kadar swelling power pada pati ubi jalar yang diekstraksi dengan cara basah memiliki kadar swelling yang lebih tinggi dibandingkan pati ubi jalar yanag diekstraksi dengan cara kering, ini berarti pati ubi jalar yang diekstraksi dengan cara basah lebih banyak menyerap air sehingga kadar swelling powernya tinggi sehingga volumenya pun lebih tinggi di bandingkan dengan pati ubi jalar yang diekstraksi dengan cara kering. Selain karna disebabkan oleh cara pengekstraksiannya hal lain yang bisa menyebabkan persentase swelling power pada pati ubi jalar yang diekstraksi dengan cara basah lebih tinggi juga karena penggunaan ubi jalar dengan kadar amilosa yang tinggi maka akan menyerap air lebih banyak sehingga pengembangan volume juga semakin besar. 2. Modifikasi Pati Pada praktikum kali ini juga di lakukan prosedur dan pembuatan modifikasi pada pati, baik itu pati pregelatinisasi dan juga tepung pramasak termodifikasi. Pati yang di gunakan adalah pati ekstraksi alami yang sudah di buat dan juga bahan baku yang sama yaitu singkong dan ubi jalar. Pati termodifikasi adalah pati yang gugus hidroksilnya telah diubah lewat suatu reaksi kimia acetylasi, esterifikasi, sterifikasi atau oksidasi atau dengan mengganggu struktur asalnya Fleche, 1985. Pati diberi perlakuan tertentu dengan tujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya atau untuk merubah beberapa sifat sebelumnya atau untuk merubah beberapa sifat lainnya. Perlakuan ini dapat mencakup penggunaan panas, asam, alkali, zat pengoksidasi atau bahan kimia lainnya yang akan menghasilkan gugus kimia baru dan atau perubahan bentuk, ukuran serta struktur molekul pati. Pati yang telah termodifikasi akan mengalami perubahan sifat yang dapat disesuaikan untuk keperluan-keperluan tertentu. Sifat-sifat yang diinginkan adalah pati yang memiliki viskositas yang stabil pada suhu tinggi dan rendah, daya tahan terhadap kondisi asam dan suhu sterilisasi Wirakartakusuma, et al., 1989. a. Pregelatinisasi pada pati Salah satu sifat pati adalah tidak larut dalam air dingin, karena molekulnya berantai lurus atau bercabang tidak berpasangan, sehingga membentuk jaringan yang mempersatukan granula pati. Kesulitan dalam penggunaan patiadalah pemasakannya memakan waktu yang cukup lama dan pasta yang terbentuk juga cukup keras. Selain itu terjadinya proses retrogradasi dan sineresis pada pati alami sering tidak dikehendaki. Retrogradasi merupakan proses kristalisasi kembali dan pembentukan matrik pati yang telah mengalami gelatinisasi akibat pengaruh suhu. Cara untuk mengatasi hal tersebut yaitu perlu dilakukan modifikasi pati sehingga diperoleh sifat-sifat yang cocok untuk aplikasi tertentu. Pregelatinisasi pati merupakan teknik modifikasi pati secara fisik yang paling sederhana yang dilakukan dengan cara memasak pati di dalam air sehingga tergelatinisasi sempurna, kemudian mengeringkan pasta pati yang dihasilkan dengan menggunakan spray dryer atau drum dryer. Setelah mengalami gelatinisasi maka pati pregelatinisasi tidak lagi memiliki penampakan granula pati. Pati pregelatinisasi bersifat instan, dimana dapat larut dalam air dingin cold water soluble. Di samping itu, pati pregelatinisasi memiliki viskositas yang lebih rendah dibanding pati yang tidak dipregelatinisasi. Pregeletinisasi pada pati ini menggunakan dua bahan baku yaitu singkong dan jalar, yang sebelumnya sudah di lakukan proses pembuatan pati dengan cara ekstraksi basah dan kering dari setiap bahan baku. Berikut pembahasan-pembahasan dari hasil pengamatan yang telah dilakukan Rendemen % Jika dilihat dari hasil pengamatan rendemen dari pati singkong dengan rendemen dari pati ubi jalar dengan menggunakan metode yang sama yaitu pregelatinisasi hasilnya berbeda jauh. Pati singkong menghasilkan rendemen sebesar 8,1885% sedangkan pati ubi jalar menghasilkan rendemen sebesar 64,40%. Seharusnya rendemen pati pada singkong lebih banyak dibandingkan ubi jalar, karena pati singkong memiliki tekstur yang lebih halus dari pada ubi jalar yang memungkinkan pati banyak yang lolos pada saat pengayakan. Perbedaan dengan teori ini disebabkan kesalahan pada saat praktikum ketika pengayakan. Warna derajat putih Pati dengan cara pregelatinisasi berpengaruh terhadap warna karena pada umumnya pati itu berwarna putih. Namun jika dilihat dari hasil pengamatan, pati singkong menghasilkan warna putihkrem sedangkan pati ubi jalar berwarna cokelat. Kondisi ini disebabkan oleh proses pemanasan pada pre gelatinisasi akan melarutkan beberapa komponen kimia dalam tepung dan sel pati seperti gula, amilosa, protein. Proses pengeringan kembali pati yang tergelatinisasi memungkinkan senyawa-senyawa terlarut tersebut, seperti gula perduksi dan protein bereaksi menghasilkan pigmen berwarna coklat atau krem Hapsari, 2013. Aroma Aroma pati akan dipengaruhi oleh komposisi kimia yang terkandung dalam ubi jalar. Berdasarkan hasil praktikum diperoleh pati yang beraroma ubi. Seharusnya pati yang dihasilkan tidak beroma, namun komposisi kimia ubi jalar yang menjadikan pati ubi jalar yang dihasilkan beraroma ubi. Aroma pati ubi jalar dapat berkurang dipengaruhi oleh proses perolehan pati. Proses pemanasan/ pengeringan pada saat ekstraksi pati mungkin bisa menguapkan atau mereduksi senyawa-senyawa kimia penghasil aroma pada pati yang dihasilkan. Tekstur mesh Uji makroskopik dilakukan untuk mengetahui ukuran pati ubi jalar dan pati songkong yang dihasilkan. Uji ini menggunakan bantuan ayakan bertingkat dengan mesh 60, 80, dan 100. Pati ubi jalar Pregelatinisasi memiliki kehalusan 60 mesh. Sedangkan pati singkong memiliki kehalusan 100 mesh. Hal ini sesuai pada Farmakope Indonesia IV 1995 yang menyatakan bahwa pati alami berbentuk serbuk sangat halus. Semakin besarnya ukuran pati pregelatin disebabkan karena proses gelatinasi yang terjadi. Proses gelatinasi mengakibatkan granul-granul pati pecah dan berubah menjadi susunan yang bergerombol Kurniadi, 2010 dalam Karisma. Granula pati Proses gelatinasi adalah proses pembentukan gel akibat adanya penambahan air dan pemanasan pada suhu yang sesuai, menyebabkan granul-granul amilum mengembang lalu pecah menjadi susunan yang bergerombol. Semakin tinggi suhu pemanasan dan penambahan air maka akan semakin sempurna proses gelatinasi, ditandai dengan semakin banyaknya granulgranul yang bergerombol Kurniadi, 2010. Susunan yang bergerombol ini menghasilkan amilum dengan ukuran partikel berbentuk granul. Pada pati pregelatinisasi memiliki bentuk yang lebih besar akibat terjadinya pengembangan karena absorbsi air yang dilakukan oleh pati. Bentuk granula pati termodifikasi lebih besar dengan bentuk yang tidak seragam. Distribusi ukuran granula pati berpengaruh terhadap kekuatan pembengkakan pati. Ukuran granula pati yang kecil, maka kekuatan pembengkakannya juga kecil. Smith 1982 menambahkan bahwa Pada struktur granula pati, amilosa dan amilopektin tersusun dalam suatu cincin-cincin. Jumlah cincin dalam suatu granula kurang lebih berjumlah 16, dimana sebagian berbentuk lapisan amorf dan sebagian berbentuk lapisan semikristal. Amilosa dan amilopektin di dalam granula pati dihubungkan dengan ikatan hidrogen. Apabila granula pati dipanaskan di dalam air, maka energy panas akan menyebabkan ikatan hidrogen terputus, dan air masuk ke dalam granula pati. Air yang masuk selanjutnya membentuk ikatan hidrogen dengan amilosa dan amilopektin. Meresapnya air ke dalam granula menyebabkan terjadinya pembengkakan granula pati. Ukuran granula akan meningkat sampai batas tertentu sebelum akhirnya granula pati tersebut pecah. Pecahnya granula menyebabkan bagian amilosa dan amilopektin berdifusi keluar. Proses masuknya air ke dalam pati yang menyebabkan granula mengembang dan akhirnya pecah. Karena jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, maka kemampuan menyerap air sangatlah besar pula. Terjadi peningkatan viskositas disebabkan air yang dulunya berada di luar granula dan bebas bergerak sebelum suspense dipanaskan, kini sudah berada dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak bebas lagi. Ukuran granula terutama berpengaruh pada profil gelatinisasi, interaksiamilosa-lipid, kelarutan dan swelling volume serta kemudahan didegradasi oleh enzim. Semakin besar ukuran granula menyebabkan granula bersifat lebih kristalin, lebih sedikit membentuk kompleks dengan lemak, lebih sedikit larut dan mengembang serta lebih lambat didegradasi enzim Lindeboom et al., 2004. Swelling power Pada pati ubi jalar memiliki kadar swelling power yaitu 1652,8672% sedangkan pati singkong memiliki kadar swelling power sebesar 3929,417%. Dari hasil dapat dilihat bahwa kadar swelling power pada pati singkong memiliki kadar swelling yang lebih tinggi dibandingkan pati ubi, ini berarti pati singkong lebih banyak menyerap air sehingga kadar swelling powernya tinggi sehingga volumenya pun lebih tinggi di bandingkan dengan pati ubi jalar. Selain karna disebabkan oleh cara pengekstraksiannya hal lain yang bisa menyebabkan persentase swelling power pada pati singkong lebih tinggi juga karena singkong memiliki kadar amilosa yang tinggi maka akan menyerap air lebih banyak sehingga pengembangan volume juga semakin besar. b. Tepung pra-masak termodifikasi Tepung pra masak termodifikasi merupakan cara mendapatkan rendemen pati dengan cara pendinginan yang dilakukan untuk menggelatinisasi pati yang terdapat pada suatu bahan. Maquenne 1993 dalam Jacobson and BeMiller 1998 menemukan pengaruh suhu terhadap tingkat retrogradasi pati, dimana kecepatan retrogradasi akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu. Makin rendah suhu, makin cepat proses retrogradasi dan makin banyak pati. Berikut pembahasan-pembahasan dari hasil pengamatan yang telah dilakukan Rendemen % Jika dilihat dari hasil pengamatan rendemen dari pati singkong dengan rendemen dari pati ubi jalar dengan menggunakan metode yang sama yaitu pra-masak hasilnya berbeda jauh. Pati singkong menghasilkan rendemen sebesar 109,2323% sedangkan pati ubi jalar menghasilkan rendemen sebesar 11,82%. Pati pada singkong lebih banyak dibandingkan pati pada ubi jalar dikarenakan pati singkong memiliki tekstur yang lebih halus dari pada ubi jalar yang memungkinkan pati banyak yang lolos pada saat pengayakan. Warna derajat putih Pati dengan cara pregelatinisasi berpengaruh terhadap warna karena pada umumnya pati itu berwarna putih. Namun jika dilihat dari hasil pengamatan, pati singkong menghasilkan warna putihkrem sedangkan pati ubi jalar berwarna cokelat. Kondisi ini disebabkan oleh proses pemanasan pada pre gelatinisasi akan melarutkan beberapa komponen kimia dalam tepung dan sel pati seperti gula, amilosa, protein. Proses pengeringan kembali pati yang tergelatinisasi memungkinkan senyawa-senyawa terlarut tersebut, seperti gula perduksi dan protein bereaksi menghasilkan pigmen berwarna coklat atau krem Hapsari, 2013. Aroma Aroma pati akan dipengaruhi oleh komposisi kimia yang terkandung dalam ubi jalar. Berdasarkan hasil praktikum diperoleh pati yang beraroma ubi. Seharusnya pati yang dihasilkan tidak beroma, namun komposisi kimia ubi jalar yang menjadikan pati ubi jalar yang dihasilkan beraroma ubi. Aroma pati ubi jalar dapat berkurang dipengaruhi oleh proses perolehan pati. Proses pemanasan/ pengeringan pada saat ekstraksi pati mungkin bisa menguapkan atau mereduksi senyawa-senyawa kimia penghasil aroma pada pati yang dihasilkan. Tekstur mesh Uji makroskopik dilakukan untuk mengetahui ukuran pati ubi jalar yang dihasilkan. Uji ini menggunakan bantuan ayakan bertingkat dengan mesh no. 60, 80, dan 100. Pati ubi jalar pra masak dan pati singkong memiliki kehalusan 100 mesh. Hal ini sesuai pada Farmakope Indonesia IV 1995 yang menyatakan bahwa pati alami berbentuk serbuk sangat halus. Semakin besarnya ukuran pati pregelatin disebabkan karena proses gelatinasi yang terjadi. Proses gelatinasi mengakibatkan granul-granul pati pecah dan berubah menjadi susunan yang bergerombol Kurniadi, 2010 dalam Karisma. Granula pati Proses gelatinasi adalah proses pembentukan gel akibat adanya penambahan air dan pemanasan pada suhu yang sesuai, menyebabkan granul-granul amilum mengembang lalu pecah menjadi susunan yang bergerombol. Semakin tinggi suhu pemanasan dan penambahan air maka akan semakin sempurna proses gelatinasi, ditandai dengan semakin banyaknya granulgranul yang bergerombol Kurniadi, 2010. Susunan yang bergerombol ini menghasilkan amilum dengan ukuran partikel berbentuk granul. Pada pati pregelatinisasi memiliki bentuk yang lebih besar akibat terjadinya pengembangan karena absorbsi air yang dilakukan oleh pati. Bentuk granula pati termodifikasi lebih besar dengan bentuk yang tidak seragam. Distribusi ukuran granula pati berpengaruh terhadap kekuatan pembengkakan pati. Ukuran granula pati yang kecil, maka kekuatan pembengkakannya juga kecil. Smith 1982 menambahkan bahwa Pada struktur granula pati, amilosa dan amilopektin tersusun dalam suatu cincin-cincin. Jumlah cincin dalam suatu granula kurang lebih berjumlah 16, dimana sebagian berbentuk lapisan amorf dan sebagian berbentuk lapisan semikristal. Amilosa dan amilopektin di dalam granula pati dihubungkan dengan ikatan hidrogen. Apabila granula pati dipanaskan di dalam air, maka energy panas akan menyebabkan ikatan hidrogen terputus, dan air masuk ke dalam granula pati. Air yang masuk selanjutnya membentuk ikatan hidrogen dengan amilosa dan amilopektin. Meresapnya air ke dalam granula menyebabkan terjadinya pembengkakan granula pati. Ukuran granula akan meningkat sampai batas tertentu sebelum akhirnya granula pati tersebut pecah. Pecahnya granula menyebabkan bagian amilosa dan amilopektin berdifusi keluar. Proses masuknya air ke dalam pati yang menyebabkan granula mengembang dan akhirnya pecah. Karena jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, maka kemampuan menyerap air sangatlah besar pula. Terjadi peningkatan viskositas disebabkan air yang dulunya berada di luar granula dan bebas bergerak sebelum suspense dipanaskan, kini sudah berada dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak bebas lagi. Ukuran granula terutama berpengaruh pada profil gelatinisasi, interaksiamilosa-lipid, kelarutan dan swelling volume serta kemudahan didegradasi oleh enzim. Semakin besar ukuran granula menyebabkan granula bersifat lebih kristalin, lebih sedikit membentuk kompleks dengan lemak, lebih sedikit larut dan mengembang serta lebih lambat didegradasi enzim Lindeboom et al., 2004. Swelling power Pada pati ubi jalar memiliki kadar swelling power yaitu 1601,43% sedangkan pati singkong memiliki kadar swelling power sebesar 3002,14%. Dari hasil dapat dilihat bahwa kadar swelling power pada pati singkong memiliki kadar swelling yang lebih tinggi dibandingkan pati ubi, ini berarti pati singkong lebih banyak menyerap air sehingga kadar swelling powernya tinggi sehingga volumenya pun lebih tinggi di bandingkan dengan pati ubi jalar. Selain karna disebabkan oleh cara pengekstraksiannya hal lain yang bisa menyebabkan persentase swelling power pada pati singkong lebih tinggi juga karena singkong memiliki kadar amilosa yang tinggi maka akan menyerap air lebih banyak sehingga pengembangan volume juga semakin besar. Sumber Andarwulan, N., F. Kusnandar, dan D. Herawati. 2011. Analisis Pangan. PT Dian Rakyat. Jakarta. Fleche G. 1985. Chemical Modifikation and Degradation of Starch, Di dalam Van Beynum dan Roels ed Starch conversion technology. London Applied Science Publ. Hee-Young An. 2005. Effects of Ozonation and Addition of Amino acids on Properties of Rice Starches. A Dissertation Submitted to the Graduate Faculty of the Louisiana state University and Agricultural and Mechanical College Hapsari, Titi. 2013. Pengaruh Pre Gelatinisasi Terhadap Karakteristik Tepung Singkong. Jurnal Penelitian. Online content/uploads/2013/04/HAPSARI-TITI-PALUPI-Pe Diakses pada 25 April 2015. Honestin, T. 2007. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 120 hlm Jacobson, and BeMiller. 1998. Method for Determining The Rate and Extent of Accelerated Starch Retrogradation. Cereal Chem 75 1 22-29 Karisma Sari, Kadek Lenny., Jemmy Anton Prasetia, dan Cok. Istri Sri Arisanti. Pengaruh Rasio Amilum Air Dan Suhu Pemanasan Terhadap Sifat Fisik Amilum Singkong Pregelatin Yang Ditujukan Sebagai Eksipien Tablet. Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Kurniadi, Tedi. 2010. Kopolimerisasi Grafting Monomer Asam Akrilat Pada Onggok Singkong dan Karakteristiknya. Tesis. Bogor Sekolah Pascasarjana IPB Lindeboom et al.. 2004. Analytical, biochemical, and physicochemical aspect of starch granule size with emphasis on small granulastarches A Review. Starch/starke. 5689-99. Rosmarkam, A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. Samsuri, Bilal. 2008. Penggunaan Pragelatinisasi Pati Singkong Suksinat Sebagai Matriks Dalam Sediaan Tablet Mengapung Verapamil HCL. Skripsi. FMIPA-UI. Depok. Smith, P. S. 1982. Starch Derivatives and Their Use in Foods. Di dalam Lineback, D. R. dan Inglett, G. E. eds.. Food Carbohydrates. The AVI Publishing Company Inc., Westport, Connecticut. Winarno, FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wirakartakusumah, K. Abdullah, dan Syarif. 1992. Sifat Fisik Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Nama Mita Maharani Bahriah NIM 1305741 Berdasarkan hasil ekstraksi pati ubi kayu dan ubi jalar, rendemen pati yang dihasilkan dari ubi kayu adalah 4,76 % cara kering dan 12,158% cara basah, dan dari ubi jalar adalah 3,15% cara basah dan 4,3769% cara kering. Hasil ekstraksi dengan dua cara yang berbeda ini menunjukan hasil yang berbeda, ekstraksi cara kering cenderung memberikan hasil yang lebih sedikit dibandingkan dengan cara basah, hal ini terjadi, karena adanya proses perebusan yang menyebabkan penyerapan air pada bahan, sehingga meningkatkan berat dari bahan yang tentunya berpengaruh terhadap rendemen dan kadar air yang dihasilkan. Pada pati termodifikasi, dengan dua variasi perlakuan yaitu pregelatinisasi dan pra-masak, menunjukan hasil yang sangat bervariasi. Pati pragelatinisasi yang dihasilkan dari ubi kayu sekitar 8,1885 , dan ubi jalar 65,40%, sedangkan pada pati pra-masak dari ubi kayu adalah 109,2323%, dan ubi jalar 11,82 . Hasil yang bervariasi ini kemungkinan karena adanya cacat data atau human error pada proses pengujian atau proses ekstraksi sehingga menyebabkan tidak akuratnya data. Namun pada beberapa penelitian lain yang dilakukan oleh Wulan et al. 2006, bahwa kadar pati resisten yang dihasilkan dari modifikasi pramasak dari ubi kayu didapatkan hasil sekitar 6% dari kadar pati total 30%. Warna atau derajat putih yang dihasilkan dari ekstraksi pati dengan dua cara yang berbeda tidak tidak menunjukan perbedaan yang signifikan terhadap derajat putih yang dihasilkan, namun derajat putih yang dihasilkan dari bahan yang berbeda memberikan warna yang berbeda, seperti pada ekstrak pati yang didapatkan dari ubi kayu cenderung berwarna putih pucat sedangkan dari ubi jalar adalah putih cream. Hal ini terjadi karena perbedaan pigmen yang terdapat dalam bahan. Hal ini juga terjadi pada pati pragelatinisasi, warna yang dihasilkan dari ubi jalar menunjukan hasil kecoklata, hal ini kmungkinan terjadi karena adanya pencoklatan selama proses pragelatinisasi, karena adanya pemanasan. Pre gelatinisasi memberikan penurunan tingkat penerimaan panelis terhadap warna tepung singkong, dibandingkan perlakuan tanpa pre gelatinisasi Hapsari, 2007. Hal ini dapat terjadi karena semakin terdegradasinya pigmen dalam tepung sehingga menurunkan ketajaman warna yang dihasilkan. Pada aspek aroma, setiap perlakuan tidak menunjukan adanya perbedaan ketajaman aroma pada ekstrak ubi kayu, namun terdapat perbedaan aroma ketajaman aroma yang dirasakan pada ekstrak ubi kayu dengan cara kering. Pada pati pra-masak terjadi modifikasi dalam sifat kimia dan fisik yang menurunkan daya cerna. Pada modifikasi pati secara kombinasi dan fisik, perlakuan pendinginan 4oC mengakibatkan pati yang telah tergelatinisasi menjadi teretrogradasi lebih cepat. Maquenne 1993 dalam Jacobson and BeMiller 1998 dalam Wulan 2006 menemukan pengaruh suhu terhadap tingkat retrogradasi pati, dimana kecepatan retrogradasi akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu. Makin rendah suhu, makin cepat proses retrogradasi dan makin banyak pati resisten yang terbentuk. Pendinginan sesudah pemasakan akan mengubah keadaan fisik polisakarida sehingga menurunkan kecernaannya Wulan, 2006. Asp and Bjork 1992 dalam Wulan 2006, menyatakan makin tinggi kadar amilosa pati maka makin tinggi pula kadar pati resistennya. Granula pati kaya amilosa mampu mengkristal yang lebih besar, disebabkan oleh lebih intensifnya ikatan hidrogen, akibatnya tidak dapat mengembang atau mengalami gelatinisasi sempurna pada waktu pemasakan sehingga tercerna lebih lambat. Menurut Be Miller and Whistler 1996 dalam Fennema 1996, gugus ester fosfat menyebabkan amilopektin pati menghasilkan gaya tolak-menolak Coulomb kentang yang bermuatan negatif mungkin memberikan kontribusi pada pengembangan granula pati kentang yang cepat dalam air hangat dan pada beberapa sifat pasta kentang seperti viskositas yang tinggi dan kejernihan clarity yang bagus serta laju retrogradasi yang rendah. Pada ubi kayu modifikasi fisik berperan meningkatkan kandungan pati resisten karena dapat memfasilitasi retrogradasi tanpa keberadaan gugus esterfosfat yang dapat mencegah penggabungan rantai molekul. Perlakuan pendinginan pada suhu rendah dan dilanjutkan pengeringan juga memfasilitasi retrogradasi amilopektin pada ubi kayu yang proporsinya cukup besar. Seperti dijelaskan Silverio, et al. 2000 bahwa retrogradasi amilopektin dapat difasilitasi dengan memberikan perlakuan siklus suhu-waktu. Daya Serap Air Swelling Power Pengujian daya serap air tepung ubi kayu, menggunakan metode sentrifugasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kalsum 2013, hasil pengujian daya serap air tepung ubi kayu, disajikan pada Gambar. Pada Gambar ini, terlihat bahwa ketersediaan pati, konsentrasi, dan suhu pemanasan pragelatinisasi parsial berpengaruh terhadap karakteristik kelarutan dalam air dan daya serap air dekstrin yang dihasilkan. Hasil pengujian pada Gambar 5, juga menunjukkan bahwa terjadi trend peningkatan daya serap air sesuai dengan semakin tingginya konsentrasi. Daya serap air terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi 20%. Dari hasil pengamatan, nilai daya serap air dekstrin ubi kayu berkisar antara 16,27 % - 20,67 % dengan nilai daya serap air dekstrin tertinggi terdapat pada dekstrin ubi kayu ketersediaan pati kering pada konsentrasi 50 % K4 dan pemanasan pada suhu 90oC T2 Gambar 5. Hasil pengujian pada Gambar 5, juga menunjukkan bahwa terjadi trend penurunan daya serap air akibat semakin tingginya suhu pemanasan untuk semua varietas. Sedangkan pati hasil ekstraksi dan modifikasi yang dihasilkan menunjukan swelling power yang cukup tinggi, yaitu berkisar pada 789,07 −3929,417 , swelling power terendah dihasilkan dari ekstrak pati kering ubi jalar, sedangkan yang paling tinggi didapatkan dari pati pregelatinisasi ubi kayu. Swelling power sangat dipengaruhi oleh ikatan antarmolekul penyusun pati. Dengan masuknya air ke dalam molukul pati, ikatan antarmolekul pati akan melemah sehingga nilai swelling power pati modifikasi lebih tinggi daripada pati alami Aziz, 2004 dalam Kalsum, 2012. Hasil penelitian Adity 2009 dalam Kalsum, 2012, mengatakan bahwa semakin kecil perbandingan pati dan air, maka semakin besar nilai swelling power nilai kelarutan, semakin besar dan volume minyak jahenya, akibatnya swelling power dan kelarutan cenderung meningkat. Swelling power sangat dipengaruhi oleh keberadaan gugus amilosa sebagai salah satu komponen penyusun pati. Semakin lama waktu proses, maka semakin banyak amilosa yang tereduksi, sehingga penurunan jumlah amilosa tersebut mengakibatkan kenaikan swelling power Sasaki dan Matsuki, 1998 dalam Artiani, 2007 dalam Kalsum, 2012. Granula pati yang dari pati hasil ekstraksi menunjukan bentuk yang masih bulat atau belum tergelatinisasi, hal ini berubah setelah dilakukan perlakuan seperti pregelatinisasi dan pra-masak yang telah mengalami gelatinisasi parsial sehingga hanya terlihat beberapa bulatan kecil dari granula pati. Sumber Hapsari, Titi P. A., Dkk. 2007. Pengaruh Pre Gelatinisasi Terhadap karakteristik Tepung Singkong. Universitas Yudharta. Kalsum, Nurbani, dan Surfiana. 2012. Karakteristik Dekstrin dari Pati Ubi Kayu yang Diproduksi dengan Metode Pragelatinisasi Parsial. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 13 1 13-23. Wulan, S. N., Dkk. 2006. Modifikasi Pati Sederhana Dengan Metode Fisik, Kimia, Dan Kombinasi Fisik Fisik- Kimia Untuk Untuk Menghasilkan Tepung Pra Tinggi Pati Resisten Yang Dibuat Dari Jagung, Dan Ubi Kayu. Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 7 No. 1 April 1-9. Nama Utari Nur Amalia NIM 1300751 Pada praktikum kali ini yaitu dilakukan ekstraksi pati alami dan modifikasi pati. Pati alami native menyebabkan beberapa permasalahan yang berhubungan dengan retrogradasi, kestabilan rendah, dan ketahanan pasta yang rendah. Pati alami mempunyai kelemahan pada karakteristiknya yaitu tidak larut dalam air dingin, membutuhkan waktu yang lama dalam pemasakan, pasta yang dihasilkan cukup keras, dan mempunyai kestabilan yang rendah. Hal tersebut menjadi alasan dilakukan modifikasi pati Fortuna, Juszczak, and Palansinski, 2001. Pati termodifikasi adalah pati yang diberi perlakuan tertentu dengan tujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya atau merubah beberapa sifat lainnya. Pati dimodifikasi dengan tujuan untuk mempermudah penggunaan dalam industri pangan, lebih stabil dalam proses dan lebih baik teksturnya. Selain itu juga agar suhu gelatinisasinya lebih tinggi dan tahan panas serta agar viskositasnya lebih baik dari pati sebelumnya. Pati termodifikasi bersifat tidak larut dalam air dingin dan persamaan sifat birefringence-nya. Konsentrasi asam, temperatur, konsentrasi pati, dan waktu reaksi dapat bervariasi tergantung dari sifat pati yang diinginkan. Pembuatan pati pada prinsipnya adalah dengan ekstraksi. Sampel yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum ini adalah singkong dan ubi jalar. Ekstaksi dilakukan dengan cara ekstraksi basah dan ekstraksi kering. Ekstraksi kering dilakukan dengan menghancurkan umbi yang telah dikupas dan di sortasi. Ekstraksi delakukan dengan perbandingan air dan umbi 4 1, kemudian dilakukan penyaringan, dan pengeringan. Sedangkan pada ekstraksi basah dilakukan pengeringan terlebih dahulu sebelum di hancurkan dengan grinder, setelah penghancuran dilakukan pengayakan dan perendaman pada air dengan perbandingan 1 5. Setelah pengendapan dilakukan pencucian dan barulah dikeringkan. Untuk mengetahui karakteristik pati dapat dilakukan beberapa uji seperti bentuk granula, gelatinisasi, kadar pati, dan swelling power. Bentuk dan ukuran morfologi granlua pati dipengaruhi oleh jenis bahan dasar sehingga mempunyai bentuk dan ukuran yang spesifik. Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi dan berbeda beda tergantung jenis pati dan konsentrasinya. Kadar pati merupakan kriteria mutu dan kualitas pati murni yang dihasilkan. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui karakteristik warna, aroma, bentuk granula, rendemen pati, tekstur, dan juga kapasitas pembengkakan Swelling Power pati. Rendemen merupakan perbandingan berat produk yang diperoleh terhadap berat bahan baku yang digunakan. Perhitungan rendemen dilakukan berdasarkan berat kering bahan. Berdasarkan pengamatan, rendemen pati singkong dan ubi jalar dengan perlakuan ekstraksi basah memiliki rendemen lebih tinggi daripada rendemen pati dengan perlakukan ekstraksi kering. Proses ekstraksi merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap mutu rendemen pati yang dihasilkan. Rendemen pati juga sangat berhubungan erat dengan kadar pati yang terkandung dalam umbi. Warna pada pati singkong hasil ekstraksi basah dan kering yaitu, putih. Sedangkan pada ubi jalar yaitu orange-krem. Warna pada pati singkong termodifikasi yaitu krem-kuning, sedangkan pada ubi jalar yaitu kuning. Aroma pada pati singkong dan ubi jalar hasil ekstraksi tidak begitu kuat, dibandingkan aroma pati termodifikasi, pati singkong dan ubi jalar termodifikasi lebih kuat aromanya. Tekstur merupakan salah satu parameter dalam pengujian sifat sensori organoleptik dengan menggunakan indera perabaan tangan yang dinyatakan dalam keras atau lunak. Tekstur pada pati ubi jalar hasil ekstraksi basah lebih kasar dari pada tekstur singkong. Berdasarkan pengamatan dan analisis dapat diketahui bahwa hasil uji Swelling power kapasitas pembengkakan pada pati yang tertinggi adalah pada pati ubi jalar hasil ekstraksi basah. Pada pati termodifikasi, hasil swelling power tertinggi adalah pada pati singkong modifikasi pra gelatinisasi. Pregelatinisasi merupakan teknik modifikasi pati secara spesifik yang paling sederhana yang dilakukan dengan cara memasak pati di dalam air sehingga tergelatinisasi sempurna. Pati pre gelatinisasi adalah pati yang mengalami proses gelatinisasi dan selanjutnya dikeringkan. Pati ini akan mengalami perubahan sifat fisik dan sifat pati alami. Menurut Padmaja et. al. 1996 modifikasi tepung secara pre gelatinisasi dengan perebusan parboiling dapat memperbaiki karakteristik dari pasta tepung. Swelling power sangat dipengaruhi oleh ikatan antarmolekul penyusun pati. Dengan masuknya air ke dalam molukul pati, ikatan antarmolekul pati akan melemah sehingga nilai swelling power pati lebih tinggi daripada pati alami Aziz, 2004. Hasil penelitian Adity 2009 mengatakan bahwa semakin kecil perbandingan pati dan air, maka semakin besar nilai swelling power nilai kelarutan. Swelling power sangat dipengaruhi oleh keberadaan gugus amilosa sebagai salah satu komponen penyusun pati. Semakin lama waktu proses, maka semakin banyak amilosa yang tereduksi, sehingga penurunan jumlah amilosa tersebut mengakibatkan kenaikan swelling power Sasaki dan Matsuki, 1998 dalam Artiani, 2007. Swelling power dipengaruhi oleh kemampuan molekul pati untuk mengikat air melalui pembentukan ikatan hidrogen. Setelah gelatinisasi ikatan hidrogen antara molekul pati terputus dan digantikan oleh ikatan hidrogen dengan air. Sehingga pati dalam tergelatinisasi dan granula-granula pati mengembang secara maksimal. Proses mengembangnya granula pati ini disebabkan karena perlakuan pre gelatinisasi secara parboiling perebusan. Pemanasan menyebabkan lemahnya ikatan hidrogen dalam granula, sehingga granula yang telah membengkak memiliki ukuran yang besar dan bersifat irreversibel. Ketika dilakukan proses pengeringan tepung yang telah tergelatinisasi, air mudah lepas dari ikatan hidroksil sehingga kadar air sedikit menurun. Menurut Kenneth, Leon and J Peter 1991 penggunaan panas yang terus meningkat menyebabkan ikatan hidrogen intermolukuler antara rantai amilosa dan rantai cabang amilopektin mulai melemah, sehingga granula pati mengembang secara cepat. Granula yang telah mengembang mempunyai struktur yang lebih lunak dan bersifat irreversible. Banyaknya air yang terserap kedalam tiap granula pati dan granula pati yang mengembang tersebut mengakibatkan swelling power menjadi meningkat. Temperatur merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi proses pre gelatinisasi. Jika pati tidak dipanaskan pada temperatur yang sesuai maka derajat pengembangan granula pati tidak tepat dan tidak memberikan sifat yang diinginkan. Perlakuan pre gelatinisasi sedikit menurunkan kadar amilosa. Hal ini disebabkan ketika pati dipanaskan dalam air pada temperatur gelatinisasi, energi panas menyebabkan ikatan hidrogen pati menjadi melemah. Ikatan yang lemah memudahkan air masuk ke dalam granula dan memungkinkan sedikit melarutnya dan terjadi pertukaran molekul amilosa menuju ke air. Bentuk granula dari pati singkong dan ubi jalar terlihat memiliki granula berbentuk bulat. Pada granula pati termodifikasi pragelatinisasi da pramasak memiliki bentuk yang sedikit berbeda. Pregelatinisasi merupakan salah satu teknik modifikasi fisik yang dapat mengatur ukuran partikel. Perlakuan pemanasan atau parboiling pada menyebabkan perubahan struktur dan ukuran granula. Proses pre gelatinisasi mengakibatkan granula pati mengembang, dan mengalami perubahan bentuk, meskipun tetap pada suatu lapisan atau fragmen yang melingkupinya. Proses pre gelatini asi ini bersifat ireversibel, dimana pati yang telah mengalami gelatinisasi tidak dapat kembali pada kondisi semula. Pregelatinisasi merupakan salah satu teknik modifikasi fisik yang dapat mengatur ukuran partikel. Proses Modifikasi Pati dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran partikel, temperatur, waktu reaksi, dan perbandingan berat air terhadap pati. Berikut beberapa faktor yang berpengaruh terhadap proses modifikasi pati secara umum 1. Ukuran Partikel Dalam proses modifikasi pati, ukuran partikel berpengaruh terhadap laju reaksi. Semakin kecil ukuran pati maka semakin cepat reaksi berlangsung karena ukuran partikel yang kecil akan meningkatkan luas permukaan serta meningkatkan kelarutan dalam air Saraswati, 2006. 2. Temperatur Secara umum temperatur berhubungan dengan laju reaksi. Makin tinggi temperatur, maka reaksi akan berlangsung lebih cepat. 3. Waktu reaksi Waktu reaksi berpengaruh terhadap tekstur pati yang dihasilkan. Waktu reaksi yang terlalu cepat mengakibatkan reaksi belum berjalan sempurna sedangkan jika waktu reaksi terlalu lama mengakibatkan terkstur yang kasar. Hal ini terjadi karena semakin lama waktu reaksi maka semakin banyak dinding sel singkong yang pecah sehingga terjadi pelubangan dari granula pati termodifikasi, hal ini menyebabkan permukaan yang tidak rata pada granula pati tersebut sehingga tekstur yang dihasilkan kasar Subagio, 2008. 4. Perbandingan Berat Air Terhadap pati Perbandingan berat air terhadap pati harus tepat agar pati dapat sempurna terlarut. Perbandingan yang terlalu besar akan menimbulkan pemborosan penggunaan pelarut, sedangkan perbandingan yang terlalu kecil dapat menyebabkan pengendapan pati. Menurut Sutrisno 2010 Kualitas pati ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu 1. Warna 2. Kandungan air 3. Tingkat kekentalan Sumber Ayu, Diah. 2014. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar Oranye Hasil Modifikasi Perlakuan Stpp Lama Perendaman Dan Konsentrasi Malang. Universitas Brawijaya Honestin, Trifena. 2007. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar Bogor. Institut Pertanian Bogor Kalsum, Nurbani. of Cassava Starch Dextrin Processed with Pregelatination Partial Method Lampung. Politeknik Negeri Lampung Murwati., dkk. 2005. Teknologi Pembuatan Tepung dan Olahan Ubi Jalar Yogakarta. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta Titi, Hapsari. 2007. Pengaruh Pre Gelatinisasi Terhadap Karakteristik Tepung Singkong. Universitas Yudharta Nama Winni Trinita Maulandhiyani NIM 1304693 Pada praktikum kali ini, kami melakukan penelitian ekstraksi pati alami cara basah dan cara kering serta modifikasi pati pregelatinisasi dan tepung pra masak termodifikasi pada singkong dan ubi jalar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur ekstraksi pati alami baik dengan metode basah ataupun kering dan tahapan penting yang memerlukan pengendalian untuk memperoleh produk berkualitas. Selain itu, sebagai referensi bagi industri untuk menghasilkan pati termodifikasi dengan menggunakan tepung pati pregelatinisasi dan tepung pra masak. Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras pera sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi Anonim, 2011. Ekstraksi pati merupakan suatu proses untuk mendapatkan pati dari suatu tanaman dengan cara memisahkan pati dari komponen lainnya yang terdapat pada tanaman tersebut. Ada beberapa metode dalam melakukan ekstraksi pati, antara lain alkaline steeping, wet milling, protein digestion, dan high intensity ultrasound. Drapcho dan Walker, 2008. Ekstraksi dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu ukuran bahan, suhu ekstraksi dan pelarut. Modifikasi pati dilakukan untuk mengatasi sifat-sifat dasar pati alami yang kurang menguntungkan seperti; tidak tahan panas, tidak tahan asam, tidak tahan gesekan dan pengadukan, kelarutan yang terbatas pada air, serta mudah mengalami sineresis, sehingga proses retrogradasi cepat terjadi. Sehingga dapat memperluas pemanfaatan pati dalam proses pengolahan pangan serta menghasilkan karakteristik produk pangan yang diinginkan. Pati termodifikasi adalah pati yang diperlakukan secara fisik atau kimia untuk mengubah salah satu atau lebih sifat fisik atau kimianya yang penting. Menurut Glicksman 1969, pati diberi perlakuan tertentu yang bertujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya atau untuk mengubah beberapa sifat lainnya. Perlakuan ini dapat mencakup penggunaan panas, asam, alkali, zat pengoksidasi, atau bahan kimia lainnya yang akan menghasilkan gugus kimia baru dan atau perubahan bentuk, ukuran, serta struktur molekul pati. Pati pregelatinisasi merupakan pati yang telah mengalami gelatinisasi dengan cara pemasakan dengan air di atas suhu gelatinisasinya kemudian dikeringkan, dibuat untuk memudahkan pelarutan dalam proses pengolahan. Biasanya pati pregelatinisasi dibuat dengan cara membuat pasta kadar pati dalam pasta 55% dan 45% berat kering, selanjutnya dikeringkan pada suhu sekitar 800C dan 1000C dengan menggunakan drum drier Anonim, 2001. Nama lain dari pati pregelatinisasi adalah precooked starch, pregelled starch, instant starch, cold water starch, dan cold water swellable starch. Pregelatinisasi merupakan salah satu bentuk transformasi fisik, untuk menghasilkan pati yang larut dalam air dingin Fennema, 1982. Rendemen % Rendemen merupakan persentase berat produk yang diperoleh terhadap berat bahan baku yang digunakan. Perhitungan rendemen dilakukan berdasarkan berat kering bahan. Rendemen tepung menyatakan nilai efisiensi dari proses pengolahan sehingga dapat diketahui jumlah tepung yang dihasilkan dari bahan dasar awalnya Anonim, 2011. Hasil perhitungan rendemen pati yang diperoleh dari ekstraksi cara kering dan cara basah pati singkong dan pati ubi jalar diketahui bahwa rendemen pati tertinggi terdapat pada ekstraksi basah pati singkong dengan rendemen 12,158%, sedangkan pada ekstraksi kering pati singkong yaitu 4,76%. Berikutnya rendemen pati yang diperoleh pada ekstraksi basah pati ubi jalar yaitu 4,3769% dan rendemen pati terendah terdapat pada ekstraksi kering pati ubi jalar dengan rendemen 3,15%. Berdasarkan data perhitungan rendemen hasil ekstraksi cara kering dan cara basah pati singkong dan pati ubi jalar dapat diketahui pada ekstraksi basah pati singkong memiliki kandungan pati yang tertinggi dan dengan demikian diketahui pula bahwa semakin rendah berat pati alami maka semakin rendah pula rendemen pati yang terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guritno 2003. Perbedaan hasil persentase perhitungan rendemen kemungkinan karena ekstraksi dipengaruhi beberapa faktor yaitu 1. Ukuran bahan. Proses pengecilan ukuran bahan memiliki tujuan untuk memperluas permukaan bahan sehingga mempercepat penetrasi pelarut ke dalam bahan yang akan diekstrak dan mempercepat waktu ekstraksi. Semakin kecil ukuran bahan akan semakin luas permukaan bahan namun dapat berakibat terbawanya padatan inert di dalam pelarut sehingga mengganggu aktivitas pelarut. Selain untuk memperluas, tujuan lainnya adalah agar homogen sehingga kontak dengan solventnya dapat seragam di semua bagian. 2. Suhu Ekstraksi. Ekstraksi lebih cepat dilakukan pada suhu tinggi. Kondisi suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan berubahnya struktur antioksidan. Sehingga dibutuhkan kondisi suhu yang optimal. 3. Pelarut. Pelarut yang baik untuk ekstraksi adalah pelarut yang mempunyai daya melarutkan yang tinggi terhadap zat yang diekstraksi. Daya melarutkan yang tinggi ini berhubungan dengan kepolaran pelarut dan kepolaran senyawa yang diekstraksi. Terdapat kecenderungan kuat bagi senyawa polar larut dalam pelarut polar dan sebaliknya. Warna derajat putih Warna merupakan salah satu atribut penting untuk produk pangan. Warna / derajat putih diukur dengan pengamatan secara organoleptik dengan standar warna putih BaSO4 = 100 %. Berdasarkan hasil pengamatan, warna pada pati ubi jalar ekstraksi cara kering dan ekstraksi cara basah memiliki warna yang berbeda, pada ekstraksi cara kering pati berwarna orange-krem sedangkan pada ekstraksi cara basah pati berwarna krem. Berikutnya pada pati pregelatinisasi ubi jalar berwarna coklat dan pada pati modifikasi pra masak berwarna kuning. Berdasarkan hasil pengamatan, pati singkong termasuk pati yang memiliki standar warna putih karena warna yang dihasilkan pada ekstraksi cara kering maupun cara basah yaitu berwarna putih ++. Lalu pada pati pregelatinisasi berwarna putih – krem sedangkan pada pati modifikasi pra masak berwarna kuning. Balagopalan et al., 1988 menyatakan bahwa pati alami yang memiliki swelling power tinggi dan kecenderungan retrogradasinya rendah memiliki kejernihan yang lebih tinggi. Suspensi pati alami dalam air berwarna buram opaque, namun proses gelatinisasi pada granula pati dapat meningkatkan transparansi larutan tersebut. Pati dengan warna buram dapat digunakan untuk produk sejenis salad dressing. Disamping itu kejernihan dipengaruhi oleh kandungan ISSP insoluble starch particles dalam pati Stoddard, 1999. ISSP ialah partikel-partikel pati yang tersusun atas sejumlah besar amilosa yang saling bergandengan membentuk rantai lurus. Menurut Meyer 1960 dan Mulyandari 1992, derajat putih sangat dipengaruhi oleh proses ekstraksi pati. Semakin murni proses ekstraksi pati, maka tepung yang dihasilkan akan semakin putih. Jika proses ekstraksi pati dilakukan dengan baik maka semakin banyak komponen pengotor yang hilang bersama air pada saat pencucian pati. Aroma Aroma yang dihasilkan dari setiap pati singkong dan pati ubi jalar dengan ekstraksi cara kering maupun cara basah, pati pregelatinisasi serta pati modifikasi pra masak dapat disimpulkan memiliki aroma yang sama yaitu aroma khas tepung / aroma singkong atau aroma ubi jalar. Ini disebabkan karena singkong dan ubi jalar yang sudah di ekstraksi secara pengulangan dan proses pengeringan sehingga aroma singkong dan ubi jalar sudah menghilang banyak sedangkan aroma patinya semakin kuat karena sudah di buat dalam bentuk tepung atau di ambil patinya saja. Tekstur mesh Kehalusan diukur dengan menggunakan ayakan. Ayakan bekerja dengan menggunakan beberapa susunan ayakan atau saringan, ayakan yang digunakan berjumlah tiga buah yang disusun, lalu dipaling bawah diberi wadah untuk menampung sisa sampel. Ayakan yang digunakan yaitu ayakan dan 150mm. Pengukuran dilakukan dengan menimbang sejumlah sampel lalu ditaburkan secara merata pada ayakan paling atas, kemudian ayakan ditutup. Berdasarkan pengamatan, kehalusan pati singkong dan pati ubi jalar cara kering dan cara basah, pati pregelatinisasi serta pati modifikasi pra masak berbeda nyata pada taraf signifikansi, baik pada penyaringan dengan menggunakan ayakan maupun Bentuk / Struktur Granula Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari butiran-butiran kecil yang disebut granula. Winarno 2002, menyatakan bahwa granula pati mempunyai sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi, sehingga di bawah mikroskop terlihat kristal hitam putih. Sifat inilah yang disebut birefringent. Pada saat granula mulai pecah, sifat birefringent ini akan menghilang. Untuk mengamati bentuk / struktur granula yaitu sejumlah sampel ditambahkan dengan aquades kemudian diteteskan dalam gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup. Sampel diamati dibawah lensa mikroskop kemudian difoto dengan menggunakan kamera Olympus yang telah terpasang pada mikroskop. Berdasarkan hasil pengamatan dengan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi, dapat dilihat bahwa bentuk / struktur granula dari keseluruhan pati yaitu ekstraksi cara kering dan cara basah, pati pregelatinisasi serta pati modifikasi pra masak pada singkong dan ubi jalar tidak jauh berbeda bentuk patinya untuk setiap sampel. Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda tergantung dari sumbernya. Menurut Moorthy 2004, ukuran granula pati singkong dan pati ubi jalar menunjukan variasi yang besar yaitu sekitar 540 μm dengan bentuk bulat dan oval. Variasi tersebut dipengaruhi oleh varietas tanaman singkong dan periode pertumbuhan pada musim yang berbeda. Pomeranz 1991 menyatakan bahwa gelatinisasi merupakan proses pembengkakan granula pati ketika dipanaskan dalam media air. Granula pati tidak larut dalam air dingin, tetapi granula pati dapat mengembang dalam air panas. Naiknya suhu pemanasan akan meningkatkan pembengkakan granula pati. Pembengkakan granula pati menyebabkan terjadinya penekanan antara granula pati dengan lainnya. Mula-mula pembengkakan granula pati bersifat reversible dapat kembali ke bentuk awal, tetapi ketika suhu tertentu sudah terlewati, pembengkakan granula pati menjadi irreversible tidak dapat kembali. Kondisi pembengkakan granula pati yang bersifat irreversible ini disebut dengan gelatinisasi, sedangkan suhu terjadinya peristiwa ini disebut dengan suhu gelatinisasi. Swelling Power Daya kembang pati atau swelling power didefinisikan sebagai pertambahan volume dan berat maksimum yang dialami pati dalam air Balagopalan et al., 1988. Swelling power dan kelarutan terjadi karena adanya ikatan non-kovalen antara molekul-molekul pati. Bila pati dimasukkan ke dalam air dingin, granula pati akan menyerap air dan membengkak. Namun demikian, jumlah air yang terserap dan pembengkakannya terbatas hanya mencapai 30% Winarno, 2002. Ketika granula pati dipanaskan dalam air, granula pati mulai mengembang swelling. Faktor-faktor seperti rasio amilosa-amilopektin, distribusi berat molekul dan panjang rantai, serta derajat percabangan dan konformasinya menentukan swelling power dan kelarutan Moorthy, 2004. Semakin besar sweeling power berarti semakin banyak air yang diserap selama pemasakan, hal ini tentu saja berkaitan dengan kandungan amilosa dan amilopektin yang terkandung dalam tepung. Semakin tinggi kadar amilosa maka nilai pengembangan volume akan semakin tinggi. Hal itu karena dengan kadar amilosa yang tinggi maka akan menyerap air lebih banyak sehingga pengembangan volume juga semakin besar Murillo, 2008. Sifat swelling pada pati sangat tergantung pada kekuatan dan sifat alami antar molekul di dalam granula pati, yang juga tergantung pada sifat alami dan kekuatan daya ikat granula. Berbagai faktor yang menentukan daya ikat tersebut adalah 1 perbandingan amilosa dan amilopektin, 2 bobot molekul dari fraksi-fraksi tersebut, 3 distribusi bobot molekul, 4 derajat percabangan, 5 panjang dari cabang molekul amilopektin terluar yang berperan dalam kumpulan ikatan Leach, 1959. Berdasarkan hasil perhitungan swelling power yang diperoleh dari ekstraksi cara kering dan cara basah pati, pati pregelatinisasi, pati modifikasi pra masak terhadap pati ubi jalar diketahui bahwa nilai tertinggi terdapat pada ekstraksi basah dengan nilai 2042,87%, sedangkan nilai terendah terdapat pada ekstraksi kering yaitu 789,07%. Berikutnya nilai yang diperoleh pada pati pregelatinisasi ubi jalar yaitu 1652,8672% dan nilai yang diperoleh pada pati modifikasi pra masak ubi jalar yaitu 1601,43%. Secara umum, swelling power akan meningkat dengan bertambahnya suhu pengukuran. Namun, peningkatan swelling power berbeda untuk masing-masing sampel. Perbedaan nilai swelling power dapat terjadi karena adanya perbedaan kadar amilosa dan amilopektin. Charles et al. 2005 melaporkan bahwa pati yang memiliki kandungan amilosa yang berbeda akan memiliki sifat fungsional yang berbeda, antara lain swelling power dan kelarutan. Sasaki dan Matsuki 1998 dalam Li dan Yeh 2001 melaporkan bahwa proporsi yang tinggi pada rantai cabang amilopektin berkontribusi dalam peningkatan nilai swelling. Sasaki dan Matsuki 1998 dalam Li dan Yeh 2001 juga melaporkan bahwa terdapat korelasi negatif antara swelling power dengan kadar amilosa. Hal ini terjadi karena amilosa dapat membentuk kompleks dengan lipida dalam pati, sehingga dapat menghambat swelling. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain perbandingan amilosa-amilopektin, panjang rantai dan distribusi berat molekul. Sifatsifat psikokimia dan rheologi tepung termodifikasi seperti swelling power, kelarutan, gugus karbonil dan gugus karboksil memiliki standard tertentu. Menurut Pomeranz 1991, kelarutan pati semakin tinggi dengan meningkatnya suhu, serta kecepatan peningkatan kelarutan adalah khas untuk tiap pati. Pola kelarutan pati dapat diketahui dengan cara mengukur berat supernatan yang telah dikeringkan dari hasil pengukuran swelling power. Ketika pati dipanaskan dalam air, sebagian molekul amilosa akan keluar dari granula pati dan larut dalam air. Persentase pati yang larut dalam air ini dapat diukur dengan mengeringkan supernatan yang dihasilkan saat pengukuran swelling power. Menurut Fleche 1985, ketika molekul pati sudah benar-benar terhidrasi, molekul-molekulnya mulai menyebar ke media yang ada di luarnya dan yang pertama keluar adalah molekul-molekul amilosa yang memiliki rantai pendek. Semakin tinggi suhu maka semakin banyak molekul pati yang akan keluar dari granula pati. Selama pemanasan akan terjadi pemecahan granula pati, sehingga pati dengan kadar amilosa lebih tinggi, granulanya akan lebih banyak mengeluarkan amilosa. Sumber Amin, Nur Azizah. 2013. Pengaruh Suhu Fosforilasi Terhadap Sifat Fisikokimia Pati Tapioka Termodifikasi. Universitas Hasanuddin, Makassar. Anonim, 2011. Amilum. Makassar. Ariansyah, Fitra., Amran Laga., dan Meta Mahendradatta. 2011. Studi Ekstraksi Pati Berdasarkan Ketinggian Batang Pohon Kelapa Sawit. Universitas Hasanuddin, Makassar. Honestin, Trifena. 2007. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar. IPB, Bogor. Mulyandari, 1992. Kajian Perbandingan Sifat-Sifat Pati Umbi-Umbian dan Pati Biji-Bijian. Skripsi. IPB, Bogor. Rahman, Adie Muhammad. 2007. Mempelajari Karakteristik Kimia Dan Fisik Tepung Tapioka Dan Mocal Modified Cassava Flour Sebagai Penyalut Kacang Pada Produk Kacang Salut. IPB, Bogor. Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Nama Yanni Handayani NIM 1306681 Pada praktikum kali ini dilakukan ekstraksi pati dari ubi jalar dengan cara ekstraksi basah dan ekstraksi kering. Pati merupakan cadangan bahan bakar pada tanaman yang disimpan atau ditimbun pada berbagai jaringan penimbun, baik umbi akar, umbi rambat, umbi rimpang, empelur batang, daging buah maupun endosperm biji. Pati disimpan dalam bentuk granula yang kenampakan dan ukurannya seragam serta khas untuk tiap spesies tanaman. Pati disebut juga amilum yang merupakan homopolimer D-glukosa dengan ikatan α-glikosidik, yang terdiri dari fraksi amilosa yang mempunyai struktur lurus dengan ikatan α- yang larut dalam air panas dan fraksi amilopektin yang tidak larut dengan air panas. Sifat pati sangat ditentukan oleh panjang rantai C-nya serta lurus atau bercabang rantai molekulnya. Amilosa dan amilopektin dalam pati selalu terdapat bersama-sama dalam granula. Granula pati bersifat higroskopis, dan diikuti peningkatan diameter granula. Granula pati dapat dibedakan karena mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda dan letak hilum yang unik Muchtadi, D dan Sugiyono 1992. Proses Ekstraksi Pati Proses ekstraksi yang dilakukan pada saat parktikum dibagi ke dalam dua cara yaitu ekstraksi pati secara kering dan ekstraksi pati secara basah. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan proses ekstraksi pati terhadap hasil rendemen pati dan karakteristik fisik pati yang dihasilkan. Perbedaan mendasar pada kedua cara ekstraksi pati ini yaitu pada ekstraksi pati secara kering ubi jalar yang digunakan sebagai sampel dibuat menjadi tepung terlebih dahulu baru kemudian direndam dalam air untuk proses ekstraksi patinya. Sedangkan pada ekstraksi pati cara basah, ubi jalar setelah melalui proses pengecilan ukuran dan pencucian langsung direndam dalam air untuk mengendapkan patinya. Setelah diperoleh endapan pati dari kedua cara ekstraksi tersebut, pati kemudian dikeringkan dan diamati karakteristik fisiknya. Pada dasarnya pengolahan pati sangat mudah. Caranya bahan yang berpati tersebut cukup dihancurkan atau digiling dengan penambahan air, direndam dengan sulfit untuk mempertahankan kualitas warna. Bubur bahan disaring dengan kain saring sehingga pati lolos dari saringan sebagai suspensi pati, dan serat tertinggal pada kain saring. Suspensi pati ini ditampung pada wadah pengendapan. Filtrat diendapkan sebagai pasta, dipisahkan airnya yaitu cairan di atas endapan dibuang, dikeringkan sampai kadar air dibawah 14%, dan terakhir digiling atau dibubukan sampai halus. Untuk keseragaman ukuran, bahan diayak dengan ayakan. Selanjutnya dikemas Febriyanti, 1990. Pada proses ekstraksi pati baik cara kering maupun cara basah untuk beberapa sampel umbi-umbian seperti gadung, suweg dan porang perlu dilakukan perlakuan pendahuluan terlebih dahulu yaitu perendaman umbi dalam larutan natrium bisulfit untuk mereduksi metabolit-metabolit sekunder seperti kalsium oksalat ataupun toksin seperti sianida, dan sebagainya. Pati Termodifikasi Modifikasi pati dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode fisika dan metode kimia. Metode fisika yang digunakan yaitu perlakuan pemanasan atau perlakuan suhu. Perlakuan tersebut mengakibatkan permukaan granula terbuka sehingga menyebabkan daya penetrasi lebih cepat dan pori– porinya lebih besar. Modifikasi pati secara kimia merupakan salah satu cara yang banyak digunakan misalnya dengan penambahan asam, oxidasi, starchesters, kationik, dan crosslinking. Pati termodifikasi adalah pati yang diberi perlakuan tertentu dengan tujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnnya atau untuk merubah beberapa sifat lainnya. Perlakuan ini dapat mencakup penggunaan panas, asam, alkali, zat pengoksidasi atau bahan kimia lainnya yang akan menghasilkan gugus kimia baru dan atau perubahan bentuk, ukuran serta struktur molekul pati Heiman, 1980. Modifikasi pati yang dapat dilakukan baik secara fisik, kimia, biokimia maupun kombinasi ketiganya secara langsung akan mempengaruhi kharakteristik fisik maupun kimia dari pati termodifikasi yang akan dihasilkan. Pati yang telah termodifikasi akan mengalami perubahan sifat yang dapat disesuaikan untuk keperluan-keperluan tertentu. Sifat-sifat yang diinginkan adalah pati yang memiliki viskositas yang stabil pada suhu tinggi dan rendah, daya tahan terhadap sharing mekanis yang baik serta daya pengental yang tahan terhadap kondisi asam dan suhu sterilisasi. Pada praktikum kali ini, pati termodifikasi yang dibuat yaitu pati pregelatinisasi dan pati pra masak. Pati pregelatinisasi Pati preglatinisasi adalah pati dimana kondisinya belum pecah atau masih mengembang sehingga suhu pregelatinisasi ini lebih rendah daripada suhu gelatinisasi. Pati pregelatinisasi ini masih dapat mengalami retrogradasi sehingga dapat kembali ke keadaan semula. Kalau pati sudah tergelatinisasi, keadaan fisik pati sudah tidak dapat kembali ke keadaan semula. Modifikasi fisik merupakan perubahan karakteristik pati yang disebabkan perlakuan fisik, biasanya dikenal dengan pre-gelatinisasi. Alat yang umum digunakan dalam pre-gelatinisasi adalah spray dryer atau drum dryer sehingga dapat menghasilkan produk yang mudah larur dalam air dingin Winarno, 1980. Pati pregelatinisasi ini pada dasarnya dibuat dengan cara merusak granula pati dengan bantuan air dan pemanasan. Proses pembuatan pati pregelatinisasi pada prinsipnya adalah pati dibuat larutan suspensi, kemudian dipanaskan, lalu dikeringkan dan digiling, serta diayak. Pada praktikum kali ini, pati pregelatinisasi dibuat pada suhu yang dijaga antara 60-80oC. Mekanisme dari pre-gelatinisasi sama prinsipnya dengan gelatinisasi. Akan tetapi, pre-gelatinisasi tersebut menyebabkan pati yang telah mengalami gelatinisasi terhidrasi. Sifat inilah yang menyebabkan pati pre-gelatinisasi dapat larut dalam air dingin. Pregelatinisasi adalah pati yang telah dikeringkan untuk merusak struktur granula Rogol, 1986. Teknik modifikasi pati pregelatinisasi prinsipnya cukup sederhana yakni dengan cara memasak pati di dalam air sehingga tergelatinisasi sempurna, kemudian mengeringkannya dengan menggunakan rol-rol drum drying yang dipanaskan. Pada proses ini terjadi kerusakan butir pati tetapi amilosa dan amilopektinnya tidak terdegradasi. Pati pregelatinisasi mempunyai kemampuan menyerap air yang lebih tinggi daripada pati biasa dan mudah larut dalam air dingin cold water soluble serta cepat membentuk pasta dalam air dingin. Viskositasnya juga lebih rendah dibanding pati yang tidak di pregeltinisasi. Sifat fungsional pati pregel ini sangat dipengaruhi oleh kondisi pengeringan. Tingkat dan teknik modifikasi serta metode pengeringan merupakan faktor-faktor penyebab terjadinya keragaman sifat fungsional pati pregelatinisasi. Rendemen pati Rendemen merupakan persentase dari hasil berat pati yang diperoleh dengan berat bahan baku umbi segar. Dari data praktikum ekstraksi pati ubi jalar diperoleh bahwa rendemen ubi jalar pada ekstraksi basah lebih tinggi dibanding pati ubi jalar pada ekstraksi kering, yaitu 4,38 % dan 3,15%. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi rendemen antara lain mutu bahan baku kondisi tanaman, umur panen, penanganan pascapanen pengeringan dan penyimpanan dan proses ekstraksi, penyaringan, pengeringan dan penggilingan. Perbedaan varietas ternyata berpengaruh terhadap rendemen tepung dan pati yang dihasilkan. Hal ini diduga disebabkan faktor genetik tanaman. Greenwood 1970 menyatakan bahwa keberadaan amilosa dalam pati mungkin bervariasi yang disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian variasi kadar amilosa dari pati yang dihasilkan diperkirakan dipengaruhi varietas. Pemanenan ubi jalar yang tepat akan menghasilkan pati dengan kualitas yang baik dan rendemen yang tinggi. Menurut Asnawi 2003 dalam Nurdjanah 2007, waktu panen yang terlalu cepat akan merugikan karena kandungan kadar pati ubi jalar masih rendah menyebabkan kualitas ubi jalar menjadi kurang baik. Ubi jalar merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang diduga juga mempunyai pola hubungan antara tingkat ketuaan, kekerasan dan kandungan pati. Hal ini sesuai dengan Abbot dan Harker 2001 dan Wills et al.2005 dalam Nurdjanah 2007, yang menyatakan bahwa pada umumnya dengan bertambahnya tingkat ketuaan umbi-umbian akan semakin keras teksturnya karena kandungan pati yang semakin meningkat, akan tetapi apabila terlalu tua kandungan seratnya bertambah sedang kandungan pati menurun. Waktu panen ubi jalar bervariasi tergantung varietas dan kegunaannya. Jika waktu panen terlalu tua, ubi jalar mengeras karena banyak mengandung komponen komponen non-pati seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin. Bentuk/Struktur Granula Pati Kondisi mikroskopis granula pati merupakan deskripsi kondisi granula pati melalui pengamatan menggunakan mikroskop polarisasi. Menurut Muchtadi et al. 1988 dalam Hidayat 2009, melalui pengamatan kondisi granula pati dapat diketahui apakah granula pati telah mengalami proses pengembangan/ pembengkakkan, atau kah amilosa telah mengalami proses difusi dan keluar dari granula pati amylose leaching, hingga seluruh molekul amilosa telah keluar dari granula pati seluruhnya dan terperangkap dalam matriks amilopektin pati telah tergelatinisasi sempurna. Hasil pengujian kondisi mikroskopis granula pati, menunjukkan bahwa pati ubi jalar dengan hasil ekstraksi berbeda dengan hasil pati termodifikasi pra gelatinisasi. Pada pati hasil pra gelatinisasi granula pati telah mengalami proses pengembangan/ pembengkakan. Menurut Winarno 1992 dalam Hidayat 2009, proses gelatinisasi merupakan proses pembengkakan granula pati yang bersifat irreversible yang sangat tergantung pada kondisi kandungan air bahan dan adanya panas. Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut granula. Bentuk dan ukuran granula pati merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu digunakan untuk identifikasi. Pati memiliki bentuk granula yang berbeda untuk setiap tumbuhan. Granula pati dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop cahaya. Menurut Holleman dan Aten, A. 1956, granula pati tepung ubi jalar memiliki bentuk poligonal, bulat, hingga lonjong dengan ukuran granula tidak seragam. Gambar 1 Pati ubi jalar ekstraksi kering Gambar 2 Pati ubi jalar ekstraksi basah Gambar 3 Pati ubi jalar termodifikasi pregelatinisasi Gambar 4 Pati ubi jalar termodifikasi pra masak Berdasarkan gambar diatas yaitu pengamatan struktur granula pati ubi jalar yang diamati dengan menggunakan mikroskop pada pembesaran tertentu diketahui bahwa bentuk struktur granula pati yaitu bulat dengan ukuran tak seragam, maka hal ini sesuai dengan teori di atas. Pati dalam jaringan tanaman mempunyai bentuk granula yang berbedabeda. Proses dasar pembuatan semua jenis pati adalah sama, yaitu penghancuran sel-sel untuk memisahkan butiran-butiran pati dari komponen-komponen lainnya dengan pertolongan air untuk mengekstraknya Winarno, 1985. Menurut Greenwood 1970, pati merupakan butir atau granula yang berwarna putih, mengkilat, tidak mempunyai bau dan rasa. Granula pati dibentuk dari lapisan tipis yang merupakan susunan melingkar dari molekul-molekul pati, lapisan-lapisan tersebut tersusun secara terpusat. Granula tiap-tiap jenis pati berbeda dalam bentuk dan ukurannya, sehingga dapat digunakan untuk menentukan sumbernya. Bentuk Granula Pati Termodifikasi Proses gelatinasi adalah proses pembentukan gel akibat adanya penambahan air dan pemanasan pada suhu yang sesuai, menyebabkan granulgranul amilum mengembang lalu pecah menjadi susunan yang bergerombol. Semakin tinggi suhu pemanasan dan penambahan air maka akan semakin sempurna proses gelatinasi, ditandai dengan semakin banyaknya granul-granul yang bergerombol Kurniadi, 2010. Susunan yang bergerombol ini menghasilkan amilum dengan ukuran partikel berbentuk granul. Pada pati pregelatinisasi memiliki bentuk yang lebih besar akibat terjadinya pengembangan karena absorbsi air yang dilakukan oleh pati. Bentuk granula pati termodifikasi lebih besar dengan bentuk yang tidak seragam. Distribusi ukuran granula pati berpengaruh terhadap kekuatan pembengkakan pati. Ukuran granula pati yang kecil, maka kekuatan pembengkakannya juga kecil. Smith 1982 menambahkan bahwa Pada struktur granula pati, amilosa dan amilopektin tersusun dalam suatu cincin-cincin. Jumlah cincin dalam suatu granula kurang lebih berjumlah 16, dimana sebagian berbentuk lapisan amorf dan sebagian berbentuk lapisan semikristal. Amilosa dan amilopektin di dalam granula pati dihubungkan dengan ikatan hidrogen. Apabila granula pati dipanaskan di dalam air, maka energy panas akan menyebabkan ikatan hidrogen terputus, dan air masuk ke dalam granula pati. Air yang masuk selanjutnya membentuk ikatan hidrogen dengan amilosa dan amilopektin. Meresapnya air ke dalam granula menyebabkan terjadinya pembengkakan granula pati. Ukuran granula akan meningkat sampai batas tertentu sebelum akhirnya granula pati tersebut pecah. Pecahnya granula menyebabkan bagian amilosa dan amilopektin berdifusi keluar. Proses masuknya air ke dalam pati yang menyebabkan granula mengembang dan akhirnya pecah. Karena jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, maka kemampuan menyerap air sangatlah besar pula. Terjadi peningkatan viskositas disebabkan air yang dulunya berada di luar granula dan bebas bergerak sebelum suspense dipanaskan, kini sudah berada dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak bebas lagi. Ukuran granula interaksiamilosa-lipid, terutama berpengaruh pada profil gelatinisasi, kelarutan dan swelling volume serta kemudahan didegradasi oleh enzim. Semakin besar ukuran granula menyebabkan granula bersifat lebih kristalin, lebih sedikit membentuk kompleks dengan lemak, lebih sedikit larut dan mengembang serta lebih lambat didegradasi enzim Lindeboom et al., 2004. Warna Warna adalah salah satu karakteristik fisik pati yang penting. Warna ekstrak pati ubi jalar yang diharapkan yaitu berwarna putih. Namun, hasil ekstraksi pati ubi jalar diperoleh warna pati ekstraksi basah dan kering krem, untuk pati pre gelatinisasi berwarna coklat, dan pati pra masak termodifikasi berwarna warna pati dipengaruhi oleh proses pembuatan pati, seperti proses pemanasan atau pengeringan. Pemanasan menurunkan tingkat kecerahan pati. Penurunan kecerahan meningkat dengan meningkatnya intensitas panas yang diterima selama proses pengeringan. Selain itu warna dasar dari ubi jalar yang diekstrak patinya juga akan mempengaruhi warna pati yang dihasilkan. Warna ubi jalar yang digunakan sebagai sampel yaitu ubi jalar putih dan ubi jalar kuning. Sehingga pada pati pra masak termodifikasi yang dihasilkan berwarna putih. Sedangkan warna krem pati yang dihasilkan dipengaruhi oleh lamanya proses pengeringan atau suhu yang digunakan selama proses pengeringan. Pengujian karakteristik warna dilakukan karena warna pati ubi jalar yang digunakan sebagai bahan baku pada pengolahan aneka produk pangan akan sangat mempengaruhi penampakan produk akhir yang dihasilkan. Perbedaan warna pati yang dihasilkan diduga berkaitan dengan lamanya prose pengeringan pada saat perolehan pati dari ubi jalar. Waktu pengeringan yang lebih singkat akan meminimalisasi terbentuknya warna coklat akibat proses pencoklatan oksidatif. Aroma Aroma juga merupakan salah satu karakteristik fisik yang penting. Aroma pati akan dipengaruhi oleh komposisi kimia yang terkandung dalam ubi jalar. Berdasarkan hasil praktikum diperoleh pati yang beraroma ubi. Seharusnya pati yang dihasilkan tidak beroma, namun komposisi kimia ubi jalar yang menjadikan pati ubi jalar yang dihasilkan beraroma ubi. Aroma pati ubi jalar dapat berkurang dipengaruhi oleh proses perolehan pati. Proses pemanasan/ pengeringan pada saat ekstraksi pati mungkin bisa menguapkan atau mereduksi senyawa-senyawa kimia penghasil aroma pada pati yang dihasilkan. Tekstur Uji makroskopik dilakukan untuk mengetahui ukuran pati ubi jalar yang dihasilkan. Uji ini menggunakan bantuan ayakan bertingkat dengan mesh no. 60, 80, dan 100. Pati hasil ekstraksi basah basah dan kering memiliki tingkat kehalusan 80 mesh, pati ubi jlaar pra masak memiliki kehalusan 100 mesh, sedangkan pati ubi jalar ore gelatinisasi memiliki kehalusan 60 mesh. Hal ini sesuai pada Farmakope Indonesia IV 1995 yang menyatakan bahwa pati alami berbentuk serbuk sangat halus. Semakin besarnya ukuran pati pregelatin disebabkan karena proses gelatinasi yang terjadi. Proses gelatinasi mengakibatkan granul-granul pati pecah dan berubah menjadi susunan yang bergerombol Kurniadi, 2010 dalam Karisma. Swelling Power Swelling power merupakan sifat fungsional yang dimiliki oleh suatau bahan terutama tepung atau pati. Swelling power dapat mencirikan daya kembang suatu bahan, dalam hal ini adalah kekuatan tepung atau pati untuk mengembang. nilai swelling power diperoleh dari perbandingan antara berat sedimen pasta pati supernatant dengan berat kering tepung yang dapat membentuk pasta. Hasil uji swelling power pada pati ubi jalar yang diperoleh dengan cara ekstraksi kering yaitu 789,07%, ekstraksi basah yaitu 2042,87%, pati termodifikasi pregelatinisasi yaitu 1652,87%, dan pati modifikasi pra masak yaitu 1601,43%. Diketahui bahwa nilai swelling power tertinggi diperoleh dari pati hasil ekstraksi basah, sedangkan nilai swelling power terendah diperoleh dari pati hasil ekstraksi kering. Swelling power yang tinggi berarti semakin tinggi pula kemampuan pati mengembang dalam air. Nilai swelling power perlu diketahui untuk memperkirakan ukuran atau volume wadah yang digunakan dalam proses produksi sehingga jika pati mengalami swelling, wadah yang digunakan masih bisa menampung pati tersebut. Sifat swelling pada pati sangat tergantung pada kekuatan dan sifat alami antar molekul di dalam granula pati, yang juga tergantung pada sifat alami dan kekuatan daya ikat granula. Dari sini terlihat bahwa kemampuan mengembang produk pati termodifikasi berkurang karena perlakuan yang dilakukan dan pati alami lebih sulit mengembang. Hal ini tidak sesuai karena hasil yang didapat seharusnya pati alami memiliki swelling power yang tertinggi karena masih banyak ikatan bercabang dalam pati alami yang dapat mengikat gugus hidroksil lebih banyak. Sedangkan untuk pati termodifikasi seharusnya swelling powernya berkurang karena ikatan cabang dalam produk ini telah berkurang akibat perlakuan dalam proses produksinya. Menurut Leach 1965 di dalam Sunarti et al. 2007 berbagai faktor yang menentukan daya ikat tersebut adalah 1. Perbandingan amilosa dan amilopektin. 2. Bobot molekul dari fraksi-fraksi tersebut. 3. Distribusi bobot molekul. 4. Derajat percabangan. 5. Panjang dari cabang molekul amilopektin terluar yang berperan dalam kumpulan ikatan. Kecenderungan penurunan swelling power, hal ini dikarenakan semakin lama perendaman diduga menyebabkan kemampuan mengikat air semakin rendah, hal ini disebabkan karena semakin banyak pengikatan fosfat oleh molekul amilosa/amilopektin yang semakin menyebabkan pembengkakan menjadi terbatas. Menurunnya nilai swelling power dikarenakan meningkatnya kristalin pati setelah modifikasi sehingga membatasi air yang masuk ke dalam pati dan membuat pati menjadi lebih terbatas saat membengkak. Swelling power dipengaruhi oleh kemampuan molekul pati untuk mengikat air melalui pembentukan ikatan hidrogen. Setelah gelatinisasi ikatan hidrogen antara molekul pati terputus dan digantikan oleh ikatan hidrogen dengan air. Sehingga pati dalam tergelatinisasi dan granula-granula pati mengembang secara maksimal. Proses mengembangnya granula pati ini disebabkan karena banyaknya air yang terserap kedalam tiap granula pati dan granula pati yang mengembang tersebut mengakibatkan swelling power menjadi meningkat. Sumber Febriyanti, T. 1990. Studi Karakteristik Fisik, Kimia, dan Fungsional Beberapa Varietas Tepung Singkong. Skripsi. IPB, Bogor. Greenwood, C. T. 1970. Starch and Glycogen. Di dalam The Carbohydrates Chemistry and Biochemistry. Academic Press, New York. Heiman, W. 1980. Fundamental of Chemistry. Avi Publisher. Co, Westerfort. Hidayat, Beni., Nurbani Kalsum., dan Surfiana. 2009. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Karakterisasi Tepung Ubi Kayu Modifikasi yang Diproses Menggunakan Metode Pragelatinisasi Parsial. Volume 14, No 2. Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri, Lampung. Karisma Sari, Kadek Lenny., Jemmy Anton Prasetia, dan Cok. Istri Sri Arisanti. Pengaruh Rasio AmilumAir Dan Suhu Pemanasan Terhadap Sifat Fisik Amilum Singkong Pregelatin Yang Ditujukan Sebagai Eksipien Tablet. Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Lindeboom et al.. 2004. Analytical, biochemical, and physicochemical aspect of starch granule size with emphasis on small granulastarches A Review. Starch/starke. 5689-99. Muchtadi, D. dan Sugiyono 1992. Ilmu dan Pengetahuan Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muchtadi, D., Palupi, & Astawan, M. 1992. Metoda Kimia Biokimia dan Biologi dalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. Bogor PAU Pangan dan Gizi IPB. Nurdjanah, Siti., Susilawati, dan Maya Ratna Sabatini. 2007. Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian Prediksi Kadar Pati Ubi Kayu Manihot Esculenta Pada Berbagai Umur Panen Menggunakan Penetrometer. Volume 12, Retnaningtyas, Dyah Ayu., dan Widya Dwi Rukmi Putri. 2014. Jurnal Pangan dan Agroindustri Karakterisasi Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar Oranye Hasil Modifikasi Perlakuan STPP Lama Perendaman Dan Konsentrasi. Vol. 2 No 4 Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang. Rogol, S. 1986. Pati Termodifikasi Pregelatinisasi. Jakarta PT. Gramedia PustakaUtama. Smith, P. S. 1982. Starch Derivatives and Their Use in Foods. Di dalam Lineback, D. R. dan Inglett, G. E. eds.. Food Carbohydrates. The AVI Publishing Company Inc., Westport, Connecticut. Sunarti, N. Richana., F. Kasim., Purwoko, A. Budiyanto., 2007. Karakterisasi Sifat Fisiko Kimia Tepung dan Pati Jagung Varietas Unggul Nasional dan Sifat Penerimaannya terhadap Enzim dan Asam. Departemen Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB Bogor. Winarno, 1980. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta. Winarno, Enzim Pangan. Gramedia, Jakarta. BAB V PENUTUP Kesimpulan Nama Amalia Dwi Lestari NIM 1301107 Dalam pembuatan ekstraksi pati dilakukan pretreatment terlebih dahulu pada beberapa jenis umbi-umbian untuk menghilangkan kandungan racunnya. Kemudian adanya perluasan ukuran untuk memudahkan proses ekstraksi selanjutnya. Pati adapula yang dimodifikasi dengan tujuan untuk memudahkan pelarutan dalam air dingin dan memudahkan untuk proses pengolahan selanjutnya. Nama Isnaeni Apriliani NIM 1305572 1. Rendemen ekstraksi pati alami cara basah memiliki rendemen paling besar dibandingkan dengan rendemen ekstraksi pati cara kering. Persentase rendemen pati cara basah yaitu sebesar 4,3769% sedangkan persentase rendemen pati cara kering yaitu sebesar 3,15%. Hal tersebut menunjukan adanya perubahan selama proses pengolahan yang terjadi pada kedua perlakuan tersebut. Perbedaan rendemen yang diperoleh tersebut dipengaruhi oleh jenis perlakuan yang diberikan. 2. Warna pati dengan perlakuan cara basah menunjukan warna krem, hal tersebut dapat terjadi akibat dari adanya perendaman dalam proses pengolahannya sehingga mempengaruhi warna yang dihasilkan oleh produk. Warna pati yang dihasilkan akan cenderung memudar, hal ini disebabkan oleh karena semakin lama perendaman semakin banyak komponen penimbul warna atau pigmen dalam hal ini karoten yang terbuang. 3. Ekstraksi pati alami cara basah aroma pati yang tercium cenderung memiliki aroma seperti tepung sedangkan aroma pati yang dihasilkan dari ekstraksi pati alami cara kering cenderung memiliki aroma seperti ubi. 4. Pati ubi jalar yang dihasilkan dari kedua jenis perlakuan tersebut memiliki tingkat kehalusan yang sama yaitu dengan ukuran ayakan 80 mesh. 5. Nilai swelling power pati pra masak adalah 1601,43 sementara itu nilai swelling power pati pragelatinisasi adalah 1652,8672%. 6. Bentuk ukuran granula pati yang ditunjukan oleh pati dari kedua jenis perlakuan tersebut menunjukan bentuk dan ukuran granula pati yang sama yaitu berbentuk bulat tak beraturan. Hal yang membedakannya adalah kecerahan dan kejernihan penampakan yang terlihat dari penampang bentuk dan ukuran granula pati. 7. Rendemen pati pra gelatinisasi memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan rendemen pati pra masak. Persentase rendemen pati pragelatinisasi adalah 65,40% sedangkan presentase rendemen pati pra masak adalah 11,82%. 8. Pati pra masak menghasilkan warna kuning sementara pati pragelatinisasi menghasilkan warna coklat. Tentu saja hal tersebut dapat terjadi karena pengaruh dari perlakuan yang diberikan kepada masing-masing pati termodifikasi. 9. Kedua jenis pati termodifikasi tersebut memiliki aroma yang sama yaitu aroma ubi jalar atau tepung ubi jalar. 10. Pati pra masak cenderung lebih halus dibandingkan dengan pati pra gelatinisasi, hal ini dapat terjadi karena perbedaan penggunaan ukuran ayakan thyller pada proses pengayakan. 11. Nilai swelling power pati pra masak adalah 1601,43 sementara itu nilai swelling power pati pragelatinisasi adalah 1652,8672%. 12. bentuk dan ukuran granula pati pada kedua pati termodifikasi tersebut memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda, dimana bentuk dan ukuran granula pati pragelatinisasi memiliki bentuk yang tidak beraturan dan cenderung padat sedangkan pati pra masak memiliki bentuk oval tak beraturan dan cenderung memiliki ruang kosong antara molekul yang satu dengan molekul yang lainnya. Nama Juliana M Nur NIM 1306948 1. Dengan menggunakan cara basah pada saat proses ekstraksi dimungkinkan akan ada banyak pati yang lolos saat penyaringan dan kemungkinan ampas bahan bakunyapun ikut lolos. 2. Pati yang diperoleh dari ekstraksi umbi singkong ini akan memberikan warna putih jika diekstraksi secara benar. 3. Bahan baku yang sudah di ektraksi secara pengulangan dan proses pengeringan sehingga aroma bahan bakunya yang sudah menghilang sedangkan aroma patinya semakin kuat karena bahan baku sudah di buat dalam bentuk tepung atau di ambil patinya saja. 4. Semakin kecil ukuran mesh maka akan semakin halus pati yang lolos. 5. Karena penggunaan singkong dengan kadar amilosa yang tinggi maka akan menyerap air lebih banyak sehingga pengembangan volume juga semakin besar. 6. Proses pengeringan kembali pati yang tergelatinisasi memungkinkan senyawa-senyawa terlarut tersebut, seperti gula perduksi dan protein bereaksi menghasilkan pigmen berwarna coklat atau krem. 7. Proses pemanasan/ pengeringan pada saat ekstraksi pati mungkin bisa menguapkan atau mereduksi senyawa-senyawa kimia penghasil aroma pada pati yang dihasilkan. 8. Semakin besarnya ukuran pati pregelatin disebabkan karena proses gelatinasi yang terjadi. 9. Semakin tinggi suhu pemanasan dan penambahan air maka akan semakin sempurna proses gelatinasi, ditandai dengan semakin banyaknya granulgranul yang bergerombol 10. Bahan yang memiliki kadar amilosa yang tinggi maka akan menyerap air lebih banyak sehingga pengembangan volume juga semakin besar sehingga kadar swelling pun makin tinggi. Nama Mita Maharani Bahriah NIM 1305741 Rendemen pati yang dihasilkan dari dua metode yang berbeda menghasilkan rendemen yang berbeda, pada cara basah terdapat proses perebusan yang tentunya meningkatkan kadar air dalam bahan. Sedangkan rendemen pati modifikasi mengalami kebiasan data sehingga hasil yang diperoleh kurang akurat. Namun dalam derajat warna dan aroma modifikasi pati menurunkan ketajaman warna dan aroma sehingga menurunkan tingkat penerimaan. Hal ini terjadi karena adanya degradasi lanjutan pada proses modifikasi sehingga senyawa pigmen dan flavonoid menurun, yang tentunya menurunkan ketajaman aroma, sedangkan pada tepung yang pati pregelatinisasi ubi jalar, terjadi pencoklatan, yang diduga terjadi karena pencoklatan non enzimatis karena adanya pemanasan. Swelling power yang dihasilkan bervariasi, terendah dihasilkan dari ekstrak pati kering ubi jalar, sedangkan yang paling tinggi didapatkan dari pati pregelatinisasi ubi kayu. Nama Utari Nur Amalia NIM 1300751 1. Proses ekstraksi merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap mutu rendemen pati yang dihasilkan. 2. Pati termodifikasi menghasilkan sifat yang lebih baik dari difat sebelumnya 3. Semakin kecil perbandingan pati dan air maka nilai swelling power dan nilai kelarutan semakin besar 4. Bentuk dan ukuran morfologi granlua pati dipengaruhi oleh jenis bahan dasar sehingga mempunyai bentuk dan ukuran yang spesifik 5. Faktor yang mempengaruhi proses modifikasi pati yaitu ukuran partikel, temperatur, waktu reaksi, dan perbandingan berat air terhadap pati. Nama Winni Trinita Maulandhiyani NIM 1304693 1. Perbedaan hasil persentase perhitungan rendemen kemungkinan karena ekstraksi dipengaruhi beberapa faktor yaitu ukuran bahan, suhu ekstraksi dan pelarut. 2. Warna / derajat putih sangat dipengaruhi oleh proses ekstraksi pati. Semakin murni proses ekstraksi pati, maka tepung yang dihasilkan akan semakin putih. 3. Aroma yang dihasilkan tetap khas tepung disebabkan karena singkong dan ubi jalar yang sudah di ekstraksi secara pengulangan dan proses pengeringan sehingga aroma singkong dan ubi jalar sudah menghilang banyak sedangkan aroma patinya semakin kuat karena sudah di buat dalam bentuk tepung atau di ambil patinya saja. 4. Kehalusan pati singkong dan pati ubi jalar cara kering dan cara basah, pati pregelatinisasi serta pati modifikasi pra masak berbeda nyata pada taraf signifikansi, baik pada penyaringan dengan menggunakan ayakan maupun 5. Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda tergantung dari sumbernya. Ukuran granula pati singkong dan pati ubi jalar menunjukan variasi yang besar yaitu sekitar 5-40 μm dengan bentuk bulat dan oval. Variasi tersebut dipengaruhi oleh varietas tanaman singkong dan periode pertumbuhan pada musim yang berbeda. 6. Faktor-faktor seperti rasio amilosa-amilopektin, distribusi berat molekul dan panjang rantai, serta derajat percabangan dan konformasinya menentukan swelling power dan kelarutan. Nama Yanni Handayani NIM 1306681 1. Nilai rendemen pati ubi jalar dan nilai uji swelling power pati ubi jalar yang dihasilkan dari ekstraksi pati cara kering berbeda dengan pati hasil ekstraksi basah. Rendemen pati ekstraksi basah dan uji swelling power nya lebih tinggi dibanding pati ekstraksi kering. 2. Dilakukan modifikasi pati yaitu pre gelatinisasi dan pra masak bertujuan untuk memperbaiki sifat atau karakteristik fisik pati ubi jalar yang dihasilkan. 3. Secara umum pati ubi jalar yang dihasilkan berwarna krem-kuning, pati beraroma ubi, dan memiliki tekstur atau kehalusan antara 60-100 mesh. 4. Bentuk struktur/granula pati alami hasil ekstraksi kering dan basah yaitu berukuran kecil, bulat, tidak beraturan. Sedangkan bentuk granula pati hasil pre gelatinisasi dan pra masak cenderung lebih besar dan bergerombol, akibat adanya sifat pati yang menyerap air. Saran 1. Untuk dapat menghasilkan pati dengan karakteristik dan kualitas yang baik, maka sebaiknya harus memperhatikan proses ekstraksi/pengambilan pati dari bahan, karena proses ekstraksi pati yang dilakukan merupakan faktor utama penentu kualitas pati yang dihasilkan. 2. Perlu diperhatikan prosedur kerja dalam ekstraksi pati alami cara basah maupun cara kering. 3. Perlu dilakukan analisis karakteristik pati lebih mendalam agar dapat diketahui kegunaan pati singkong dan ubi jalar dalam industri. 4. Perlu dilakukan analisis untuk mengetahui ketahanan pati termodifikasi pati pregelatinisasi dan tepung pra masak termodifikasi. DAFTAR PUSTAKA Amin, Nur Azizah. 2013. Pengaruh Suhu Fosforilasi Terhadap Sifat Fisikokimia Pati Tapioka Termodifikasi. Universitas Hasanuddin, Makassar. Anonim. Karbohidrat . [Online]. Tersedia di KyHUDPegGccp18c/edit?hl=en&pli=1 diakses pada April 2015 Hustiany, R. 2006. Modifikasi asilasi dan suksinilasi pati tapioka sebagai bahan enkapsulasi komponen flavor. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jacobson, and BeMiller. 1998. Method for Determining The Rate and Extent of Accelerated Starch Retrogradation. Cereal Chem 75 1 22-29 Koswara, S. 2006. Sukun Sebagai Cadangan Pangan Alternatif. http//www. Diakses tanggal 15 Desember 2008. Smith. 1982. Introduction to Fish Physiology. Publication Inc., England Swinkels, 1985. Source of Starch, Its Chemistry and Physics. Di dalam Beynum dan Roels eds.. Starch Conversion Technology. Marcel Dekker, Inc., New York Winarno, FG. 1992. Kimia Pangan danGizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. LAMPIRAN Yanni Handayani - 1306681 Gambar bentuk struktur/granula pati Pati singkong ekstraksi kering kelompok 2 Bentuk granula Bulat tak beraturan Pati singkong ekstraksi basah kelompok 1 Bentuk granula Bulat tak beraturan Pati ubi jalar ekstraksi kering kelompok 6 Bentuk granula Bulat tak beraturan Pati ubi jalar ekstraksi basah kelompok 5 Bentuk granula Bulat tak beraturan Pati termodifikasi pregelatinisasi Singkong Pati termodifikasi pregelatinisasi Ubi jalar Pati pra masak modifikasi singkong Pati pra masak modifikasi ubi jalar
Jawabanmenggunakan sinar matahariPenjelasan pengeringan menggunakan media sinar mataharia. Bahan lebih awetb. Volume dan berat berkurang, sehingga biaya lebih rendah untuk pengemasan, pengangkutan, dan Kemudahan dalam penyajiand. Penganekaragaman pangan, misalnya makanan ringan /camilan
Penanganan Pascapanen Jagung Firmansyah, M. Aqil, dan Yamin Sinuseng Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros PENDAHULUAN Penanganan pascapanen merupakan salah satu mata rantai penting dalam usahatani jagung. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa petani umumnya memanen jagung pada musim hujan dengan kondisi lingkungan yang lembab dan curah hujan yang masih tinggi. Hasil survei menunjukkan bahwa kadar air jagung yang dipanen pada musim hujan masih tinggi, berkisar antara 25-35%. Apabila tidak ditangani dengan baik, jagung berpeluang terinfeksi cendawan yang menghasilkan mikotoksin jenis aflatoksin Firmansyah et al. 2006. Adanya nilai tambah dari produk olahan jagung seperti minyak jagung dan produk olahan lainnya yang dilaporkan berdampak positif bagi kesehatan manusia menyebabkan bergesernya penggunaan biji jagung dari pemenuhan konsumsi ternak menjadi konsumsi manusia dan ternak. Perubahan pola konsumsi tersebut menuntut adanya perbaikan proses pascapanen jagung untuk menghasilkan biji yang aman dikonsumsi, baik oleh manusia maupun ternak. Hal ini mendasari dikeluarkannya UndangUndang No. 7 tahun 1996 tentang keamanan pangan. Beberapa negara seperti Cina, Malaysia, dan Singapura telah memberlakukan standar mutu yang sangat ketat untuk produk jagung Warintek 2007. Untuk itu diperlukan teknologi penanganan pascapanen jagung, terutama di tingkat petani, untuk menghasilkan produk yang lebih kompetitif dan mampu bersaing di pasar bebas. Proses pascapanen jagung terdiri atas serangkaian kegiatan yang dimulai dari pemetikan dan pengeringan tongkol, pemipilan tongkol, pengemasan biji, dan penyimpanan sebelum dijual ke pedagang pengumpul. Ke semua proses tersebut apabila tidak tertangani dengan baik akan menurunkan kualitas produk karena berubahnya warna biji akibat terinfeksi cendawan, jagung mengalami pembusukan, tercampur benda asing yang membahayakan kesehatan. Tulisan ini membahas penanganan pascapanen jagung yang meliputi pemanenan, penjemuran/pengeringan, pemipilan, pengemasan, penyimpanan, dan standardisasi mutu jagung. 364 Jagung Teknik Produksi dan Pengembangan PROSES PASCAPANEN Cakupan Kegiatan Proses pascapanen meliputi serangkaian kegiatan penanganan hasil panen, mulai dari pemanenan sampai menjadi produk yang siap dikonsumsi. Rangkaian kegiatan tersebut disajikan pada Gambar 1. Permasalahan Jagung mempunyai banyak permasalahan pascapanen yang apabila tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan kerusakan dan kehilangan. Permasalahan antara lain adalah Susut Kuantitas dan Mutu Kehilangan hasil jagung pada pascapanen dapat berupa kehilangan kuantitatif dan kualitatif. Kehilangan kuantitatif merupakan susut hasil akibat tertinggal di lapang waktu panen, tercecer saat pengangkutan, atau tidak terpipil. Kehilangan kualitatif merupakan penurunan mutu hasil akibat butir rusak, butir berkecambah, atau biji keriput selama proses pengeringan, pemipilan, pengangkutan atau penyimpanan. Keamanan Pangan Penundaan penanganan pascapanen jagung berpeluang meningkatkan infeksi cendawan. Penundaan pengeringan paling besar kontribusinya dalam meningkatkan infeksi cendawan Aspergillus flavus yang bisa mencapai di atas 50%. Cendawan tersebut menghasilkan mikotoksin jenis aflatoksin yang bersifat mutagen dan diduga dapat menyebabkan kanker esofagus pada manusia Weibe and Bjeldanes 1981. Toksin yang dikeluarkan oleh cendawan tersebut juga berbahaya bagi kesehatan ternak. Salah satu cara pencegahannya adalah mengetahui secara dini kandungan mikotoksin pada biji jagung. Ketersediaan Sarana Prosesing Permasalahan lain dalam penanganan pascapanen jagung di tingkat petani adalah tidak tersedianya sarana prosesing yang memadai, padahal petani umumnya memanen jagung pada musim hujan dengan kadar air biji di atas 35%. Oleh karena itu, diperlukan inovasi teknologi prosesing yang tepat, baik dari segi peralatan maupun sosial dan ekonomi. Firmansyah et al. Penanganan Pascapanen Jagung 365 Panen Aktivitas Penentuan waktu panen, pemungutan hasil, pengumpulan, pengangkutan Pengupasan Aktivitas Pelepasan kulit, pemisahan jagung yang baik dan yang rusak Pengeringan Aktivitas Angkut tongkol ke tempat pengeringan, pengeringan dan pemrosesan hasil pengeringan Pemipilan Aktivitas Memipil tongkol, memisahkan biji dari kotoran, memproses jagung pipilan kering Penyimpanan Aktivitas Menyimpan biji dalam ruang penyimpanan untuk mempertahankan mutu Pengangkutan Aktivitas Pengeringan biji dan pemindahan untuk proses selanjutnya Klasifikasi & standarisasi mutu Gambar 1. Kegiatan panen dan penanganan pascapanen jagung. 366 Jagung Teknik Produksi dan Pengembangan PEMANENAN Waktu panen menentukan mutu biji jagung. Pemanenan yang terlalu awal menyebabkan banyaknya butir muda sehingga kualitas dan daya simpan biji rendah. Sebaliknya, pemanenan yang terlambat menyebabkan penurunan kualitas dan peningkatan kehilangan hasil akibat cuaca yang tidak menguntungkan atau serangan hama dan penyakit di lapang. Jagung yang siap dipanen biasanya ditandai dengan daun dan batang tanaman mulai mengering dan berwarna kecoklatan. Selain itu, juga dapat diketahui dari adanya lapisan hitam pada pangkal biji jagung black layer. Apabila pada pangkal biji sudah ditumbuhi lebih dari 50% lapisan hitam, maka tanaman sudah masak fisiologis. Petani di sejumlah daerah memanen jagung setelah umur panen tercapai daun dan batang jagung telah berwarna coklat. Pemanenan jagung bergantung pada lokasi, jenis lahan, dan ketersediaan teknologi. Panen tongkol umum dilakukan petani pada lahan tadah hujan atau lahan kering. Perbedaannya, pada lahan kering, petani langsung memanen jagung bersama tongkolnya dengan kelobot relatif basah karena dipanen pada musim hujan. Kadar air biji pada kondisi tersebut berkisar antara 30-35% dan adakalanya mencapai 40%. Pemanenan tongkol pada lahan sawah tadah hujan, kadar air biji sudah agak rendah, yaitu 25-30%. Tongkol kemudian diangkut ke tempat pengumpulan untuk dianginanginkan beberapa saat, lalu dikupas, dan dikeringkan. Batang tanaman ditebang untuk dijadikan pakan atau tetap dibiarkan di lapang. Cara panen tongkol di lapang dilakukan oleh umumnya petani jagung di Sulawesi Selatan, baik pada lahan kering, lahan sawah tadah hujan maupun lahan sawah irigasi. Penebangan batang pada saat panen dilakukan dengan parang dan memerlukan waktu 155,5 jam/orang/ha atau 19,4 HOK dengan masa panen delapan jam/hari. Pengupasan kelobot dilakukan oleh tenaga wanita dengan waktu kerja 131,2 jam/orang/ha atau 16,4 HOK/ha. PENGERINGAN Pengeringan adalah upaya untuk menurunkan kadar air biji jagung agar aman disimpan. Kadar air biji yang aman untuk disimpan berkisar antara 12-14%. Pada saat jagung dikeringkan terjadi proses penguapan air pada biji karena adanya panas dari media pengering, sehingga uap air akan lepas dari permukaan biji jagung ke ruangan di sekeliling tempat pengering Brooker et al. 1974. Firmansyah et al. Penanganan Pascapanen Jagung 367 Pengeringan diperlukan sebelum pemipilan untuk menghindari terjadinya biji pecah. Untuk itu, kadar air biji harus diturunkan menjadi 30%. Cara pemipilan dengan tangan banyak dilakukan untuk penyediaan benih. Kerugian dari cara ini adalah memerlukan waktu yang lama dan membutuhkan banyak tenaga kerja, mencapai 9 HOK/ha. Cara lain yang banyak dilakukan petani untuk memipil jagung pada saat kadar air biji masih tinggi adalah dengan memasukkan jagung ke dalam kantung, kemudian didiamkan selama 24 jam, lalu jagung yang masih berada di dalam kantung tersebut dipukul-pukul. Cara pemipilan dengan bantuan alat sederhana ini menyebabkan banyak biji yang rusak, terutama pada saat kadar air biji masih tinggi. Firmansyah et al. Penanganan Pascapanen Jagung 377 Pemipilan dengan alat sederhana yang lain adalah menggunakan alat gosok berupa papan kayu yang dipasangi paku sebagai alat pencongkel biji jagung agar terlepas dari tongkolnya. Kapasitas kerja alat gosok berkisar antara 8-12,5 kg/jam/operator pada kondisi kadar air biji >25% dengan persentase biji rusak 6-9%. Alat pemipil jagung yang mudah dipindah-pindah mobile dengan tenaga gerak manusia Ramapil telah dikembangkan oleh Balitkabi. Menyerupai becak, silinder perontok biji digerakkan dengan cara mengayuh. Kapasitas kerja Ramapil 400-500 kg jagung tongkol/jam. Alat pemipil jagung rancang bangun Balitkabi terdiri atas tiga tipe, yaitu tipe dengan tenaga penggerak putar tangan, tipe dengan tenaga penggerak injak, dan tipe dengan tenaga penggerak kayuh pedal. Masing-masing alat mempunyai kapasitas kerja 191,9 kg/jam/orang laki-laki untuk tenaga gerak putar tangan, 114,9 kg/jam/orang wanita dengan tenaga gerak kayuh pedal. Pemipilan secara Mekanis Beberapa alat pemipil jagung bertenaga gerak enjin atau motor listrik telah dibuat oleh bengkel alat dan mesin pertanian di pedesaan, industri lokal, lembaga penelitian, dan perguruan tinggi. Sebagian besar alat pemipil yang ada di pasar saat ini hanya cocok untuk pemipilan jagung dengan kadar air 5,0 cm adalah 1,1 t/jam. Untuk jagung tongkol berdiameter 25 cm masing-masing 1,3 t dan 0,8 t/jam. Efisiensi pemipilan SENAPIL mencapai 99,96% dengan tingkat kerusakan biji 6% pada kadar air 15,5% basis basah Tastra 1996. Balitsereal telah memodifikasi mesin pemipil model PJ-M1 yang dilengkapi dengan komponen pengayak Gambar 8. Komponen pengayak tersebut dimaksudkan untuk memisahkan biji jagung dengan serpihan tongkol. Hasil pengujian menunjukkan bahwa biji jagung yang dipipil dengan PJ-M1 telah memenuhi persyaratan SNI pada kadar air biji 15% saat pemipilan. Biaya pemipilan dengan mesin pemipil model PJ-M1 lebih murah Rp 25/kg dibanding mesin pemipil yang digunakan oleh umumnya petani Rp 30/kg. Tabel 6. Kinerja pemipil jagung model PJ-M1 Balitsereal. Alat Standar mutu SNI** pemipil Uraian Manual Kapasitas kerja 20 kg/jam/org Biaya pemipilan Rp 50/kg Kualitas pipilan • Biji pecah % • Biji tidak terpipil % • Kotoran % - Alsin di tingkat petani PJ-M1* M1 M2 M3 1 t/jam Rp 30/kg 1,4 t/jam Rp 25/kg - - - 3,7 4,2 6,5 0,2 0,1 0,2 1,0 1,0 2,0 1,0 3,0 2,0 * Saat dipipil kadar air biji 15% ** M1, M2, M3 = Mutu 1, Mutu 2, Mutu 3 Sumber Subandi et al. 2003 Firmansyah et al. Penanganan Pascapanen Jagung 379 Gambar 8. Alsin pemipil jagung model PJ-M1-Balitsereal Subandi et al. 2003. PENYIMPANAN Fasilitas penyimpanan sangat diperlukan di sentra produksi jagung yang letaknya jauh dari industri pakan dan pangan. Adanya fasilitas yang memadai akan membantu petani dalam mendapatkan penawaran harga yang lebih baik. Dalam proses penyimpanan, biji jagung masih mengalami proses pernafasan dan menghasilkan karbondioksida, uap air, dan panas Champ and Highley 1986. Apabila kondisi ruang simpan tidak terkontrol maka akan terjadi kenaikan konsentrasi air di udara sekitar tempat penyimpanan, sehingga memberikan kondisi ideal bagi pertumbuhan serangga dan cendawan perusak biji. Pengaruh negatif lanjutan dari kenaikan suhu dan konsentrasi uap jenuh udara adalah meningkatnya proses respirasi dengan akibat sampingan makin meningkatnya suhu udara di ruang penyimpanan, yang akan mempercepat proses degradasi biji. Penyimpanan jagung dapat berlangsung lama tanpa menurunkan kualitas biji apabila terjadi keseimbangan kondisi simpan antara kelembaban udara relatif lingkungan dengan kandungan air biji pada kondisi suhu tertentu. Penelitian menunjukkan bahwa pada suhu ruang simpan 28ºC, kelembaban udara nisbi 70%, dan kadar air 14%, biji jagung masih mempunyai daya tumbuh 92% setelah disimpan selama enam bulan, sedangkan pada suhu simpan 38ºC daya tumbuh benih menurun menjadi 81%. 380 Jagung Teknik Produksi dan Pengembangan Harga jagung umumnya rendah pada musim panen raya karena produksi yang berlebihan. Petani tidak dapat menunda penjualan jagungnya, karena tidak memiliki fasilitas penyimpanan yang memadai. Mereka umumnya menyimpan jagung dalam jumlah kecil, untuk keperluan benih dan konsumsi keluarga. Alat penyimpan berupa silo Gambar 9 dari kayu yang berlapis seng di dinding bagian dalamnya dengan kapasitas satu ton dapat menyimpan benih/biji jagung sampai delapan bulan dan terhindar dari serangan kumbang bubuk Sitophilus zeamays Tabel 7. Daya berkecambah benih masih di atas 80% setelah disimpan selama delapan bulan. Dengan menyimpan selama beberapa bulan saja, petani akan memperoleh tambahan pendapatan karena harga jagung biasanya meningkat beberapa bulan setelah panen raya. Sebelum disimpan, biji/benih sebaiknya dikemas terlebih dahulu dalam kantung plastik, kemudian baru disimpan dalam fasilitas penyimpan yang terbuat dari bahan kayu atau multiplek. Gambar 9. Alat penyimpanan biji/benih jagung yang terbuat dari kayu berlapis seng Baco et al. 2000. Firmansyah et al. Penanganan Pascapanen Jagung 381 Tabel 7. Populasi kumbang bubuk S. zeamays per 250 g biji jagung pada beberapa alat penyimpanan. Populasi S. zeamays ekor/250 g biji Alat simpan Silo kayu berlapis seng Silo asbes Jerigen plastik Karung jumbo plastik Cara petani tongkol berkelobot 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan 8 bulan 0 0 0 0 0 0,50 4 0 0 7,25 1 5,25 0 2,75 12 0 0,75 0 0 13,75 0 3,50 0 0 6 Sumber Baco et al. 2000 STANDAR NASIONAL INDONESIA SNI MUTU JAGUNG SNI telah menetapkan standar mutu untuk produk jagung, baik untuk pangan maupun pakan. Penetapan standar mutu jagung dilakukan berdasarkan berbagai kriteria seperti warna dengan ketentuan dan penggunaan sebagai berikut Wa r n a - Jagung kuning apabila sekurang-kurangnya 90% bijinya berwarna kuning - Jagung putih apabila sekurang-kurangnya 90% bijinya berwarna putih Penggunaan - B e n i h - Nonbenih Klasifikasi dan penentuan standar mutu jagung dibagi atas dua persyaratan yaitu persyaratan umum dan khusus Warintek 2007. Syarat umum standar mutu jagung • • • • Bebas dari hama penyakit Bebas bau busuk, asam, atau bau asing lainnya Bebas dari bahan kimia seperti insektisida dan fungisida Memiliki suhu normal Syarat khusus standar mutu jagung dapat dilihat pada Tabel 8. Beberapa negara, seperti Cina, Malaysia, dan Singapura telah menerapkan standar batas maksimum mikotoksin dalam biji jagung seperti disajikan pada Tabel 9. 382 Jagung Teknik Produksi dan Pengembangan Tabel 8. Syarat khusus mutu jagung menurut SNI. Mutu Parameter Kadar air maksimum % Butir rusak maksimum % Butir warna lain maksimum % Butir pecah maksimum % Kotoran maksimum % I II III IV 14 2 1 1 1 14 4 3 2 1 15 6 7 3 2 17 8 10 3 2 Sumber Warintek 2007 Tabel 9. Standar batas maksimum kandungan mikotoksin pada biji jagung di beberapa negara. Negara Batas Cina Malaysia Singapura Indonesia Sumber Darmaputra maksimum ppb mikotoksin 20 35 bahan pangan 5 2005 DAFTAR PUSTAKA Baco, D., M. Yasin, J. Tandiabang, S. Saenong, dan Lando. 2000. Penanggulangan kerusakan biji jagung oleh hama S. zeamays dengan berbagai alat/cara penyimpanan. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 191-5. Brooker, Bakker., and Arkema. 1974. Drying cereal grains. The A VI Publishing Co. Inc, West Port. USA. Champ, and Highley. 1986. Technological change in postharvest handling and transportation of grains in humid tropics. The International Seminar, Bangkok, Thailand. 10-12 September 1986. Dharmaputra, O. S. 2005. Kontaminasi mikotoksin pada bahan pangan dan pakan di Indonesia. Makalah disampaikan pada Simposium Mikotoksin dan Mikotoksis. Jakarta, 30 Juli 2005. Dharmaputra, I. Retnowati, Purwadaria, and M. Sidik. 1996. Survey on postharvest handling, A. flavus infection, and aflatoxin contamination of maize colleted from farmers and traders. In Champ and E. Highley Eds.. Bulk handling and storage of grain in Firmansyah et al. Penanganan Pascapanen Jagung 383 the humid tropics. Proc. of an International Workshop held at Kuala Lumpur, Malaysia, 6-9 October 1987, p. 58-68. Firmansyah, S. Saenong, B. Abidin, Suarni, dan Y. Sinuseng. 2006. Proses pascapanen untuk menunjang perbaikan produk biji jagung berskala industri dan ekspor. Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. p. 1-15. Firmansyah, S. Saenong, B. Abidin, Suarni, dan Y. Sinuseng. 2005. Proses pascapanen untuk menunjang perbaikan produk biji jagung berskala industri dan ekspor. Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. p. 20-25. Firmansyah, S. Saenong, B. Abidin, Suarni, Y. Sinuseng, F. Koes, dan J. Tandiabang. 2004. Teknologi pascapanen primer jagung dan sorgum untuk pangan, pakan, benih yang bermutu dan kompetitif. Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. p. 1-35. Handerson, and Perry. 1982. Agricultural process engineering. Third edition. The AVI Publishing Company Inc., Westport Connecticut. Lando, dan B. Prastowo. 1990. Penelitian penampilan perontok multikomoditi. Hasil Penelitian Mekanisasi dan Teknologi. 1093-101. Muda, I. Abas, Nour, and R. Abdullah. 1988. Sealed storage of milled rice under carbon dioxide. In Champ and E. Highley Eds.. Bulk handling and storage of grain in the humid tropics. Proc. of an International Workshop held at Kuala Lumpur, Malaysia, 6-9 October 1987, p. 189-196. Muhlbauer, W. 1983. Drying of agricultural products with solar energi. Procedings of Technical Consultstion of European Cooperative Network on Rural Energy, Tel. Aviv, Israel. 329-36. Prabowo, A., Y. Sinuseng, dan IGP. Sarasutha. 2000. Evaluasi alat pengering jagung dengan sumber panas sinar matahari dan pembakaran tongkol jagung. Hasil Penelitian Kelti Fisiologi. Balitjas, Maros. Prastowo, B,. I Sarasutha, Lando, Zubachtirodin, B. Abidin, dan Anasiru. 1998. Rekayasa teknologi mekanis untuk budi daya tanaman jagung dan upaya pascapanennya pada lahan tadah hujan. Jurnal Engineering Pertanian 5239-62. Subandi, Zubachtirodin, S. Saenong, W. Wakman, M. Mejaya, Firmansyah, dan Suryawati. 2003. Highligth Balai Penelitian Tanaman Serealia 2002. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. p. 14-16. 384 Jagung Teknik Produksi dan Pengembangan Syarief, R. dan J. Kumendong. 1997. Penanganan panen dan pascapanen jagung dalam rangka peningkatan mutu jagung untuk industri/ ekspor. Seminar Temu Teknis Badan Pengendali Bimas, Departemen Pertanian. Jakarta, 27 Pebruari 1997. Tastra, 1996. Pemipil jagung “SENAPILâ€, komponen paket supra insus dan pemacu agroindustri dan agribisnis jagung di pedesaan lahan kering. Monograf Balitkabi No. 1-1996. Warintek. 2007. Jagung zea mays, klasifikasi dan standar mutu. www. p. 1-3. Weibe, and Bjeldanes. 1981. Fusarium, a mutagen from fusarium monoliforne grown on corn. Journal of Food Science 24. p. 14-24. Firmansyah et al. Penanganan Pascapanen Jagung 385
Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 4BAB 11BAB 11. TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGANPRODUK OLAHAN HEWANITeti Estiasih, Anang M. Legowo, Sri Mulyani, A N. Al-Baarri, A. HintonoPENDAHULUANBahan pangan hewani merupakan bahan pangan yang berkualitas nutrisitinggi karena asam amino esensilanya lengkap dan kandungan antinutrisi yangrendah atau tidak mengandung antinutrisi. Bahan pangan hewani biasa diolahmenjadi berbagai produk olahan yang saat ini sudah banyak tersedia secarakomersial. Perubahan gaya hidup masyarakat yang lebih praktis dan tuntutandunia kerja yang menyita banyak waktu sehingga waktu memasak terbatas,mengakibatkan tingginya minat konsumen untuk mengkonsumsi produk olahanhewani yang siap saji atau waktu pemasakan singkat. Berbagai produk olahanhewani tersedia dalam bentuk siap konsumsi seperti susu UHT dan olahan bekuseperti nugget yang mudah disajikan. Bahan pangan hewani juga seringkalimerupakan ingridien untuk produk pangan sehingga diolah menajdi produkintermediat seperti tepung telur dan lemak memahami proses pengelohan bahan hewani, maka perludipahami terlebih dahulu karakteristik bahan dan penanganan pasca Bab 11 ini kedua hal tersebut akan dibahas. Juga akan dibahas bagaimanateknologi pengolahan bahan hewani tersbeut menajdi berbagai produk PENGOLAHAN Pengertian dan Lingkup Pengolahan SusuSusu milk merupakan cairan yang disekresikan oleh kelenjar mamaeambing ternak sapi perah sehat, tanpa ditambah sesuatu atau dikurangikomponennya. Penamaan susu diselaraskan dengan fakta bahwa ternak sapiperah adalah penghasil susu terbesar di dunia. Susu dari ternak mamalia yanglain, pada umumnya disebutkan bersama dengan nama ternaknya. Misalnya susudari ternak kambing disebut susu kambing dan susu dari kerbau disebut tergolong bahan pangan yang memiliki zat gizi nutrisi lengkap,mudah dicerna, dan bercitarasa lezat. Susu memiliki peran penting dalammenunjang kebutuhan gizi manusia, yaitu dapat dikonsumsi bayi setelah ASI airsusu ibu eksklusif, anak-anak, remaja, hingga orang dewasa. Disisi lain, susumerupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroba, sehingga susu sangatmudah rusak highly perishable food. Mikroba kontaminan pada susu sebagianbesar lebih dari 95% adalah mikroba pembusuk, utamanya golongan bakteriasam laktat BAL dan selebihnya mungkin ada mikroba patogen. Oleh karena 5itu, perlu penanganan yang benar agar susu dapat digunakan sebagai bahan bakuolahan yang berkualitas baik, tahan lama, dan susu merupakan teknologi pasca panen yang mengolah sususegar menjadi berbagai produk olahan. Tujuan pengolahan susu antara lain,yaitu 1 menghasilkan bahan baku pengolahan yang baik, 2 menghasilkanberbagai produk sebagai bagian diversifikasi dan pengembangan produk pangan,3 menghasilkan nilai tambah added value pada mata rantai produksi susu,dan 4 memberi kontribusi pada penyediaan makanan bergizi baik bagimasyarakat. Banyak jenis produk olahan susu seperti susu pasteurisasi, sususteril, susu bubuk, susu fermentasi, es krim, sub bab ini diuraikan tentang prinsip dasar penanganan danpengolahan susu, meliputi 1 Penanganan susu segar; 2 Teknologi pemanasansusu pada pengolahan susu pasteurisasi dan susu steril; 3 Teknologi evaporasipada pengolahan susu kental, serta proses pengeringan pada pengolahan susububuk; 4. Fermentasi susu; 5 Pengolahan keju, es krim, dan mentega butter. Penanganan Susu SegarPenanganan susu segar dilakukan sejak pemerahan hingga susu di bawake tempat pengumpulan susu atau industri pengolahan susu. Kegiatan utamanyaadalah menjaga agar susu tidak cepat mengalami kerusakan, serta sekaligusmempersiapkan susu sebagai bahan baku untuk hal yang perlu diperhatikan pada penanganan susu segar, yaitu1 pencegahan kontaminasi mikroba pada susu dan pengendaliannya; 2memperpanjang daya simpan susu, misalnya dengan sistem laktoperoksidase; 3penerapan prinsip dan metode pendinginan susu; serta 4 penerapan metodehomogenisasi dan pemisahan lemak Pencegahan Kontaminasi MikrobaPada waktu susu masih didalam tubuh ternak didalam ambing,kondisinya steril. Akan tetapi, sejak pemerahan akan terjadi kontaminasi,khususnya mikroba, yang dapat mengakibatkan kerusakan susu. Didalam setiapmililiter susu segar terdapat ratusan ribu hingga jutaan sel bakteri standar kualitas susu segar BSN, 2011 jumlah mikrobamaksimum yang diperbolehkan adalah 1 juta koloni per mili liter 106CFU/mL.Rata-rata bakteri tersebut dapat berkembang biak delapan kali lipat setiap jambila susu disimpan pada suhu kamar. Pada saat pemerahan, susu tersebut dapatterkontaminasi oleh berbagai jenis bakteri dari berbagai sumber, yaitu kulitternak, tangan pemerah, udara, peralatan ternak dapat menjadi sumber kontaminasi mikroba, debu, bulu dankotoran selama pemerahan. Untuk mencegah kontaminasi dapat dilakukandengan mencuci dan membersihkan badan ternak, serta bagian ambing danputing sebelum pemerahan. Pencucian dapat juga menggunakan larutan klorindengan konsentrasi 50 ppm untuk membantu mematikan mikroba dari tangan pemerah sering tidak tangan yang kotor sangat potensial menjadi sumber bakteri pembusukmaupun bakteri patogen. Beberapa famili bakteri pada susu yang diduga hasilkontaminasi dari pemerah yaitu 28% Pseudomonadaceae, 20% Micrococcaceae, 618% Achromobacteriaceae dan 14% Enterobacteriaceae Christiansen andOverby, 1988. Untuk mencegah kontaminasi dari pemerah, maka disarankanagar pemerah mencuci tangan hingga bersih, kemudian dilap hingga keringsebelum melakukan merupakan media penunjang bagi penyebaran mikrobia daritempat sekitar pemerahan kedalam susu. Oleh sebab itu, kondisi lingkunganpemerahan harus dijaga kebersihannya agar tidak menjadi sumber pemerahan yang tidak bersih dapat menjadi sumberkontaminasi. Peralatan pemerahan berupa saringan, tabung penyedot susu ataumesin pemerah dan wadah susu milk can. Penggunaan mesin pemerahtergolong praktis dan minimal terkontaminasi mikroba. Pembersihan dansanitasi peralatan diperlukan untuk menghilangkan sisa susu yang masihmenempel pada Susu dengan Sistem LaktoperoksidaseMetode pengawetan susu segar dengan sistem laktoperoksidaselactoperoxydase-system merupakan metode alternatif. Sistem ini mengaktifkanenzim laktoperoksidase enzim LP yang secara alami ada di dalam susu untukmenghasilkan efek anti bakteri Al-Baarri et al., 2015; Al-Baarri et al., 2019.Aktifitas enzim LP sejak pemerahan mengalami penurunan seiring dengan waktudan suhu Gambar 1 tampak bahwa aktifitas awal enzim LP didalam susu relatiftinggi, yaitu sekitar 4 U/mL. Pada suhu ruang, aktifitas enzim LP menurunhingga dibawah 1 U/mL pada menit ke-180 3 jam. Pada saat itu susu mulaimengalami kerusakan akibat aktifitas mikroba. Akan tetapi, pada suhu dingin40C, penurunan aktifitas enzim LP lambat. Pada menit ke-270 6,5 jam barumencapai separuh aktifitas awal, yaitu 2 U/mL. Dalam kondisi ini, tanda-tandakerusakan susu belum terlihat nyata Al-Baarri dan Legowo, 2012.Gambar 1. Aktivitas enzim laktoperoksidase seiring waktu penyimpanan enzim LP pada susu memerlukan senyawa tiosianat dan H2O2dalamjumlah tertentu. Kedua senyawa ini sebenarnya sudah ada didalam susu, tetapidalam jumlah sedikit. Untuk mengaktifkan enzim LP maka jumlah tiosianat danH2O2harus ditingkatkan konsentrasinya hingga masing-masing menjadi 15 ppm 7dan 10 ppm. Senyawa H2O2akan mengaktifkan enzim LP setelah terurai menjadiair dan oksigen. Enzim LP bersama oksigen akan mengubah tiosianat menjadioksida tiosianat OSCN- yang dapat mematikan mikroba Villa, et al., 2014.Praktek pengawetan sistem LP efektif bila dikombinasikan dengan suhupenyimpanan susu. Apabila pengawetan dilakukan pada suhu ruang sekitar300C, maka daya awet susu dapat mencapai 7-8 jam, sedangkan pada suhu yangrelatif rendah sekitar 150C daya awetnya mencapai 24 jam Legowo, 2018.Perlu dicatat bahwa sistem ini sulit diterapkan ditingkat peternak, karena butuhketelitian dan kehati-hatian terkait penggunaan hidrogen Pendinginan SusuPendinginan merupakan metode pengawetan susu segar yang sangatefektif. Pada suhu ruang 300C atau lebih, mikroba didalam susu dapatberkembang dan meningkat 8 kali lipat setiap jam. Hanya dalam waktu 5-6 jamsusu akan menjadi rusak yang ditandai dengan timbulnya bau asam danterbentuknya gumpalan. Pendinginan pada suhu 3-40C dapat menghambatpertumbuhan mikroba didalam susu. Pendinginan mampu memperpanjang faseadaptasi fase lag dari pertumbuhan bakteri sehingga perkembang biakanbakteri pembusuk dapat prinsipnya sistem pendinginan adalah memindahkan panas darisusu ke media pendingin yang disediakan. Media pendingin refrigerantberfungsi menyerap panas dari susu hingga suhu rendah tertentu sesuai denganrancangan peralatannya. Beberapa sistem dapat diterapkan untuk pendinginansusu, yaitu dalam bentuk peralatan pendinginan yang sederhana hingga yangkompleks. Sekarang ini sudah banyak mobil/ truk pengangkut susu yangdilengkapi dengan tangki pendingin, sehingga memungkinkan untukmengangkut susu dari sentra peternakan sapi perah, atau dari tempat/ koperasipengumpul susu, ke lokasi industri pengolahan Lemak SusuSusu sebagai bahan baku industri pengolahan susu seringkali harusdipisahkan atau dikurangi lemaknya. Hal ini menjadi bagian penting pengolahanproduk susu rendah lemak maupun produk tanpa lemak. Lemak susu creamdapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan mentega butter, es krim icecream dan berbagai produk krim. Bagian bukan lemak susu berupa skim danserum yang kaya akan protein. Skim banyak digunakan sebagai bahan dasarpembuatan keju, skim bubuk, kasein bubuk dan bahan campuran untukbeberapa produk makanan. Serum atau dikenal sebagai whey banyakmengandung protein disamping laktosa dan mineral, serta dapat diolah menjadiwhey bubuk dan sebagai bahan campuran untuk pembuatan beberapa produkmakanan/ lemak susu dapat dilakukan dengan menggunakan alatpemisah krim cream separator. Prinsip kerja alat pemisah krim adalahpenerapan gaya sentrifugal dengan cara pemusingan sentrifugasi untukmemisahkan partikel berdasarkan perbedaan densitas atau bobot jenisnya. Krimakan berada dibagian atas membentuk suatu lapisan, sedangkan skim maupun 8whey akan tertinggal dibagian bawah. Kecepatan pemisahan krim dipengaruhioleh ukuran globula lemak susu dan kecepatan perputaran kadar lemaknya, krim dapat dikelompokkan menjadibeberapa golongan yaitu krim normal, setengah krim, whipping cream,heavywhipping cream,double cream dan plastic cream Legowo et al., 2009. Secaraumum pada saat pemisahan krim dari susu segar akan diperoleh krim mendapatkan kadar lemak susu tertentu seringkali harus dilakukanstandarisasi, misalnya pada bahan untuk pembuatan produk-produk tertentuseperti minuman susu rendah lemak, mentega, susu kental dan HomogenisasiHomogenisasi adalah proses memperkecil dan menyeragamkan ukuranglobula lemak susu. Ukuran globula lemak susu bervariasi sekitar 0,5-20 m diubah menjadi sekitar 0,5-1,0 m. Susu hasil homogenisasi disebut sebagai susuhomogen, yang memiliki sifat tidak mudah mengalami pembentukan danpemisahan lapisan krim. Susu homogen dapat menghasilkan produk olahan yangbermutu baik dan menarik. Es krim yang dibuat dari susu homogen memilikitekstur yang lembut dan kemampuan mengembang overrun yang baik, sertatidak mengalami pemisahan lemak selama penyimpanan dalam freezer. Mentegabutter yang dibuat dari susu homogen tidak membentuk gumpalan partikelclusters, clumps yang untuk proses homogenisasi disebut homogenizer atau alathomogenisasi. Pada prinsipnya alat homogenisasi terdiri dari pompa bertekanantinggi dan katup. Susu masuk kedalam katup dan ditekan dalam ruang sempitdiantara dua bagian katup maka globula lemaknya dapat dipecah dan pemecahan dan pengecilan globula lemak susu pada proseshomogenisasi melalui beberapa tahapan Legowo et al., 2009. Semula globulalemak berukuran besar mother fat globule akan mengalami pereganganstretching, kemudian terpecah menjadi beberapa globula yang lebih kecil. Padaakhir proses terjadi micronization globula berukuran kecil dan seragam.Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses dan hasil homogenisasi,diantaranya yaitu besarnya tekanan, jenis alat homogenisasi, kandungan lemaksusu, kecepatan aliran susu dan suhu selama proses. Alat homogenisasibermacam-macam, tetapi dapat dikelompokkan kedalam golongan alathomogenisasi satu tahap one-stage homogenizer dan dua tahap two-stagehomogenizer. Alat homogenisasi dua tahap biasanya dapat menghasilkanukuran globula lemak relatif homogenisasi menghasilkan produk susu homogen yangmemiliki beberapa keuntungan, antara lain yaitu 1 distribusi lemak susumerata, sehingga tidak terbentuk lapisan krim pada permukaan susu, 2 susutampak lebih putih dan menarik, 3 lebih cepat menggumpal dengan rennetpada proses pembuatan keju, 4 mengurangi sensitifitas terhadap prosesoksidasi, dan 5 flavor menjadi lebih Pemanasan SusuProses pemanasan susu harus dipertimbangkan bahwa suhu yangdigunakan dapat membunuh mikroba patogen dan kandungan zat gizi tidak 9rusak. Tujuan proses pemanasan pada susu dan produk olahannya antara lainyaitu 1 membunuh mikroba patogen, 2 membunuh sebagian besar mikrobapembusuk, 3 inaktifasi enzim didalam susu maupun enzim dari mikroba, 4mempengaruhi sifat fisik dan kimiawi susu agar sesuai untuk pengolahan lebihlanjut. Ada tiga proses pemanasan yang lazim diterapkan pada pemanasan susu,yaitu termisasi, pasteurisasi, dan TermisasiTermisasi adalah pemanasan susu pada suhu relatif rendah sekitar60-650C selama 15-20 detik. Perlakuan ini diterapkan sebagai pemanasanpendahuluan sebelum susu diproses untuk diolah menjadi suatu bertujuan untuk 1 meminimalkan jumlah mikroba khususnyabakteri psikrofil, 2 mencegah perubahan enzimatik utamanya enzim lipase danprotease, 3 penyesuaian suhu susu untuk pemanasan lebih lanjut, karena padasaat susu segar diterima oleh industri pengolahan dalam keadaan Pasteurisasi SusuPasteurisasi adalah proses pemanasan susu pada suhu dan waktutertentu untuk mematikan semua mikroba patogen dan sebagian mikrobapembusuk. Beberapa jenis mikroba patogen yang sering dijumpai didalam susudan sangat resisten terhadap panas yaitu Mycobacterium tuberculosispenyebab sakit tuberkulosis TBC, Brucellae sp. penyebab sakit brucellosis,Salmonella dan Shigella sp. penyebab sakit saluran pencernaan, serta Coxiellaburnetti penyebab sakit demam Q Q-fever. Diantara mikroba patogen tersebut,Coxiella burnetti dianggap paling resisten terhadap panas sehingga harusmenjadi perhatian utama pada proses pasteurisasi pasteurisasi diambil dari nama seorang ahli yang bernama LouisPasteur 1822-1895. Penemuan penting Louis Pasteur dalam risetnya adalahmikroba dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, dan mikroba tersebutdapat dimatikan dengan pemanasan, sehingga bahan menjadi lebih awet. Hasiltemuan inilah yang menjadi dasar proses pasteurisasi. Secara umum dikenal duametoda pasteurisasi susu yaitu 1Pasteurisasi susu pada suhu rendahdengan waktu pemanasan lama, yakni metode LTLT low temperature long time.Pemanasan sekurangnya pada suhu 630C selama 30 menit. Metode ini biasanyaditerapkan pada skala kecil. 2Pasteurisasi pada suhu tinggi dengan waktucepat, yakni metode HTST High Temperature Short Time, pemanasan minimalpada suhu 720C selama 15 detik. Metode yang disebut juga flash method ini dapatdioperasikan secara kontinyu dengan kapasitas proses pasteurisasi susu dapat ditentukan dengan metodeuji fosfatase, yaitu menentukan adanya aktivitas enzim posfatase didalam susupasteurisasi. Untuk menginaktifkan enzim posfatase membutuhkan waktu lebihlama dibanding waktu untuk membunuh bakteri patogen Coxiella burnetti yangpaling resisten didalam susu. Oleh sebab itu, apabila uji posfatase 0 atau negatifmaka proses pasteurisasi susu dianggap cukup atau menentukan mutu susu pasteurisasi diperlukan beberapabeberapa uji, misalnya uji organoleptik, uji kimiawi, uji mikrobiologis ataupun ujiadanya cemaran logam. Persyaratan tentang berbagai uji tersebut telah 10ditetapkan menurut SNI No. 01-3951-1995 seperti tercantum pada Tabel minimum kadar lemak dan BPTL susu pasteurisasi yangditambah flavor masing-masing 2,8 dan 7,7%, sedangkan persyaratan yang lainsama. Produk susu pasteurisasi komersial dewasa ini dikenal cukup banyakvariasinya, baik terkait ukuran dan bentuk kemasannya, maupun varian citarasaflavor Sterilisasi SusuSterilisasi adalah proses pemanasan untuk mematikan semua mikrobayang ada pada susu. Proses sterilisasi biasanya dilakukan pada suhu 1210Cselama 15 menit atau yang dikenal dengan sterilisasi komersial. Artinya, prosessterilisasi tersebut dapat mematikan hampir semua mikroba tanpa merusakbahan dan secara komersial layak diperdagangkan atau susu dapat dilakukan dengan sistem batch menggunakan alatotoklaf dan dengan sistem kontinyu yang disebut proses UHT Ultra HighTemperature. Sterilisasi susu dengan otoklaf biasanya dilakukan pada suhu1210C selama 10-15 menit, sedangkan sterilisasi UHT dilakukan pada suhu135-1400C selama 2-5 detik. Dari kedua sistem tersebut, UHT merupakanmetoda sterilisasi susu yang banyak diterapkan pada industri skala 1. Standar Mutu Susu Pasteurisasi SNI No. 01-3951-1995Kadar Lemak, % b/b Reduktase dengan metilen blueKadar Protein, % b/b total plate count, sel/ml, Presumptive, MPN/ml, BerbahayaAs, ppm, ppm, ppm, ppm, Pengawet, Pemantap, PewarnaSesuai Permenkes RINo. 235/1979Pada proses pengolahan susu UHT dikenal dua tipe pemanasan, yaitu 1Tipe pemanasan langsung direct heating dan 2 Tipe pemanasan tidaklangsung indirect heating. Tahapan proses pengolahan susu UHT antara lainmeliputi pencampuran mixing, termisasi, pasteurisasi, homogenisasi,sterilisasi, regenerasi, dan pengisian filling. Selesai sterilisasi, susu segeradidinginkan hingga suhu 280C. Akhirnya susu steril segera dikemas melaluitahap filling kedalam wadah yang disediakan dan telah disterilkan. 11Tabel 2. Standar Mutu Susu UHT SNI No. 01-3950-1995Kadar Lemak, % b/b Protein, % b/b total plate count, sel/ml, Presumptive, MPN/ml, BerbahayaAs, ppm, ppm, ppm, ppm, Pengawet, Pemantap, PewarnaSesuai Permenkes RINo. 235/1979Hasil proses sterilisasi susu perlu dilakukan pengujian untuk menentukanmutunya. Standar mutu susu UHT yang tanpa ditambah flavor menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 2. Persyaratan minimum kadar lemakdan BPTL susu UHT yang ditambah flavor masing-masing 2,8 dan7,7%,sedangkan persyaratan yang lain sama. Produk susu UHT cukup bervariasi,baik terkait dengan ukuran dan bentuk kemasannya, maupun varian Evaporasi dan Pengeringan SusuEvaporasi susu merupakan usaha pengurangan sebagian kandungan airdari susu dengan proses penguapan. Proses evaporasi susu juga disebut sebagaiproses pemekatan dan menghasilkan produk susu kental evaporated milk.Pengeringan merupakan proses penghilangan sebagian besar air pada sususehingga dihasilkan produk susu bubuk milk powder. Pengolahan Susu KentalDasar proses pengolahan susu kental adalah proses evaporasi. Secaraumum dikenal dua produk utama susu kental yaitu susu kental biasaevaporated milk,concentrated milk dan susu kental manis sweetendconcentrated milk. Susu kental secara umum mempunyai komposisi sebagaiberikut lemak berkisar antara 7,5-9,0%, bahan padat tanpa lemak BPTL17,5-22,0% dan total bahan padat TBP sekitar 25-31%.Susu kental pada umumnya diproduksi secara komersial dalam kemasankaleng atau botol plastik plastic tube yang diproses steril. Oleh sebab itu susukental sering juga disebut sterilized concentrated milk. Tahap proses pengolahansusu kental meliputi standarisasi, pemanasan pendahuluan, evaporasi,homogenisasi dan pendinginan. Setelah diperoleh susu kental, kemudian 12dilakukan pengemasan, sterilisasi, pendinginan dan penyimpanan atau distribusiRefstrup, 1988. Tahapan khusus pada pembuatan susu kental adalah evaporasimenggunakan alat evaporator pada suhu sekitar 550C dengan tekanan semivakum. Susu kental yang telah disterilkan dan dikemas aseptis dapat disimpanpada suhu kamar dalam waktu beberapa bulan. Pengolahan susu kental manispada prinsipnya sama dengan pengolahan susu kental, tetapi ada penambahangula, pada umumnya sukrosa dengan konsentrasi sekitar 63-64%. Pengolahan Susu BubukSusu bubuk adalah produk yang dihasilkan dari pengeringan susu bubuk menurut FAO/WHO antara lain kadar airnya maksimum5% dan kadar lemaknya berkisar antara 26-40%. Berdasarkan bahan dasarnya,terutama kandungan lemak susunya, dikenal beberapa jenis susu bubuk yaitua. Susu bubuk penuh whole milk powder, atau full cream milk powder. Kadarlemak susu bubuk penuh adalah sekitar 26-40%.b. Susu bubuk rendah lemak low fat milk powder, atau partly skimmed milkpowder.. Kadar lemak susu bubuk ini adalah pada kisaran >1,5% hingga 2%.Penekanan merupakan proses yang bertujuan untuk membentukpartikel-partikel dadih atau keju yang kompak tidak longgar/tidak berongga.Secara umum penekanan diterapkan untuk pembuatan keju yang perlu penekanan dilakukan pada kondisi semi-vakum kurang dari 0,5 atmdengan tekanan sekitar 85-95 kN/m2selama 2-3 perlakuan khusus dimaksudkan untuk membentuk jenis-jenis kejutertentu. Perlakuan khusus tersebut dapat berupa antara laina. Melakukan pemuluran stretching dalam kondisi hangat pada pembuatankeju Pemisahan krim dari dadih pada pembuatan keju Inokulasi kultur starter tertentu, misalnya pada pembuatan keju requefortdan keju Penyemprotan spora kapang putih pada permukaan keju tertentu, misalnyakeju Membalur permukaan keju brick dan limburger untuk induksi bakteri Penyimpanan didalam ruang khusus pada suhu agak hangat pada pembuatankeju Pengasapan untuk memberi flavor spesifik dan efek berminyak padapermukaan Melakukan pemeraman dadih pada suhu dan waktu tertentu sampaidiperoleh cita rasa, tekstur dan body keju yang diinginkan. Selamapemeraman terjadi degradasi laktosa, protein dan lemak yang disebabkanoleh enzim-enzim dari bakteri BAL, jamur moulds atau ragi yeast yangditambahkan. Pengolahan Krim SusuKrim cream atau lemak susu adalah komponen susu yang memiliki sifatspesifik dan nilai ekonomi tinggi. Krim banyak dimanfaatkan untuk membuatproduk es krim ice cream dan mentega butter. Es krim pertama kali dibuatpada tahun 1767 oleh Elizabeth Raffield Lampert, 1970. Carlo Gattimemperkenalkan es krim secara komersial pada tahun 1860 dalam bentukrebusan telur dan susu bersama-sama untuk membentuk custard, kemudiandidinginkan dalam wadah yang dikelilingi oleh es dan Pengolahan Es KrimBatasan tentang es krim banyak dikemukakan oleh para ahli atau lembagayang berkompeten, antara lain a. Gibson 1988 mendiskripsikan es krim sebagai sistem kompleks berisi buihyang terdispersi didalam fase kontinyu yang dibekukan. Es krim merupakansuatu emulsi yang berisi krim, bahan padat tanpa lemak BPTL, stabilizer,air, garam, gula dan komponen Association of Great Britain and Ireland Arbuckle, 1977 mendefinisikan eskrim sebagai produk pembekuan yang mengandung lebih dari 8% lemaksusu serta lebih dari 10% USDA yang dikutip oleh Eckles 1980 menyatakan bahwa es krim adalahproduk pembekuan dari krim dan gula dengan atau tanpa zat aroma danmengandung tidak kurang dari 14% lemak pembuatan es krim meliputi 1 pencampuran, 2 pasteurisasi,3 homogenisasi, 4 pendinginan, 5 Aging penuaan, 6 pembekuan dan 7pengemasan. Bahan-bahan untuk pembuatan es krim dapat berasal dari susu,krim dan produk olahan susu susu bubuk, susu kental, skim, serta bahan lainseperti pemanis, penstabil, pengemulsi, telur, bahan flavor dan bahan untuk membuat adonan es krim dilakukan bertahap,yaitu diawali dengan bahan cair seperti susu, krim dan susu kental atau ini dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 40-430C. Setelah itu,bahan-bahan padat seperti gula dan pengental CMC, carboxy methyl celulosedituangkan. Bahan penstabil seperti alginat biasanya akan larut sempurna padasaat pemanasan. Setelah semua bahan tercampur, dilakukan pasteurisasi padasuhu 800C selama sedikitnya 25 detik. Tahap berikutnya adalah homogenisasiadonan untuk memperkecil ukuran globula lemak susu menjadi sekitar 1-2 penting yang perlu diperhatikan pada pembuatan es krim adalahoverrun. Yang dimaksud overrun adalah pengembangan volume es krim relatifterhadap volume adonan mula-mula. Overrun dapat menentukan body, tekstur,kelezatan, serta hasil produksi dan keuntungan es krim. Besarnya overrun dapatditentukan berdasarkan 1 perbedaan volume berat konstan, yaitu denganmenghitung besarnya volume es krim dikurangi volume adonan dibagi denganvolume adonan; 2 perbedaan berat volume konstan, yaitu denganmenghitung besarnya berat adonan dikurangi berat es krim dibagi dengan berates krim. Satuan overrun dinyatakan dalam persen % dengan rumus sebagaiberikut 19Volume es krim – Volume adonan“Overrun” % = - X 100%Volume adonanBerat adonan – Berat es krim“Overrun” % = - X 100%Berat es krimEs krim yang baik mempunyai overrun berkisar antara 70-100%.Biasanya es krim dengan overrun 90-100% digolongkan sebagai tipe bulk yangtidak langsung dikonsumsi, sedangkan es krim dengan overrun 70-80% biasanyadikemas dalam kemasan kecil yang siap proses homogenisasi, tahap selanjutnya adalah pendinginan danpenuaan aging. Adonan didinginkan pada suhu 0-40C dan kemudian dilakukanaging dengan cara mempertahankan adonan pada suhu tersebut selama 24 saat aging terjadi pembekuan lemak yang semula cair sewaktuhomogenisasi, serta terjadinya pengembangan volume adonan yang akhirnyamenjadi es krim dengan tingkat overrun tertentu. Faktor-faktor yangmempengaruhi meningkatnya overrun adalah bahan pengemulsi termasukkuning telur, bahan penstabil, suhu pasteurisasi adonan dan besarnya krim yang terbentuk segera dibekukan secara cepat supaya kristal esyang terbentuk kecil dan produk bertekstur lembut. Tahap ini diikuti proseshardening atau pengerasan es krim, yaitu dengan cara membekukan es krimpada suhu –180C. Pada suhu ini kira-kira 80% air yang ada di dalam es krimmengalami pembekuan. Bila suhu pembekuan diturunkan menjadi -300C makajumlah air yang membeku mencapai 90%. Setelah tahap inilah es krim siapdikemas, didistribusikan, dan akhirnya Pembuatan Es Krim yang Diperkaya ProbiotikProduk fermentasi dipercaya sebagai makanan fungsional yangmempuyai banyak manfaat untuk kesehatan. Penggunaan bakteri asam laktatBAL yang berperan sebagai probiotik pada produk susu fermentasi akanmenambah populasi bakteri alami didalam sistem pencernaan. Persyaratanumum bakteri probiotik, yakni pada saat dikonsumsi 1 tahan terhadap pHlambung dan cairan empedu, 2 dapat hidup dan berkoloni dengan mikrobiotaalami didalam saluran cerna. Manfaat probiotik tersebut antara lain, yaitumembantu sistem pencernaan bekerja optimal, dapat mencegah diare padapenderita lactose intolerance, serta dapat menurunkan kadar kolesterol dari fenomena tersebut, beberapa peneliti mencoba untukmenambahkan BAL dalam adonan es krim, yang akhirnya disebut es krimfermentasi. Penambahan BAL dalam pembuatan es krim sangatmemungkinkan karena dalam adonan es krim masih terdapat gula sukrosamaupun laktosa sebagai substrat untuk pertumbuhan BAL. Untuk lebih disukaikonsumen inkubasi dihentikan saat pH mencapai 5,6 Davidson et al., 2000. 20Pengaruh penambahan BAL dalam es krim akan mempengaruhi totalbahan padat, pH, waktu pelelehan dan nilai overrun. Berkurangnya bahan padatakan meningkatkan overrun tetapi akan menurunkan waktu pelelehan es krimLegowo et al., 2008. Es krim dengan penambahan BAL probiotik 3-6%mempuyai karakteristik es krim yang telah memenuhi standar kualitas danberpotensi sebagai pangan fungsional. Total bahan padat es krim berkisar33,02 – 31,07%, nilai overrun sebesar 40,5% - 49% dan resistensi pelelehan eskrim selama 7,22 – 11,06 menit. Sedangkan tingkat keasaman es krim berkisarantara 0, 63 – 0,97% dengan nilai pH antara 4,88 – 5,32. Total BAL antara 1,9 x10 7– 4,5 x 107cfu/ml Mulyani et al., 2006.Jika BAL yang ditambahkan dalam adonan es krim fermentasi merupakanprobiotik, maka produknya dapat disebut sebagai es krim probiotik dan Bifidobacterium bifidum dengan perbandingan1 2 dalam adonan es krim menghasilkan viabilitas BAL yang terbaik yaitu 6,4 x108 – 1,4 x 1011 cfu/ml Mulyani et al., 2008. Jumlah tersebut telah memenuhistandar internasional untuk minuman probiotik yaitu minimal 107cful/mldengan jumlah konsumsi rata-rata 100 ml per hari Davidson et al., 2000. Untukmeningkatkan sifat fisik es krim dan mempertahankan tektur selama prosespenyimpanan beku adonan es krim dapat ditambahkan penstabil dari berbagaijenis hidrokoloid, misalnya gum arab, gelatin ataupun karagenan. Penambahan0,5% gelatin dari adonan es krim mampu memperbaiki tekstur, meningkatkantekstur creamy pada es krim meskipun kadar lemaknya rendah Mulyani, 2018.Kemampuan gelatin sebagai penstabil lebih baik dibandingkan gum arab dankaragenan Mulyani et al. 2020.Proses pembekuan cepat menjadi faktor yang memperkecil kematian BALdan probiotik. Hasil penelitan menunjukkan bahwa pada penyimpanan bekuselama 30 hari, jumlah BAL dalam es krim probiotik masih cukup tinggi yaitu 3,3x 107– 6,7 x 108cfu/ml Legowo, 2008.Ada beberapa tahap pembuatan es krim yang diperkaya probiotik yaitupencampuran bahan, pasteurisasi, pemblenderan, pendinginan inokulasi,pemeraman, pembekuan dan penyimpanan. Tahap awal yaitu pencampuranbahan-bahan sesuai dengan komposisi yang telah ditentukan seperti whippingcream, skim, CMC, kuning telur, gula dan air. Campuran bahan dipasteurisasipada suhu 80 oC selama 30 detik, kemudian didinginkan pada suhu ± 41oCsehingga siap untuk diinokulasikan starter. Penambahan starter sebesar 4%dari berat adonan ke dalam adonan es krim lalu diinkubasi selama 4 jam padasuhu 41 oC di dalam inkubator. Selanjutnya adalah penuaan aging dengansuhu 4 oC selama 5 jam, setelah itu memasukkan adonan es krim ke dalam icecream maker selama 30 menit Mulyani et al., 2008. Pengolahan ButterButter adalah mentega yang dibuat dari bahan utama lemak susu cream.Butter pada umumnya dapat langsung dikonsumsi tanpa harus dimasak ediblefat consumed uncooked. Sebagai bahan makanan, butter merupakan sumberkalori, meningkatkan daya terima produk makanan lain, membentuk strukturbahan tertentu, serta menghasilkan flavor yang spesifik. Mentega jugamerupakan sumber vitamin A dan vitamin D serta beberapa asam lemak tidakjenuh, seperti asam lemak omega-3 dan omega-6. 21Jenis mentega maupun butter relatif banyak, yang dapat dikelompokkan/digolongkan berdasarkan prosesnya, rasa, dan krim yang proses pembuatannya, butter digolongkan menjadi dua, yaitubutter yang diperam ripened butter dan mentega yang tidak diperamunripened butter. Berdasarkan rasanya, ada dua macam butter, yaitu mentegaasin salted butter dan mentega tidak asin unsalted butter. Berdasarkan krimyang digunakan untuk pembuatannya, dikenal ada tiga jenis butter, yaitu 1butter yang dibuat dari krim asam cultured-cream butter, yakni krim yangdiinokulasi bakteri sehingga berubah menjadi krim asam; 2 butter yang dibuatdari krim tidak asam atau krim normal sweet cream butter; 3 butter yangdibuat dari krim normal, tetapi kemudian diasamkan dengan menumbuhkanbakteri asam laktat pada prosesnya soured butter.Mentega adalah suatu massa kompak dari lemak susu sebagai suatuemulsi air W, water dalam lemak O, oil, atau W/O emulsion, yang dibuatdengan proses pengadukan yang disebut churning. Kandungan lemak minimumdalam mentega adalah 83%, sedangkan kadar air maksimum 16%. Bahan–bahanyang digunakan untuk pembuatan mentega secara keseluruhan meliputia. Susu sebagai sumber lemak Protein, yang biasanya berupa susu bubuk Bahan pewarna yang memenuhi persyaratan food Anti oksidan, yang berfungsi untuk mencegah oksidasi lemak. Jenis antioksidan yang banyak digunakan adalah BHA butylated hydroxy anysol.e. proses pembuatan butter meliputi separasi, standarisasi,netralisasi, pasteurisasi, pemeraman, pendinginan, pengadukan churning,pencucian, penggaraman dan pengemasan. Tahap separasi merupakan langkahpertama untuk memisahkan krim dari dari susu. Pemisahan krim biasadilakukan dengan menggunakan alat cream separator pada kecepatanperputaran atau penyesuaian kadar lemak harus dilakukan agarmencapai sekitar 30-33%. Bila kadar lemak terlalu rendah maka proses churningterlalu bila terlalu tinggi maka proses churning juga akanmenjadi sulit. Standarisasi dapat dilakukan Metoda Pearson’s square denganbahan krim dan skim Legowo et al., 2009.Setelah jumlah krim ditentukan, tahap berikutnya adalah netralisasiuntuk mengatur pH sekitar 6,8-7,2 dengan menambahkan senyawa alkali sepertinatrium bikarbonat, magnesium oksida, magnesium hidroksida. Selanjutnyadilakukan pasteurisasi dan pemeraman. Akan tetapi pemeraman hanyadilakukan bila dikehendaki mentega dengan citarasa yang berikutnya yang sangat penting adalah pengadukan atau churn sendiri berarti alat pengaduk untuk pembuatan mentega/ merupakan pengaduk berbentuk silinder yang dapat berputar padasebuah sumbu yang dilengkapi pisau-pisau pengaduk. Alat pengaduk tersebutpada umumnya terbuat dari logam anti karat yang digerakkan dengan tenagalistrik. Proses churning berlangsung selama sekitar 45 menit. Butter terbentukdengan cepat pada saat akhir proses churning. Dalam kondisi tersebut terjadiperubahan emulsi dari emulsi minyak dalam air o/w, oil in water menjadiemulsi air dalam minyak w/o, water in oil. Beberapa hal yang perludiperhatikan dalam proses churning adalah 22a. Suhu proses sekitar 3-100C. Pada suhu rendah 3-40C proses churningmemerlukan waktu cepat, yaitu sekitar 3 jam. Sedangkan pada suhu 100Cmemerlukan waktu relatif lama, yakni sekitar 12 Jumlah krim yang dimasukkan churn adalah 0,3-0,5 isi churn dengankadar lemak krim 30-33%.c. Keasaman krim harus pada kisaran 0,4-0,5%.Mentega yang diperoleh dari proses churning selanjutnya dicuci untukmemisahkan cairan atau serum atau sering disebut sebagai susu mentega buttermilk. Proses churning dan pencucian perlu dilakukan beberapa kali hinggadiperoleh butter yang dikehendaki. Perlu dicatat bahwa butter milk dewasa inibukan merupakan limbah waste, tapi sebagai hasil samping by product yangdapat diolah lanjut menjadi produk terakhir pembuatan butter adalah membuat partikel-partikelbutter menjadi massa yang kompak dengan cara diberi tekanan. Kadar airmentega diatur hingga sekitar 14-16%. Apabila ingin membuat butter denganflavor spesifik, yaitu selain diberi garam juga diberi bahan flavor Penanganan susu segar dilakukan sebelum pengolahan dengan tujuan 1mencegah dan memperkecil kontaminasi mikroba dan kontaminan lain padasusu; 2 memperpanjang daya awet susu; 3 memperkecil danmenyeragamkan ukuran globula lemak susu dengan homogenisasi; dan 4pemisahan lemak susu dan pengaturan kadar lemak susu. Penanganan susudilakukan pada saat pemerahan, hingga distribusi susu ke tempat/ pabrikpengolahan, sehingga dapat tersedia bahan baku pengolahan susu yang amandan berkualitas Pendinginan susu merupakan bagian penting dalam rangkaian penanganansusu segar. Pendinginan terutama ditujukan untuk mencegah perkembangbiakan mikroba yang ada didalam susu. Berdasarkan SNI No. TentangPersyaratan Mutu Susu Segar disebutkan bahwa jumlah mikroba maksimumdidalam susu adalah kurang dari 1 juta sel per mL. Supaya aman, sususebelum diolah harus didinginkan pada suhu kurang dari Teknologi pengolahan susu banyak ragamnya dan menghasilkan berbagaijenis produk olahan. Teknologi pemanasan susu dapat menghasilkanberbagai produk susu pasteurisasi pasteurized milk products dan susu sterilsterilized milk products atau susu UHT. Teknologi evaporasi menghasilkanproduk susu kental evaporated milk,condensed milk dan produk susu kentalmanis sweetened evaporated milk. Teknologi pengeringan susu dapatmenghasilkan berbagai produk susu bubuk milk powder. Teknologipengolahan yang lain adalah fermentasi untuk menghasilkan susu fermentasifermented milk dan pemanfaatan krim susu untuk menghasilkan mentegabutter.4. Pasteurisasi susu dapat dilakukan pada suhu rendah dan waktu pemanasanlama atau dikenal metode LTLT low temperature long time, yaitusekurangnya pada suhu 630C selama 30 menit. Pasteurisasi susu juga dapatdilakukan pada suhu relatif tinggi dengan waktu cepat atau disebut metode 23HTST high temperature short time, yaitu sekurangnya pada suhu 720Cselama 15 detik. Sterilisasi susu dapat dilakukan dengan sistem batchmenggunakan alat otoklaf dan dengan sistem kontinyu yang disebut prosesUHT Ultra High Temperature pada suhu 135-1400C selama 2-5 Pada garis besarnya, proses pengolahan susu kental meliputi penyaringan,standarisasi, pemasan pasteurisasi, homogenisasi, penambahan gula,evaporasi pengurangan kadar air, pendinginan, kristalisasi danpengemasan. Secara garis besar, tahap tahap proses pengolahan susu bubukmeliputi standarisasi, klarifikasi, pemanasan pasteurisasi dan sterilisasi,evaporasi, homogenisasi, pengeringan, aglomerasi dan Teknologi fermentasi susu pada umumnya menggunakan bakteri asam laktatBAL dan beberapa mikroba lain untuk menghasilkan produk yang adalah salah satu produk susu fermentasi dengan starter BALLactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. BAL dapatmengubah laktosa susu menjadi glukosa, galaktosa, dan asam laktat sehinggadihasilkan rasa manis dan Pada pengolahan keju, proses fermentasi utama diterapkan untukmenggumpalkan protein susu menggunakan rennet yang mengandung enzimrenin atau chymosin. Jenis keju dapat diklasifikasikan berdasarkan 1komposisi kimianya khususnya kadar lemak, 2 ada tidaknya prosespemeraman, 3 jenis mikroba yang digunakan dan 4 konsistensi atau keraslunaknya tekstur keju. Berdasarkan konsitensinya ini keju dibedakanmenjadi hard cheese dan soft Krim cream atau lemak susu memiliki sifat spesifik dan nilai ekonomi banyak dimanfaatkan untuk membuat es krim dan mentega butter.Tahap pengolahan es krim meliputi pencampuran adonan, pasteurisasi,homogenisasi, pendinginan, aging, pembekuan cepat dan merupakan salah satu parameter utama kualitas es krim yangmenentukan nilai ekonomis dari es krim. Dewasa ini banyak pengembanganproduk berbasis es krim, salah satunya adalah es krim yang diperkayabakteri asam laktat maupun Mentega adalah suatu massa kompak dari lemak susu yang dibuat denganproses pengadukan yang disebut churning. Kandungan lemak minimumdalam mentega adalah 83%, sedangkan kadar air maksimum 16%. Tahapproses pembuatan mentega meliputi separasi, standarisasi, netralisasi,pasteurisasi, pemeraman, pendinginan, pengadukan churning, pencucian,penggaraman dan pengemasan. Proses churning berperan untukpembalikan emulsi dari emulsi minyak dalam air o/w, oil in water menjadiemulsi air dalam minyak w/o, water in oil.DAFTAR PUSTAKA 24Al-Baarri, A. N. and A. M. Legowo. 2012. Aplikasi TeknologiLactoperoxidase-Sepharose-Membrane sebagai Metode Pengawetan SusuSegar yang Murah dan Aman. Prosiding Seminar Insentif Riset SinasINSINasPG103– A. M. Legowo, Siregar, T. Utami, Adi, A. Rachmantyo,dan F. L. Pradhana. 2016. Teknik Pembuatan Fruity Powder Food Technologists, A. N., A. M. Legowo, S. Hayakawa, and M. Ogawa. 2015. EnhancementAntimicrobial Activity of Hyphothiocyanite Using Carrot AgainstStaphylococcus Aureus and Escherichia Coli. Procedia Food Science3 A. N., N. T. Damayanti, A. M. Legowo, I. H. Tekiner, and S. Enhanced Antibacterial Activity of Lactoperoxidase ThiocyanateHydrogen Peroxide System in Reduced-Lactose Milk Whey. InternationalJournal of Food Science 2019 A. N., A. M. Legowo, S. K. Arum, and S. Hayakawa. 2018. Extending ShelfLife of Indonesian Soft Milk Cheese Dangke by Lactoperoxidase Systemand Lysozyme. International Journal of Food Science 2018 W. S. 1977. Ice Cream. AVI Pub. Co., Westport, Pusat Statistik BPS. 2017. Konsumsi susu nasional. Standarisasi Nasional BSN. 2011. SNI No. 3141-1 Tentang StandarKualitas Susu Segar. Dewan Standarisasi Nasional. P. S. and A. J. Overby. 1988. Quality requirements of milk forprocessing. In Meat Science, Milk Science and Technology. Cross Overby Eds.. Elsevier Science Publishers Amsterdam-Tokyo. p Duncan, Hackney, Eigel and Boling. Culture Survival and Implications in Fermented Frozen YogurtCharacteristics. Journal of Dairy Science, 834666-73 Daulay, D. 1991. Buku/Monograf Fermentasi Keju. Ditjen Dikti-PAU Pangan danGizi, Institut Pertanian Bogor, Combs and H. Macy. 1980. Milk and Milk Products. Tata McGraw-Hill Publishing Co. Ltd., Bombay-New D. L. 1988. Ice cream. In Meat Science, Milk Science and Cross and Overby Eds.. Elsevier Science Publishers p 2020. Engineering Practices for Milk Products. CRC Press, Taylor &Francis Group, 1970. Modern Dairy Products. Chemical Publishing Co., Inc., NewYork, 1988. Tahu susu bergizi tinggi. Harian Wawasan, 28 A. M. 2002. Peranan yogurt sebagai makanan fungsional. Peternakan Tropis, 27, 3 2018. Pengawetan susu segar dengan system Indonesia, Vol XIII, 6, p. , Nurwantoro, R. Chairani dan. C. Purbasari. 2003. Kadar Protein,Lemak, Nilai pH dan Mutu Hedonik Keju Cottage dengan Bahan DasarSusu Kambing dan susu Sapi Skim. Buku panduan Seminar Nasional 25Teknologi Peternakan dan Veteriner,Pusat Penelitian dan PengembanganPeternakan, Bogor, 29- 30 September 2003Legowo, Soepardie, K. Permatasari. 2004. Komposisi kimiawi, tingkatpengembangan dan sifat organoleptik kerupuk susu dengan bahan dasarsusu asam. Jurnal Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, 1 1 U. Santosa,M. Adnan, Albarri , Nurwantoro dan F. Sabara. Asam-asam lemak Yogurt Susu Sapi dan Susu Kambing. ProsidingSeminar Nasional PATPI, Yogyakarta, 2- 3 Agutus S. Mulyani dan H. Swastika. 2008. Total bahan Padat, kadarlaktosa dan Overrun Es Krim Probiotik dengan menggunakan starter dan Seminar Pangan Nasional PATPI, Yogyakarta, tanggal17 Januari Kusrahayu, S. Mulyani. 2009. Ilmu dan Teknologi Susu. BadanPenerbit Universitas Diponegoro, S. Mulyani dan A. Azizah. 2009. Profil kolesterol, kadarprotein dan tekstur keju dengan bahan pengumpal Mucor meihei. MakalahSeminar Nasional Kebangkitan Peternakan, Program Pasca SarjanaUniversitas Diponegoro, Semarang tanggal 20 juni Je-R., Y-Y. Lin, M-J. Chen, Chen and C-W. Lin. 2005. AntioxidativeActivities of Kefir. Asian-Aust. J. Anim. Sci., 18 4 T. 1993. Yogurt Japanese. Nippon Hoso Shuppan Kyokai, S. , Nurwantoro dan Maqfiroh. 2006. Prospek es Krim FermentasiSebagai Makanan Fungsional. Prosiding Seminar Nasional Peternakan Universitas Diponegoro. SemarangMulyani, S., Legowo dan A. Mahanani. 2008. Viabilitas Bakteri Asam Laktat,Keasaman dan Waktu Pelelehan Es Krim Probiotik dengan menggunakanstarter L. casei dan JPPT,33 2 120-125Mulyani, S. 2018. Karakteristik Gelatin Kulit Kerbau Bubalus bubalis yangDiekstraksi menggunakan Crude Acid protease dan sifat pengemulsinyapada es krim. Disertasi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas GadjahMada, YogyakartaMulyani, S. R. Nafiatur, S. Susanti dan 2020. The Physical andsensorus characteristic of Ice cream Enriched Corn Oil Using DifferentStabilizers. IJST, 8 5 .Nawangsari, DN. Al-Baarri, S. Mulyani, Legowo. Bintoro. of Immobilized Lactoperoxidase activity from bovine wheyagaints storage solutions. International Journal of Dairy Science. 92 56-62Nielsen, P. and E. W. Nielsen. 1988. Technical treatment of milk. In Meat Science,Milk Science and Technology. Cross and Overby Eds.. ElsevierScience Publishers Amsterdam-Tokyo. p H. W. 1991. Food Science Sourcebook 2nd Part 2 Food Composition,Properties, and General Data. Avi-Van Nostrand Reinhold, New S., T. Wang, K. Nishimura and M. Irie. 2005. Milk fat analysis byfiber-optik spectroscopy. Asian-Australalasian J. of Animal Sci., 18 4 A. J. 1988. Microbial cultures for milk processing. In Meat Science, MilkScience and Technology. Cross and Overby Eds.. ElsevierScience Publishers Amsterdam-Tokyo. p 263-273. 26Potineni, R. V. and D. G. Peterson. 2005. Influence of thermal processingconditions on flavor stability in fluid milk benzaldehyde. J. Dairy Sci., 88 B. 1996. Probiotics of lactic acid bacteria science or myth? In Lactic AcidBacteria, B. Ray Ed.. NATO ASI Series, Vol. H 98, Springer-Verlag E. 1988. Concentrated and dry milk products. In Meat Science, MilkScience and Technology. Cross and Overby Eds.. ElsevierScience Publishers Amsterdam-Tokyo. p E. G. 1988. Liquid milk products and UHT milk. In Meat Science, MilkScience and Technology. Cross and Overby Eds.. ElsevierScience Publishers Amsterdam-Tokyo. p J. W. 1988. Physical properties of milk. In Fundamentals of DairyChemistry, 3rd ed. Wong, R. Jennes, M. Keeney and Marth Eds..Van Nostrand Reinhold, New York. p J. W., Ely, Graves, and Gilson. 2002. Effect of milkingfrequency on DHI performance measures. J. Dairy Sci., 85 Standar Nasional Indonesia. 1992. SNI 01-3141-1995 tentang SyaratMutu Susu Segar. Dewan Standarisasi Nasional-DSN, Standar Nasional Indonesia. 1995. SNI 01-3950-1995 tentang StandarMutu Susu UHT. Dewan Standarisasi Nasional-DSN, 2007. Pengolahan Hasil Ternak. Penerbit Universitas Terbuka, A., F. Rosdiana dan B. S. Setiawan. 2004. Beternak Sapi Perah SecaraIntensif. PT Agromedia Pustaka, I. S. 2004. Probiotik, Susu Fermentasi dan Kesehatan. YAPMMI, den Berg, J. C. T. 1988. Dairy Technology in the Tropics and A. M. Legowo, V. P. Bintoro, and A. N. Al-Baarri. 2014. Quality of freshbovine milk afer addition of Hypothiocyaniterich-solution fromLactoperoxidase system. International Journal of Dairy Science, vol. 9, no. 1,pp. 24– R. M. 1988. Proteins of milk. In Fundamentals of Dairy Chemistry, 3rded. Wong, R. Jennes, M. Keeney and Marth Eds.. Van NostrandReinhold, New York. p 2003. Teknologi proses susu bubuk. Lacticia Press, M., E. Sekul, dan Lafraya. 2007. Cholesterol Assimilation ByCommercial Yoghurt Starter Cultures. Acta. Sci. Pol., Technol. Aliment, 61 83 - DAN LATIHAN1. Perlakuan penanganan susu segar yang ditujukan untuk menyeragamkan danmemperkecil ukuran globula lemak susu sehingga tidak mudah membentukcream layer adalah A. PendinginanB. Termisasi 27C. Plate heat exchangerD. Homogenisasi2. Proses Pasteurisasi maupun susu pasteurisasi selalu diikuti oleh prosespendinginan atau penyimpanan pada suhu dingin, tujuannya adalah A. Mempercepat kematian mikroba patogenB. Memperpanjang masa simpanC. Menghambat pertumbuhan bakteri termofilikD. Mencegah terbentuknya lapisan krim3. Susu kental sebaiknya mempuyai kadar air maksimum sebesar A. 25%B. 27%C. 35%D. 40%4. Proses Pengolahan susu bubuk yang menyemprotkan susu kental melaluinozzle dan mengubahnya menjadi partikel partikel kecil disebut proses A. PenggumpalanB. PengkabutanC. AglomerasiD. Atomisasi5. Senyawa yang ditambahkan pada proses aglomerasi susu bubuk sehinggakadar air sangat rendahdan bubuk relatif mudah larut dalam air, yaitu A. Whey powderB. LesitinC. Skim milkD. Bubuk krim6. Jenis keju yang digumpalkan dengan rennet atau bahan pengumpal lain .,tetapi tidak mengalami proses pemeraman disebut A. Keju segarB. Keju edamC. Keju cheddarD. Keju mozzarella7. Proses pemeraman pada keju bertujuan untuk A. Mengawetkan kejuB. Membentuk cita rasa asamC. Membentuk tekstur elastis mulur dan lunakD. Membentuk tekstur dan cita rasa khas keju8. Menurut peraturan USDA es krim sebaiknya mempuyai kadar lemak minimalsebesar A. 11%B. 12%C. 13%D. 14% 289. Pengembangan volume es krim relatif terhadap volume awal adonan disebut A. Foaming abilityB. SwellingC. OverrunD. Hidrasi10. Proses perubahan emulsi minyak di dalam air o/w menjadi emulsi air didalam minyak w/o pada pengolahan mentega disebutA. TermisasiB. AgingC. ChoncingD. ChurningKunci Jawaban Latihan 1. D 6. A2. C 7. D3. D 8. D4. C 9. C5. B MANDIRI1. Buatlah paper dengan tema pengolahanan dan pengembangan suatu produkdengan menggunakan bahan utama komoditas susu. Gunakan referensi/pustaka dari jurnal internasional mutakhir terbit 10 tahun terakhir, palingsedikit 3 Cari dan terjemahkan secara bebas 1 naskah dari jurnal internasionalmutakhir. Buatlah rangkuman isis naskah dan berikan tambahanpembahasan terkait peluang pengembangan dari artikel tersebut danimplikasinya bagi industry pangan di Buatlah naskah yang terkait dengan pengembangan produk olahan susu yangdiperkaya probiotik. Gunakan referensi/ pustaka dari jurnal internasionalmutakhir terbit 10 tahun terakhir, paling sedikit 3 PENGOLAHAN Struktur dan Nilai Nutrisi TelurTelur eggs merupakan hasil ternak unggas, khususnya ayam mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan untuk membentukindividu baru hingga menetas. Zat-zat makanan tersebut esensial juga bagimanusia. Oleh sebab itu, sejak dahulu hingga kini telur dimanfaatkan olehmanusia sebagai bahan pangan yang kaya akan zat gizi. Disamping dari ayampetelur, telur juga diperoleh dari unggas yang lain seperti telur itik dan telurburung puyuh. 29Telur dari berbagai jenis unggas mempunyai struktur dan karakteristikfisik serta kimiawi yang hampir sama. Struktur telur unggas tersusun atas tigabagian utama, yaitu dari luar ke dalam berturut-turut berupa cangkang/ kulittelur shell egg, putih telur egg white, dan kuning telur egg yolk Ilustrasi 1.Telur berbentuk bulat oval dan dibagian tumpul sebelah dalam terdapat ronggaudara. Telur mengandung zat-zat gizi relatif lengkap seperti protein, lemak,vitamin dan mineral sehingga dapat disebut sebagai kapsul giziRehault-Godbert et al., 2019.Protein telur berkualitas tinggi, dan dikenal sebagai protein seimbangbalanced protein, karena mengandung semua asam amino esensial bagi tubuhmanusia Miranda et al., 20015. Lemak telur mudah dicerna dan merupakansumber energi bagi tubuh. Telur kaya akan asam lemak esensial terutama asamoleat dan asam lemak tak jenuh lainnya. Telur mengandung hampir semuavitamin, kecuali vitamin C ascorbic acid. Telur dikenal sebagai sumber vitaminA, D, B1, dan Riboflavin. Telur mengandung berbagai jenis mineral seperti besiFe, posfor P, dan lainnya yang bermanfaat bagi tubuh dengan kemajuan teknologi di bidang peternakan, produksi telurjuga semakin meningkat. Peningkatan produksi telur perlu diimbangi denganpengolahan yang memadai, baik pengolahan primer yakni penanganan danpengawetan maupun pengolahan sekunder yang mengubah telur menjadiproduk pangan olahan. Telur selain dapat digunakan sebagai bahan baku produkmakanan, snack dan bakery, telur juga dapat dimanfaatkan sebagai bahanpengembang leaven, pengemulsi emulsifier, pengental dan pengikatthickener and binder,pemberi citarasa flavor dan pemberi 2. Struktur telurSumber Rehault-Godbert et al., 2019 Pengawetan TelurTelur segar biologis dan telur segar komersial tidaklah sama. Secarateoritis hanya telur yang baru ditelurkan adalah segar; tetapi bila dipasarkantelur dianggap segar jika tidak terjadi perubahan isi telur yang nyata dan ronggaudara dalam telur masih relatif kecil tampak pada peneropongan. Jikaditangani dan disimpan pada kondisi lingkungan yang sesuai, telur masihditerima secara komersial sebagai telur segar 2 atau 3 minggu setelah umur telur hanyalah satu dari banyak faktor kesegaran. Suhu, kelembabandan penanganan ikut berperan menentukan kesegaran telur. Telur umur 1minggu yang disimpan dalam refrigerator, bisa jadi lebih segar daripada teluryang disimpan pada suhu kamar selama 1-3 mempunyai nilai maksimum/ berkualitas tinggi sebagai bahanpangan pada saat ditelurkan. Selanjutnya kualitas telur mengalami penurunan 30sampai saat dikonsumsi. Telur sangat peka terhadap pengaruh lingkungansehingga mudah sekali mengalami kerusakan baik fisik, kimiawi maupunmikrobiologis. Cangkang telur yang berpori-pori memungkinkan gas dan airlepas dari telur serta masuknya mikroba ke dalam telur bila kondisi lingkungantidak menguntungkan favorable untuk penyimpanan. Dari saat ditelurkansampai dikonsumsi, telur akan mengalami perubahan-perubahan Hatta et al.,1997; Roberts, 2004, diantaranya adalah a. Berat telur berkurang, terutama disebabkan oleh menguapnya air dari putihtelur lewat pori-pori cangkang, dan sebagian lagi karena menguapnya CO2,NH3, N2dan Rongga udara bertambah besar,c. Berat jenis turun, berat jenis telur segar berkisar antara 1,065 -1, Proporsi putih telur kental berkurang karena menjadi encer, akibat rusaknyaprotein ovomusin fibrous glycoprotein ovomucin, suatu senyawa yangmemberikan struktur kental putih Kuning telur bertambah besar, karena adanya pergerakan air dari putih telurke kuning Terjadi perubahan bau dan flavor akibat terjadinya penyerapan bau-bauandan flavor sekitarnya melalui cangkang Terjadi pembusukan akibat pertumbuhan Terjadi peningkatan pH, terutama pH putih telur akan meningkat dari sekitar7 menjadi 10 atau 11, sedangkan pH kuning telur meningkat secara bertahapdari 6 sampai 7. Kenaikan pH putih telur disebabkan karena penguapan telur terutama ditujukan untuk menunda perubahanfisikokimiawi dan mencegah kerusakan mikrobiologis Lechevalier et al., 2011.Dengan pengawetan memungkinkan ketersediaan dan distribusi telur yang lebihbaik sepanjang tahun, sehingga menjamin stabilitas harga. Pengawetan telurdapat dibedakan ke dalam 2 bentuk, yaitu pengawetan telur utuh danpengawetan isi telur setelah Pengawetan telur utuhPrinsip pengawetan telur utuh yaitu 1 menghambat pertumbuhanmikroba, 2 menjaga/mempertahankan kandungan air dan tekanan CO2didalam telur selama mungkin. Untuk itu, alternative metode yang dapat dipilihyaitu 1 memodifikasi lingkungan dengan mengatur suhu, kelembaban, dankomposisi atmosfir; 2 memberi perlakuan pada telur dengan menutuppori-pori cangkang; 3 menggunakan kombinasi metode 1 dan cara pengawetan telur utuh antara lain 1 pengepakan keringdry packing; 2 perendaman dalam cairan; 3 penyimpanan dingin denganatmosfer normal, atau atmosfer termodifikasi, atau atmosfer terkendali; 4perlakuan pelapisan cangkang/penutupan pori-pori Dry Packing. Metode dry packing adalah mengepak telur utuh ke dalammaterial kering seperti pasir, sekam, serbuk gergaji dsb. Dry packing dapatmenghambat penguapan air dan hilangnya CO2dari dalam telur. Namun jikapacking materialnya longgar tidak mencegah penguapan ataupundekomposisi isi telur. 312. Perendaman dalam larutan kapur. Larutan kapur diperoleh dengan caramelarutkan kapur CaO kedalam air. CO2atmosfer bereaksi dengan larutankapur membentuk CaCO3pada permukaan larutan sehingga mencegahmasuknya mikroba ke dalam telur. Larutan kapur juga mendeposit lapisantipis CaCO3pada permukaan cangkang telur sehingga sebagian akan menutuppori-pori cangkang. Praktisnya 1 kg kapur dilarutkan dalam 15 l air kemudiandisaring dan dituang ke wadah untuk perendaman. Telur direndam selama 21– 30 hari, kemudian diangkat/ ditiriskan. Daya simpan telur mencapai 3 – Perendaman dalam water glass. Water glass adalah larutan Na2SiO4sodium silikat, bersifat kental, seperti sirup, bening, tidak mudah menguap,tidak berbau dan tidak berasa. Water glass tidak dapat menembus cangkang,tetapi dapat mendeposit silika pada permukaan cangkang sehingga menutuppori-pori cangkang. Water glass juga mempunyai sifat antibakteri yangdisebabkan karena 1 bersifat basa, dan 2 merupakan pelarut gas yangjelek sehingga memberikan kondisi anaerobik yang dapat menghambatbeberapa bakteri. Praktisnya larutan water glass dapat dibuat denganmencampur water glass dan air dengan perbandingan 1 10 sampai direndam selama 30 Perendaman dalam larutan garam dapur. Garam dapur NaCl dapatmencegah/menghambat pertumbuhan mikroba karena mempunyai efek 1meningkatkan tekanan osmosis yang dapat menyebabkan terjadinyaplasmolisis sel mikroba; 2 menurunkan air bebas Aw, water activity dandapat mendehidrasi sel mikroba; 3 ion Cl bersifat toksik bagi mikroba; 4menurunkan kelarutan O2dalam air; 5 membuat sel mikroba peka terhadapCO2; 6 merintangi aksi enzim proteolitik. Garam dapat menembus pori-poricangkang dan masuk ke dalam telur sehingga selain mengawetkan juga dapatmemberi rasa Perendaman dalam larutan penyamak nabati. Senyawa aktif bahanpenyamak nabati, tannin, dapat digunakan untuk pengawetan telur. Tanninterdapat pada kulit akasia, teh, daun jambu biji, sehingga bahan-bahantersebut banyak digunakan untuk perendaman telur. Larutan diperolehdengan cara merendam bahan penyamak dalam air selama 12 - 24 jam. Airhasil perendaman inilah yang dipakai sebagai larutan penyamak. Perendamantelur ke dalam larutan penyamak tersebut, kulit telur akan Penyimpanan Dingin. Pada dasarnya telur utuh dapat disimpan pada suhurendah diatas titik beku telur, yakni -20C. Penyimpanan ini memperlambathilangnya CO2dari dalam telur dan memperlambat masuknya air dari putih kekuning telur, disamping itu pertumbuhan mikroba juga akan Pelapisan Cangkang. Pelapisan cangkang merupakan upayamempertahankan kualitas telur dengan menutup pori-pori cangkang. Dengantertutupnya pori-pori maka 1 evaporasi dapat dikurangi sehinggamemperkecil kehilangan berat telur dan menjaga rongga udara tetap kecil; 2pelepasan CO2telur dapat dihambat sehingga kenaikan pH putih telur kecildan pengenceran putih telur terhambat; 3 mikroba tidak dapat menembuscangkang. Pelapisan dapat dilakukan di bagian luar ataupun di bagian dalamcangkang. Untuk pelapisan bagian luar dapat digunakan minyak nabati sepertiminyak kelapa, minyak kelapa sawit ataupun minyak lain seperti parafin cairyang aplikasinya melalui penyemprotan spraying maupun pencelupan 32dipping. Pelapisan bagian dalam cangkang dapat dilakukan dengan membuatlapisan tipis putih telur yang menggumpal di bawah membran kulit telurdengan cara flash heat treatment, yakni mencelupkan telur ke dalam airmendidih atau minyak mendidih dalam waktu Pengawetan telur yang telah dipecahPengawetan telur pecah dapat berupa cair liquid egg, beku frozen eggatau kering dry egg, baik sebagai whole egg keseluruhan isi telur, ataupunputih dan kuning telur secara terpisah. Tahapan proses pengawetan telur yangtelah dipecah adalah dengan beberapa tahapan sortasi, pencucian, pemecahan,penyaringan, pasteurisasi, pengemasan, dan merupakan kegiatan memilah dan memilih telur yang memenuhisyarat untuk dipecah. Telur yang akan diawetkan harus mempunyai kualitasinterior yang edible layak makan, bebas dari kotoran atau material asing yangmelekat. Pencucian telur dapat dilakukan dengan menyemprot telurmenggunakan air yang mengandung Chlorine. Selanjutnya, pemecahan telurdapat dikerjakan oleh orang/tenaga yang terlatih atau dengan mesin pemecahtelur otomatis, dan dilakukan dalam ruang khusus pemecahan di bawah kondisisanitasi yang baik. Setelah pemecahan dilakukan penyaringan untukmenyingkirkan serpihan/pecahan cangkang, membran dan kalaza. Tahapselanjutnya adalah pasteurisasi yang ditujukan untuk membunuh bakteripatogen dalam telur, khususnya Salmonella. Pasteurisasi pada suhu 600C selama3,5 menit dapat membunuh Salmonella, dan mencegah hilangnya sifatfungsional putih cair dapat dikemas dengan corrugated box dengan lapisan filmplastik. Untuk telur beku dikemas dengan kaleng atau wadah karton berlapispolietilen. Untuk telur bubuk dikemas dengan corrugated karton dengan lapisanplastik yang disegel kuat/rapat untuk mencegah uap air masuk. Pada akhirnyadilakukan pembekuan cepat blast freezing pada suhu -400C dengan waktusekitar 15 jam. Pembekuan putih telur tidak banyak masalah, tetapi pada kuningdan whole egg dapat mengalami kerusakan selama pembekuan karena air akanterpisah dari bahan padat kuning telur dan dapat menurunkan sifatfungsionalnya terutama daya Pengeringan TelurPrinsip pengeringan adalah penghilangan air dari telur sehingga cukuprendah untuk menghentikan pertumbuhan mikroorganisme dan menghambatlaju reaksi kimia. Proses pengeringan akan menghasilkan produk berupa telurkering atau tepung telur/bubuk telur yang awet. Keuntungan produk telurkering, yaitu 1 biaya simpan rendah, baik disimpan kering atau dingin danbutuh ruang lebih kecil dibanding telur utuh atau cair; 2 biaya transport lebihrendah daripada telur beku atau cair; 3 mudah ditangani secara saniter; 4tidak peka terhadap pertumbuhan bakteri selama penyimpanan; 5memungkinkan pengendalian yang tepat akan jumlah air yang digunakan dalamformulasi; 6 keseragaman yang baik; 7 memungkinkan pengembanganberbagai convenience food berbagai macam produk telur kering yaitu putih telur kering dried eggwhite, kuning telur kering dried egg yolk, gabungan putih dan kuning telur 33kering dried whole egg. Berdasarkan proses pengeringannya dikenal beberapamacam produk putih telur kering. Hampir semua produk putih telur kering telahdihilangkan glukosa alaminya sebelum pengeringan dan stabil pada hampirsemua kondisi penyimpanan Hill dan Sebring, 1990. Beberapa produk putihtelur kering yaitua. Spray dried egg white, adalah putih telur kering yang dikeringkan denganmetode spray drying. Ada dua tipe produk ini, yaitu tipe pengembangwhipping type dan tipe bukan pengembang nonwhipping type, yangkeduanya berbeda penggunaannya atau sifat fungsional Pan-dried egg white, adalah putih telur kering yang dihasilkan dari prosespengeringan dengan metode pan drying. Produknya berbentuk serpihanflake, granula dan bubuk powder, digunakan untuk pembuatanpermen Instant-dissolving egg white, adalah produk putih telur yang dikeringkandengan spray drying dan memiliki sifat sangat mudah larut dalam beberapa produk tersebut diatas, juga ada produk campuranseperti dried blends whole egg and Yolk with Carbohydrate sucrose,corn syrup.Ada juga produk scramble egg mix campuran putih telur, kuning telur, susu skim,garam, minyak nabati dan produk imitation whole egg yang biasanya berbasisputih telur dengan tambahan minyak nabati dan susu skim milk sebagaipengganti bagian kuning Telur KeringPengeringan telur diarahkan untuk mendapatkan produk akhir yangsaat digunakan mempunyai sifat-sifat mendekati bahan awalnya, yakni telur cairsegar. Sifat-sifat penting untuk produk telur kering seperti sifat membuih, sifatemulsi, sifat koagulasi, Sifat membuih bila dikocok. Sifat ini penting untuk pembuatan roti, kue danpermen. Putih telur akan kehilangan sifat membuihnya bila dikeringkan tanpaperlakuan pendahuluan dan panas berlebihan. Pemanasan putih telur di atas570C menyebabkan hilangnya sifat membuih. Sejumlah kecil kuning telurkurang dari 0,03 % berat basah yang mengkontaminasi putih telur selamapemecahan dan pemisahan dapat mempengaruhi sifat membuih putih membuih kuning telur juga dapat hilang karena pecahnya emulsiglobula lemak menjadi lemak bebas. Karbohidrat dapat ditambahkan padawhole egg dan kuning telur untuk mencegah hilangnya sifat Sifat emulsi. Kuning telur, putih telur dan whole egg merupakan emulsifieryang baik untuk produk pangan. Kemampuan mengemulsi dari kuning telur 4kali lipat putih telur, sedangkan sifat mengemulsi whole egg akan mengubah sifat mengemulsi tersebut. Stabilitas emulsimayonnaise yang terbuat dari whole egg kering dan kuning telur keringmenurun bilamana produk tersebut disimpan 350C selama 3 bulan. Perubahanhanya sedikit jika disimpan 230C atau kurang selama 6 Sifat koagulasi. Di bawah kondisi pengeringan dan penyimpanan yang layak,sifat koagulasi oleh panas produk telur kering tetap baik; tetapi jika kondisipengeringannya sangat “keras” dan jika kondisi penyimpanannya jelek, 34produk whole egg dan kuning telur dapat kehilangan sifat koagulasi panasnyaseperti pada sifat Perubahan cita rasa dan nutrisi. Cita rasa dapat berubah karena kondisipengeringan dan penyimpanan yang jelek. Salah satu faktor terpenting yangmenyebabkan jeleknya stabilitas penyimpanan produk telur kering adalahglukosa alami yang ada. Hampir semua produk putih telur mempunyaiglukosa bebas, oleh karenanya jika dihilangkan lebih dulu sebelumpengeringan maka akan sedikit mengalami perubahan cita rasa selamapengeringan. Pengeringan di bawah kondisi normal hanya sedikitmenyebabkan hilangnya sifat nutritif telur. Vitamin A, Vitamin B sepertithiamin, riboflavin, asam pantotenat dan asam nikotinat masih terukur dalamwhole egg kering dan esensial dijumpai sama dengan produk telur segar. Nilaiprotein telur kering tetap tidak berubah. Namun bila kondisi pengeringan danpenyimpanan yang jelek dapat merusak nutrisi Metoda pengeringanPengeringan telur dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaituspray drying, pan drying, dan freeze drying. Metode spray drying merupakanmetoda yang paling banyak digunakan. Pada spray drying, cairan diatomkan kedalam aliran udara panas. Atomisasi akan menghasilkan luas permukaan yangsangat besar sehingga evaporasi air sangat cepat Bergquist, 1990. Udarayang digu-nakan disaring untuk menghilangkan debu, kemudian dipanaskansampai suhu 121-2320C. Bubuk yang terbentuk dipisahkan dari udara kering dikeluarkan dari alat pengering, kemudian didinginkan, diayak,dan pan drying digunakan untuk menghasilkan produk putih telurflake-type. Nampan-nampan pans diisi putih telur dan disusun pada rak dalamruangan yang dipanaskan. Evaporasi air berlangsung perlahan-lahan danmeninggalkan lapisan kristal yang disebut flake. Pengeringan sampai kadar air12 – 16% akan menghasilkan flake-type material. Produk dengan ukuran 1,5 –12,5 mm umumnya dianggap flake; lebih halus dari ini disebut putih telurgranular. Dapat juga digiling menjadi bubuk freeze drying terbatas penggunaannya, karena kapasitas alatnyarelatif kecil. Air dihilangkan dari produk yang dalam keadaan beku. Produkdibekukan dan divakumkan hingga sekitar 0,25 atmosfer. Panas harus dipasokke produk pada suhu relatif rendah, sekitar 20-300C, sampai prinsipnya sederhana namun peralatannya sangat kompleks danbiayanya lebih mahal daripada metoda pengeringan yang Pengolahan TelurTelur dapat diolah menjadi beberapa macam produk makanan, baik telursebagai bahan utama maupun sebagai bahan campuran. Telur sbg bahan utamadapat diolah sebagai telur rebus, telur asin, telur pindang, telur dadar, telurceplok, omellete. Telur sebagai bahan campuran dapat diolah sebagai roti atauproduk bakery, es krim, salad dressing,mayonaise, dll. Sifat membuih dari telur 35baik putih telur maupun kuning telur digunakan sebagai bahan pengembangmakanan, sifat mengemulsi dari kuning telur digunakan sebagai emulsifier, sifatmudah menggumpal baik putih maupun kuning telur digunakan sebagaipemertebal dan pengikat thickener and binder,selain itu juga telur digunakansebagai pemberi citarasa flavor dan kuning telur sebagai pemberi Telur RebusTelur rebus sering dihidangkan sebagai kudapan berupa telur rebus yangmasih bercangkang maupun yang telah dikupas. Telur rebus yang telah dikupas,lebih lanjut dapat diolah menjadi aneka lauk pauk yang lezat seperti acar telur,sambal goreng telur, rendang telur dan lain-lain. Selain itu, telur dapat diolahmenjadi telur asin, telur pindang dan sebagainya, yang penyajiannya berupatelur rebus yang masih bercangkang. Telur rebus ini tidak menarik disajikan bilacangkangnya pecah dan begitu pula bila telur rebus yang telah dikupas ternyataalbumennya menempel pada cangkang yang menyebabkan metoda perebusan telur telah banyak dilakukan dan dicobauntuk mencegah agar telur tidak pecah cangkangnya pada waktu perebusan,namun demikian hasil dari metoda-metoda tersebut masih beragam, tergantungkondisi telur yang direbus. Menurut Sheldon dan Kimsey 1985, telur rebusyang baik hendaknya memenuhi kriteria sebagai berikut cangkang tidak pecahselama perebusan, cangkang mudah dikupas dan albumen yang menggumpaltidak melekat pada cangkang, dan kuning telur terpusat dengan baik dan tidakterlihat cincin gelap. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian pecah cangkangketika telur direbus adalah ketebalan cangkang, ukuran dan bentuk cangkang,umur telur dan temperatur penyimpanan telur, temperatur awal dari air yangdimasak. Waktu perebusan dan suhu pemasakan berpengaruh terhadap kejadianpecah selama perebusan dan perubahan warna kuning telur Stadelman danRhorer, 1984; Hatta et al., 1997.Menurut Stadelman 1990, dalam mengukur kemudahan kupas dapatdilibatkan 2 faktor pengupasan yaitu waktu yang dibutuhkan untukmenghilangkan cangkang, dan kenampakan telur rebus setelah kupas telur rebus ada kaitannya dengan pH putih telur; telur denganpH putih telur 8,7 atau lebih biasanya mudah dikupas. Britton dan Fletcher1987 menyatakan bahwa pengaruh lingkungan pada pH putih telur merupakanfaktor utama yang mendukung peningkatan kemudahan kupas. PenghilanganCO2dari lingkungan sekitar telur mempercepat hilangnya CO2dari putih telur,meningkatkan pH putih telur dan meningkatkan kemudahan kupas. Pelapisantelur dengan minyak dan penyimpanan dingin menghambat penurunan pHsehingga telur sulit dikupas setelah Egg Board merekomendasikan perebusan telur dengan carameletakkan telur selapis dalam panci yang telah ditambahkan air paling sedikit 1inci di atas telur, ditutup dan dipanaskan dengan cepat sampai mendidih,kemudian sumber panas dimatikan dan dibiarkan tertutup sampai 15-17 menituntuk telur yang besar Stadelman, 1990. Sesuaikan naik atau turunnya waktukira-kira 3 menit untuk setiap ukuran telur yang lebih besar atau lebih didinginkan seluruh telur dalam air dingin yang mengalir selama 5 menituntuk mencegah permukaan kuning telur berwarna gelap. 36Sheldon dan Kimsey 1985 melaporkan prosedur perebusan telurdengan memasukkan telur ke dalam air kemudian dipanaskan hingga mendidihdan dibiarkan mendidih selama 20 menit, memberikan temperatur internal telurpaling tinggi 98,7oC dibandingkan dengan metoda perebusan telur dengan caratelur dipanaskan dalam air sampai mendidih dan dibiarkan dalam keadaanpanas selama 20 menit 95,6oC, dan dengan metoda steaming selama 20 menit89,4oC.American Egg Board memberikan petunjuk mengupas telur sebagaiberikut dinginkan telur rebus dengan cepat dan melalui air dingin yangmengalir cepat selama 5 menit, retakkan cangkang pada semua permukaandengan membenturkan pelan pada meja, putar telur di antara tangan untukmelonggarkan cangkang, kemudian kupas mulai dari ujung tumpul. Pendinginandi bawah air mengalir atau mencelupkan dalam air menjadikan pekerjaanpengupasan lebih mudah. Sebenarnya mesin pengupas telur telah dikembangkan,namun semua mesin menyobek banyak putih telur; oleh karena itu mengupastelur banyak dikerjakan secara Telur AsinTelur asin salted egg merupakan produk awetan dari pengasinan cara pengawetan dengan pengasinan ini menimbulkan perubahan rasatelur yakni menjadi asin, maka dapat dikatakan pula bahwa telur asinmerupakan salah satu produk olahan telur. Telur asin telah lama dikenalmasyarakat, baik di Indonesia maupun di negara lain di Asia. Di China telur asindikenal dengan Hulidan, dan di Taiwan dikenal Shyandan. Telur asin utuhdikonsumsi sebagai bagian dari diet reguler, namun kuning telur asin jugadigunakan sebagai bahan isian pada beberapa produk pangan seperti moon cakekue bulan, glutinous rice dumpling, dsb. Proses pembuatan telur asinmelibatkan penggunaan garam NaCl/ garam dapur, dan bahan-bahan NaCl garam dapur dalam pengolahan pangan disampingmemberikan rasa asin, juga dapat menghambat kerusakan karena mikroba. NaCldapat masuk kedalam telur melalui pori-pori cangkang dengan proses ionisasi,difusi dan osmosis. NaCl terionisasi menjadi Na+dan beberapa cara pengasinan telur yang telah dikenal, baik secarapelumuran dengan adonan maupun secara perendaman dengan larutan telur dengan cara pelumuran adonan dikerjakan denganmenggunakan campuran garam dan serbuk material dengan perbandingantertentu kemudian ditambah air secukupnya sampai terbentuk adonan sepertipasta. Serbuk material yang digunakan dapat berupa batu bata merah, abu,lumpur atau pasir. Telur yang telah dipilih dan dicuci dilumuri atau dibenamkandalam adonan sehingga seluruh permukaan telur terkena adonan. Setelah itudisimpan beberapa lama, biasanya 7 – 10 hari. Pengasinan telur dengan caraperendaman dalam larutan garam dikerjakan dengan menggunakan larutan NaCljenuh atau larutan NaCl 20 – 30% selama beberapa waktu, biasanya 7 – 10 hari. 37Kriteria telur asin matang yang baik dan disukai yaitu cangkang tidakpecah/retak, putih telur kenyal, kuning telur masir, berwarna menarik orangesampai merah dan berminyak. Selama pengasinan, air meninggalkan telursedangkan garam masuk ke dalam putih dan kuning telur. Eksudasi minyakdalam kuning telur seiring dengan waktu akibat dehidrasi dan denaturasiprotein Minyak yang tereksudasi dari kuning telur asin berada dalam bentuklipid bebas yang dilepaskan dari lipoprotein. Lipid bebas pada interface bulatangranula kuning telur memberikan tekstur yang masir gritty pada kuning telurasin Telur dihasilkan oleh ternak unggas, khususnya ayam petelur. Telur jugadihasilkan oleh jenis ungags yang lain seperti telur itik dan telur burungpuyuh. Telur dikenal sebagai bahan pangan yang kaya akan zat gizi. Proteintelur dikenal mempunyai nilai gizi tinggi yang memiliki kandungan asamamino esensial Telur segar relatif mudah rusak, sehingga perlu upaya pengawetan. Telursegar akan mengalami perubahan selama penyimpanan, yang ditandai antaralain berkurangnya bobot telur, bertambah besarnya rongga udara,berkurangnya proporsi putih telur kental, membesarnya kuning telur,peningkatan pH, perubahan bau dan tanda telur dapat diterapkan pada kondisi telur utuh maupun untukisi telur. Pengawetan telur utuh meliputi dry packing, perendaman dalamlarutan kapur, perendaman dalam water glass, perendaman dalam larutangaram, perendaman dalam larutan penyamak nabati, penyimpanan dingin,dan pelapisan cangkang. Pengawetan telur yang sudah dipecah dapat berupacair liquid egg, beku frozen egg atau kering dry egg, baik sebagai wholeegg keseluruhan isi telur, ataupun putih dan kuning telur secara Telur juga dapat dikeringkan isinya sehingga dihasilkan produk telur utuhkering, putih telur kering, dan kuning telur kering. Proses pengeringan dapatmempengaruhi sifat fungsional telur keringnya pada waktu digunakan untukpengolahan produk pangan. Perubahan sifat tersebut yaitu sifat membuih,sifat emulsi, sifat koagulasi, sifat nutrisi dan sifat Telur dapat diolah menjadi beberapa macam produk makanan, baik telursebagai bahan utama maupun sebagai bahan campuran. Telur sbg bahanutama dapat diolah sebagai telur rebus, telur asin, telur pindang, telur dadar,telur ceplok, omellete. Telur sebagai bahan campuran dapat diolah sebagairoti atau produk bakery, es krim, salad dressing,mayonaise, PUSTAKABergquist, 1990. Egg Dehydration. In Stadelman dan Cotterill Ed..Egg Science and Technology. Food Products Press., New York. Hal. and Westhoff. 1988. Food Microbiology. McGraw-Hill Book Co.,Singapore. 38Hatta, H., T. Hagi, and K. Hirano. 1997. Chemical and Physicochemical Propertiesof Hen Eggs and Their Application in Foods. In T. Yamamoto, Juneja, and M. Kim Eds.. Hen Eggs Their Basic and Applied Science. CRCPress, Washington DC, p. and M. Sebring. 1990. Desugarization of Egg Products. In dan Cotterill Ed.. Egg Science and Technology. FoodProducts Press., New York. Hal. A. And K. M. Shahani. 1973. Removal of glucose from eggs A review. Food Technol., Vol. 36, No. V., T. Crogguennec., M. Anton and F. Nau. 2011. Processed EggProduct. In Y. Nys; M. Bain and F. V. Immerseel Ed. Improving The Safetyand Quality of Eggs and Eggs Products. Woodhead Publishing Limited,Cambridge, J. M., X. Anton, C. Redondo-Valbuena, C. Roca-Savedra, P. Roca-Savedra,J. A. Rodrigues, A. Lamas, C. M. Franco, and A. Cepeda. 2015. Egg andegg-derived foods effects on human health and use as functional 7, 1976. Poultry Products Technology. The Avi Publishing CompanyInc., Westport, and Fletcher. 1973. Eggs and Egg Products. Canada Department ofAgriculture. and Romanoff. 1949. The Avian Egg. John Wiley & Sons, Inc.,New S., N. Guyot and Y. Nys. 2019. The golden egg nutritional value,bioactivities, and emerging benefit for human health. Nutrients, 11, and H. R. Kimsey. 1985. The effect of cooking methods on thechemical, physical and sensory properties of hard-cooked eggs. Poult. W. J. 1990. Hard Cook Egg. In Stadelman dan Cotterill Ed..Egg Science and Technology. Food Products Press., New York. 2004. Factors affecting egg internal quality and egg shell quality inlaying hens. J. Poult. Sci. 41161– DAN PERTANYAAN1. Berdasarkan strukturnya, bagian telur yang memiliki nilai gizi protein tinggiadalaha. Cangkangb. Putih telurc. Kuning telurd. Khalaza2. Telur dikenal sebagai bahan pangan yang bergizi baik dan bermanfaat bagikesehatan, karenaa. Kandungan proteinnya tinggi dengan asam amino esensial lengkapb. Mengandung asam lemak esensialc. Tidak mengandung mengandung kolesterold. Sumber vitamin A dan D3. Telur yang berkualitas baik ditandai dengan kondisi berikut ini, kecuali 39a. Masih kecilnya rongga udarab. Masih utuhnya cangkangc. Membesarnya rongga udarad. Bobot telur normal4. Selama penyimpanan telur akan mengalami perubahan isinya yang ditandaidengana. Bertambahnya komponen putih telur Mengecilnya kuning Meningkatnya pH isi telurd. Menurunnya pH isi telur5. Sifat-sifat fungsional telur berikut ini penting pada pengolahan produk pangan,kecualia. Sifat membuihb. Sifat kelarutanc. Sifat koagulasid. Sifat emulsi6. Garam dapur NaCl mempunyai efek mengawetkan telur karena mekanismeberikut ini, kecualia. Mengakibatkan plasmolisis sel mikrobab. Meningkatkan air bebas telurc. Menurunkan kelarutan oksigend. Ion klor bersifat racun bagi mikroba7. Metode ini tidak dapat digunakan untuk pengawetan telura. Perendaman telur dalam larutan NaClb. Perendaman telur dalam larutan penyamak nabatic. Prendaman telur dalam water glassd. Perendaman telur dalam minyak mineral8. Telur dapat dimanfaatkan untuk bahan pembuatan produk berikut ini, kecualia. Mayonnaiseb. Moon cakec. Salted eggd. Sweetened eggTugas Mandiri1. Buatlah naskah tentang potensi gizi telur untuk pengembangan produk panganolahan. Gunakan sedikitnya 3 referensi dari jurnal internasional mutakhirterbit 10 tahun terakhir.2. Carilah sebuah naskah publikasi pada jurnal internasional mutakhir. Buatlahrangkuman isi naskah tersebut dan berikan pembahasan khusus terhadap haldianggap menarik dan mempunyai peluang untuk dikaji lanjut ataudikembangkan. 403. TEKNOLOGI PENGOLAHAN Karakteristik Daginga. Komposisi DagingSetelah hewan disembelih, bagian hewan yang akan dikonsumsimerupakan karkas. Selain kulit, karkas terdiri dari otot daging, lemak, dantulang Tabel 5.. Umumnya produk olahan daging daging ruminansia dandaging unggas berasal dari karkas yang terdiri dari jaringan otot daging.Secara garis besar, jaringan otot ini dibagi menjadi otot polos, otot lurik, danjaringan ikat. Daging merupakan komponen yang dapat dimakan setelah postmortem dari hewan. Dalam tulisan ini, hewan yang dimaksud adalah ternakyang terdiri dari sapi, domba, biri-biri, kambing, unggas, dan babi. Selaindaging, bagian yang biasa dikonsumsi adalah hati dan 5. Komposisi karkas berbagai jenis hewan ternakRerata proporsi berat hidup %*termasuk ke dalam non karkasSumber Kauffman 2012Daging setelah penyembelihan mempunyai warna yang bervariasi mulaidari merah ungu gelap sampai pucat atau keabu-abuan. Hal ini disebabkan olehperbedaan kadar mioglobin dan faktor biologis lainnya seperti pH. Mioglobinmerupakan protein yang dalam proses fisiologi berperan mengikat oksigen dankarbon dioksida. Warna daging dada ayam sangat pucat yang disebabkan 41kadar mioglobinnya yang rendah, akan tetapi warna paha sapi sangat merahyang disebabkan kadar mioglobin yang daging bervariasi tergantung dari jenis hewan dengankomponen yang sangat berpengaruh terhadap komposisi daging adalah daging adalah sebagai beirkut1% abu umumnya terdiri dari kalium, natrium, klorin, magnesium,kalsium, san besi,1% karbohidrat dalam bentuk glikogen pada saat hewan belumdisembelih, dan berubah menjadi asam laktat setelah penyembelihan,5% lipid,21% komponen mengandung nitrogen terutama protein72% sisanya adalah airPerbandingan komposisi daging dengan tulang dan lemak ditunjukkanTabel 6. Otot atau daging tertentu mempunyai kadar lipid sampai 15% sepertidaging di bagian perut, tetapi pada bagian lain kadar lemak kurang dari 2%. Diluar lemak, rasio protein/air adalah sekitar 0,3 dan umumnya rasio ini tetaptidak pada hewan yang sudah dewasa. Pada kasus kota membutuhkankomposisi daging secara cepat, maka dengan berdasarkan data kadar air dapatdiperkirakan kadar lemak dan protein. Jika rasio protein/air adalah 0,3,sedangkan kadar abu dan karbohidrat relatif tetap dan kadar keduanya sekitar2%, maka kadar lipid dapat diperkirakan yang dihitung by difference. Sebagaicontoh, jika daging mempunyai kadar air 70% A, maka kadar protein P yangsetara dengan rasio protein/air P/A=0,3 atau P/70=0,3, maka P = 21 atau 21%.Dengan mengurangkan dengan kadar abu dan karbohidrat sebesar 2%, makankadar lemak adalah 100 – 21 kadar protein – 2 kadar abu+glikogen – 70kadar air = 7%.Tabel 6. Perbandingan komposisi kasar daging, lemak, dan tulangKomponen bernitrogen terutama proteinSumber Kauffman 2012Komponen lain yang terdapat dalam daging terdiri adalah asam lemak, gliserol,komponen nitrogen non protein seperti DNA dan RNA. ammonia, kompponenmengandung gugus amin, dan Komponen daging tanpa lemak lean meatDaging tanpa lemak terdiri dari 10% jaringan kontraktil jaringan yangdapat berkontraksi yang terdiri dari protein miofibril aktin, miosin, danlainnya dalam susunan teratur berupa fibril, fibre, dan fibre bundels 2% protein jaringan ikat, 6% protein sarkoplasma yang dikelilingi airkadar air sekitar 75% dan komponen-komponen larut air seperti mioglobin,garam, dan vitamin, dan lemak serta komponen lainnya sebesar 3,5%. 42Berdasarkan jenis protein, protein dalam daging digolongkan menjadi 4golongan yaitu1. Protein miofibril sebagai jenis protein terbesar yang mencapai 60% dari totalprotein daging2. Protein sarkoplasma sejumlah 29% dari total protein3. Protein stroma sejumlah 6% dari total protein4. Protein granular sebesar 5% dari total proteinb. Lemak dalam dagingJaringan lemak atau adiposa dalam daging terdiri atas 80-85% lemak,5-10% air, dan 10% jaringan ikat. Jaringan lemak dalam daging biasanyaberwarna kekuningan. Warna kuning tersebut berasal dari karotenoid dalampakan seperti rumput. Lemak dalam daging berperan terhadap flavor pada jenis asam lemak dalam daging, flavor atau bau daging sangatbervariasi. Daging babi mempunyai bau yang disebabkan oleh asam lemakjenis dan aldehid tidak jenuh. Pada karkas atau daging, lemak dibagi menjadi 3kelompok yaituLemak dalam daging atau intramuscular fat yang terdapat antara musclefibre dan fibre bundle. Lemak ini dikenal sebagai lemak marblingmarbling fat yang berepran terhadap rasa juicy, flavor dan keempukandaging. Peternak sapi di Kobe, Jepang terkenal dalam menghasilkandaging dengan kadar lemak marbling tinggi sehingga dagingnya terkenalenak, juicy, dan sangat empuk. Lemak marbling yang tinggi tersebutdiperoleh melalui pengelolaan pakan dan perlakuan terhadap sapi yangsangat istimewa.Lemak antar otot atau intermuscular fat.Lemak di bawah kulit subcutaneous fat atau lemak penyimpanandeposit fat. Struktur DagingDaging terdiri dari sel paralel, tipis, dan panjang yang tersusun menjadifiber bundles Gambar 3. Setiap serat daging muscle fiber ada dalam bentuksatuan yang terpisah yang diselubungi oleh jaringan ikat yang disebutendomisium endomysium. Sejumlah serat daging ini bergabung bersamadalam suatu ikatan serat fiber bundle yang diselaputi oleh jaringan ikat tipisyang disebut perimisium perimysium. Sejumlah fiber bundle bergabung dandibungkus oleh jaringan ikat yang tebal dan besar yang disebut epimisiumepimysium. 43Gambar 3. Struktur otot atau daging. 1. Epimisium, 2. Perimisium, Muscle fiber Belitz et al., 2009Membran yang mengelilingi masing-masing muscle fiber disebut sarkolemasarcolemma yang mempunyai ketebalan 75 nm. Sarkolemma terdiri dari tigalapis endomisium, lapisan tengah yang amorf, dan membran plasma bagiandalam. Muscle fiber merupakan sel-sel berinti banyak. Inti sel diselubungioleh cairan yang disebut sarkoplasma sarcoplasm dan komponen sel lainnyaseperti mitokondria, retikulum endoplasma, dan lisosom. Pada kondisi aerobik,energi sel dihasilkan dalam bentuk ATP di dalam mitokondria. Lisosommenghasilkan endopeptidase yang berperan pada proses pengempukan 4. Struktur daging Feiner, 2006Muscle fiber atau sel daging muscle cell mempunyai diameter 0,01 sampai0, 1 mm dan panjang 150 mm atau lebih. Komponen utama sel daging adalahmiofibril myofibril yang masing-masing mempunyai diameter 1-2 um. 44Sampai 1000 miofibril tersusun secara paralel dalam sel daging. Pada dagingunggas yang mempunyai rasio miofibril terhadap sarkoplasma yang tinggi,kontraksi terjadi secara cepat tetapi cepat mengalami relaksasi. Sebaliknyapada daging merah yang lebih sedikit miofibril, kontraksi terjadi secara lambattetapi lebih kontraktil dari serat daging disebut dengan sarkomer Gambar mempunyai panjang 2 mm dan terletak di antara dua garis z Z line.Aktin berikatan dengan garis Z dan sebagian berikatan dengan ujung terhubungkan dengan garis M M line. Pita I merupakan zona dimanatidak terdapat tumpang tindih dengan miosin, sedangkan zona H merupakanruang dimana tidak ada tumpang tindih aktin dan miosin. Pita A mewakilimiosin. Satu unit sarkomer membentang antar garis Z yang terdiri dari filamentipis dan 5. Struktur sarkomer Feiner, 2006Gambar 6. Contoh suatu sarkomer pada kondisi relaksasi a dan berkontraksib. 1. Pita I, 2. Pita A, 3. Garis Z, 4. Garis M, 5. Filamen tipis, 6. Filamen tebal, H. I. Filamen tipis dekat garis Z, II. Tumpang tindih filamen tipis dan tebal,III. Filamen tebal, IV. Garis M Belitz et al., 2009Pada saat relaksasi, hanya sebagian aktin dan miosin yang tumpang kondisi relaksasi ini sarkomer bersifat memanjang. Sebaliknya pada saatkontraksi, aktin dan miosin saling berinteksi menyebabkan sarkomer menjadilebih pendek. Perubahan pasca penyembelihanPerubahan kimia terjadi setelah hewan ternak disembelih, dan setelahpenyembelihan terjadi perubahan dari otot menjadi daging, dan prosesperubahan tersebut sangat kompleks. Ketika hewan ternak masih hidup danbernafas, suplai oksigen ke dalam jaringan otot cukup dan digunakan untukmenghasilkan energi dari glikogen. Pada kondisi ini terjadi perubahan glikogenmenjadi glukosa kemudian asam laktat yang menyebabkan pH dagingmenurun dari 7,0-7,2 menjadi 5,5-6,5. Proses ini disebut dengan glikolisis danterjadi secara normal. Pada kondisi abnormal, dapat terjadi kondisi yang tidkdiinginkan yangharus dihindari karena akan berdampak pada mutu prdukolahan daging yang dihasilkan. Kondisi tersbeut adalah sebagai berikutDaging pucat, lunak, dan berair PSE condition - pale, soft, exudative.Disebabkan oleh pH menurun secara cepat pada saat kondisi hewan masihhangat yang disebabkan suplai glikogen terjadi secara cepat. Biasanyadisebakan kondisi penyembelihan yang menyebabkan hewan menjadi adalah protein larut air protein sarkoplasma mengendap, dayaikat air yang rendah, dan warna pucat.Daging kering, keras, dan warna gelap DFD condition - dry, firm, dark meat.Terjadi akibat suplai glikogen yang lambat akibat hewan kelaparan, kelelahan,atau stress berkepanjangan sebelum disembelih. Hal ini menyebakan asamlaktat yang terbentuk sedikit dan pH tetap tinggi. Keadaan ini menyebabkanwarna lebih gelap, tekstur padat, dan daya ikat air lebih baik tetapi kualitasmikrobiologis rendah akibat pH yang tinggi. Istilahnya pada daging sapidisebut dark cutting dan glazy pada daging penyimpangan ini harus dihindari dengan mengendalikan kondisisebelum dan pada saat penyembelihan. Daging dengan kualitas baik diperolehdari hewan yang eshat, diberi pakan yang baik, dan tidak stress. Ketika hewandisembelik, ATP adenosin trifosfat dalam otot berubah menjadi ADP adenosindifosfat dan AMP adenosin monofosfat dengan melepaskan energi yangmenyebabkan karkas berkontraksi. Setelah waktu tertentu, otot mengalamirelaksasi yang menunjukkan berakhirnya masa rigor mortis masa ototberkontraksi dan kaku. Waktu rigor mortis tergantung dari jenis hewanseperti ditunjukkan Tabel 7. Perbandingan komposisi kasar daging, lemak, dan tulangSumber Greiser dan Guo 2012Daging yang didinginkan yang dipasok ke pabrik olahan daging umumnya masariogro mortis sudah tercapai dan tidak menimbulkan masalah. Jika pada wakturigor mortis dilakukan proses pemotongan, pembekuan, atau pemasakan,biasanya daging menjadi keras Teknologi Pengolahan Primer DagingDaging dan produk olahan daging merupakan topik yang luas yangmencakup berbagai jenis pangan dan teknologi pengolahan. Daging terdiridari otot, lemak, dan jarinagn ikat yang dimanfaatkan sebagai pangan, baik darihewan ternak ruminansia, unggas, maupun ikan. Produk olahan daging terdiridari daging segar yang diproses tanap pemasakan seperti pemotongan,penggilingan, pendingian, curing seperti dendeng/jerky. dan pembekuan, sertaproduk olahan yang mengalami pemasakan processed meat seperti sosis,daging burger, nugget, daging kornet corned dan lainnya. Istilah untuk dagingdan produk olahan daging adalah sebagai berikuta. Pengolahan primer merupakan pengolahan daging dalam bentuk mentah danbelum siap dikonsumsi. Pengolahan ini meliputi penyembelihan,penanganan karkas, pengempukan daging, perbaikan kualitas daging,pendinginan, dan pembekuan. Produk dari hasil pengolahan primer inibiasanya diolah lebih lanjut dalam pengolahan Pengolahan sekunder secondary processing mengubah karakteristik daridaging dengan mengubah bentuk, ukuran, atau sifat kimia denganpenambahan ingredien lain untuk meningkatkan flavor, fungsionalitas, dannilai ekonomi. Contohnya adalah produk emulsi daging, daging kering,daging asapc. Produk daging adalah semua hasil pemasakan daging misalnya, daging Produk olahan daging product manufacturing yaitu produk yang diolahdengan menambahkan bahan lain, seperti sosis, nugget dan lainnyaTabel 8. Daging dan produk olahan dagingKyuring atauTanpa KyuringSemua,terutamasapi, babi,unggasAir, fosfat, garam,antioksidanBiasanyautuh,SebagiangilingAir, fosfat, garam,flavor,antioksidan,pemanisAir, garam,pemanis, fosfatAir, fosfat, garam,pemanisGaran, rempah,pemanis, bumbuYa, Sebagiantanpa kyuringGaran, rempah,pemanis, bumbu 47Produk yangdibentuk formedproductsSumber Maddock 2012 Pengempukan DagingKeempukan daging merupakan hal terpenting karena mempengaruhi rasadan rasa enak ketika mengonsumsi daging. Pengempukan daging terdiri daridua fase yaitu pengempukan awal, dan pengempukan lanjutan. Keempukandaging dipengaruhi oleh 4 faktor utama yang juga dipengaruhi pengolahansekunder , yaitu1. Protein protein yang berperan dalam daging adalah protein dari protein kontraktil ini yang mempengaruhi daging mengalami disintegritas terdegradasi dengan bertambahnyawaktu selama post mortem. Enzim dapat membantu mempercepatkeempukan dengan mendegradasi protein kontraktil seperti merupakan salah satu metode untuk pengempukan Panjang sarkomer. Portein otot bekerja karena mempunyai kemampuanuntuk bergeser sehingga sarkomer mengerut kontraksi atau memanjangrelaksasi. Pada kondisi mengerut, otot mengalami kontraksi danmenyebabkan daging menjadi keras. Pada kondisi rifor mortis, sarkomermengalami kontraksi sampai fase rigor mortis Jaringan ikat. Jenis dan jumlah jaringan ikat sangat pentiing dalam prosespengempukan daging. Jumlah jaringan ikat yang tinggi menyebabkandaging menjadi keras. Ketika hewan meningkat umurnya, jaringan ikatmengalami pengikatan silang antar fibril dari Komposisi daging. Jumlah lemak, wair, dan protein dalam dagingmempengaruhi keempukan. Walaupun tidak selalu, jumlah lemak dalamotot intramuscular/ marbling fat berkaitan dnegan beberapa cara untuk mengempukkan daging. Selain denganpemeraman aging secara alami penyimpanan pasca penyembelihan,pengempukan mekanis, enzimatis, dan kimia merupakan tiga metode yangumum digunakan untuk mengempukkan Pengempukkan mekanis. Dilakukan dengan cara merusak serat dagingdan jaringan ikat menggunakan tusukan jarum. Metod eini cocok digunakanuntuk daging yang dimasak matang, karena ada resiko kontaminasi mikrobadari jarum yang Pengempukan enzimatis. Enzim dari beberapa tanaman tropis sepertinanas bromelain, papaya papain serta buah ara ficin mampumengempukkan daging. Enzim ini mendegradasi protein otot secara mini harus disuntikkan ke dalam potongan dagin, atau direndam selamaproses marinasi perendaman dnegan bumbu. Akan tetapi, daging sapimuda tidak memerlukan enzim untuk proses Pengempukan kimiawi. Pengempukan ini dilakukan dengan menambahkanasam, biasanya cuka, pada daging segar. Asam akan mendegradasi jaringanikan dan protein miofibril sehingga memperbiaki keempukan. Perbaikan Kualitas Daging Enhanced MeatPerbaikan kualitas daging dapat dilakukan dengan cara menambahkanbumbu-bumbu dan bahan-bahan lain untuk meningkatkan warna dan rasaterutama keempukan dan juiciness. Bahan-bahan tambahan tersebut biasanyaberupa air, garam, fosfat, dan dengan cara dinjeksikan atau dibalurkan padapotongan daging. Proses penambahan bumbu dan bahan lain ini biasa dilakukan dengan cara perendaman, pembaluran, atauinjeksi pada potongan daging. Larutan marinasi biasa ditambahkan sekitar10% dari berat daging. Penambahan bahan-bahan marinasi selain dilakukanpada potongan daging juga dapat dilakukan pada daging giling atau dagingkyuring. Pada larutan marinasi, air dibutuhkan untuk melarutkan bahan-bahanlain. Garam memperbaiki flavor dan membantu pengikatan air oleh biasanya dalam bentuk fosfat alkalin seperti natrium tripolifosfat, umumdigunakan pada marinasi. Fosfat berfungsi memperbaiki kemampuanpengikatan air dan juga bersifat antioksidan. Garam dan fosfat berfungsimemoerbaiki daya ikat lain yang biasa digunakan untuk marinasi dengan cara injeksiadalah asam organic seperti asam laktat. Asam ini berfungsi meningkatkanflavor dan memperpanjang daya simpan. Antioksidan dapat ditambahkanuntuk mencegah pembentukan flavor yang tidak diinginkan. Flavor ataupenguat rasa flavor enhancer serta bumbu-bumbu dan protein nabati dapatjuga ditambahkan pada larutan marinasi. Pengempuk daging alami seperti ficin,bromelain, dan papain juga dapat ditambahkan untuk meningkatkankeeempukan daging melalui degradasi serat daging dan jaringan ikat olehaktivitas protease enzim Teknologi Pengolahan Sekunder Kyuring DagingDaging kyuring merupakan produk olahan daging yang luas danumumnya juga merupakan hasil pengolahan sekunder. Kyuring bertujuanmemperbaiki warna, rasa, dan pengawetan. Kyring dapat dilakukan padadaging utuh maupuan daging giling. Hampir semua jenis daging dapatdikyuring seperti sapi, babi, dan produk lainnya. Bahan utama untuk kyuringdaging adalah nitrit atau nitrat. Kyuring merupakan tahapan penting padabeberapa produk olahan daging seperti sosis, daging burger, dan daging kornetcorned beef. Tujuan pembentukan warna merah cerah tidak akan tercapaijika proses kyuring mengalami kegagalan, Untuk memahami proses kyuring,maka perlu dipahami terlebih dahulu perubahan yang terjadi pada mioglobinsebagai pigmen daging yang mengalam perubahan selama proses Pigmen daging mioglobinPada proses kyuring terjadi perubahan warna daging menjadi merahcerah yang permanen. Reaksi pembentukan warna tersebut terjadi akibatperubahan yang terjadi pada mioglobin sebagai pigmen warna merah merupakan protein berbentuk bulat globin yang berikatan dengancincin hematin Gambar Cincin hematin dalam mioglobin berikatandengan satu atom besi dalam bentuk Fe2+ ferro. Pada kondisi tanpa adanya 49oksigen dan Fe dalam bentuk ferro, mioglobin berwarna merah ini tidak bisa dilihat karena ada pada bagian dalam daging. Ketikadaging dipotong, mioglobin akan berikatan dengan oksigen membentukoksimioglobin dengan atom Fe tetap dalam bentuk ferro. Proses pengikatanoksigen oleh mioglobin ini disebut oksigenasi. Oksimioglobin menimbulkanwarna merah pada daging yang biasa kita lihat. Pada kondisi adanya senyawapengoksidasi, Fe2+ ferro dapat berubah menjadi Fe3+. Pada kondisi tidak adaoksigen, maka akn terbentuk metmioglobin yang berwarna coklat dan Fe adadalam bentuk ferri. Jika oksimioglobin dengan atom ferro mengalami oksidasi,maka ferro akan berubah menjadi ferri dan terbentuk oksi metmioglobin yangberwarna coklat 7. Struktur mioglobin Shakilaahmed, 2018. Warna merah meruakanprotein globin, warna kuning merupakan inti hematin dengan atom proses kyuring daging, mioglobin atau oksimioglobin akan berikatandengan nitrit membentuk nitrosil mioglobin yang berwarna merah. Jika nitritberikatan dengan metnioglobin atau oksimetmioglobin, maka akan terbentuknitrosil metmioglobin yang berwarna coklat. Warna coklat ini tidak diinginkansehingga pada proses kyuring pembentukan nitrosil metmioglobin harus daging dipanaskan atau daging mengalami proses termal, protein globinpada nitrosil mioglobin akan terdenaturasi menyebabkan terbentuknitrosilhemokromogen yang berwarna merah cerah. Warna merah cerahnitrosil hemokromogen ini yang diinginkan dari proses kyuring. Akan tetapi,jika nitrosil metmioglobin yang berwarna colat dipanaskan akan terbentuknitrosyl hemikromogen yang juga berwarna coklat. Oleh karena itu dalamproses kyuring harus ditambahan bahan pereduksi yang mampu mencegahoksidasi Fe dari ferro menjadi Bahan kyuringBahan-bahan kyuring diperlukan untuk membentuk warna dan flavoryang diinginkan. Bahan-bahan tersbeut tidak hanya nitrit atau nitrat tetapibahan-bahanlain yang menunjang pembentukan warna dan flavor yang yang umum digunakan untuk proses kyuring adalah air, garam, gula, dannitrit/nitrat. Sebagai tambahan digunakan fosfat dan eritrobat/ bumbu-bumbu ditambahkan seperti lada hitam dan madu yangdigunakan dengan cara dioleskan di permukaan daging atau ditambahkan padalarutan Garam. Merupakan bahan dasar untukkyuring yang digunakan dalambentuk larutan garam atau campuran kering. Garam berfungsi memberikanrasa dan juga pentingd alam melarutkan daging. Garam yang digunakanbiasanya dalam bentuk granula atau butiran yang disebut “corn” sehingga 50timbul istilah corned beef yaitu daging yang diberi garam butiran/ Bahasa Indonesia berubah menjadi daging kornet. Supaya rasaasinnya tidak terlalu tajam, garam biasanya digunakan bersama-sama denganpemnias sheingga dihasilkan rasa yang lembut. Garam juga mempengaruhirendemedn dan sifat tekstur. Garam yang diguankan harus garamberkualitas tinggi food grade. Pengotor logam dalam garam dapatmempercepat proses oksidasi sehingga menimbulkan bau tengik. Fosfat dannitrit bersifat menghambat proses oksidasi. Jumlah penggunaan garamdalam proses kyuring sangat beragam. Jumlah terlalu tinggi menyebabkanterlalu asin, sednagkan terlalu rendah menyebabkan protein daging Pemanis. Ada beberapa jenis gula yang biasa ditambahkan pada proseskyuring seperti sukrosa, dekstrosa, dan sirup jagung. Fungsi gula adalahmengimbangi rasa asin dari garam dan juga memperkaya flavor. Sukrosajuga berperan sebagai pengawet akan tetapi peran sebagai pengawetmenyebabkan rasanya terlalu manis. Industri biasanya lebih menyukaimenggunakan dekstrosa cair atau sirup jagung karena lebih mudah Nitrit NO2 dan nitrat NO3. Fungsi awal dari nitrit dalam proses kyuringadalah untuk mengahsilkan warna. Selain membentuk warna, nitrit jugaberfungsi sebagai antibakteri, menghambat oksidasi lemak. dan jugamempengaruhi flavor. Sampai saat ini peran nitrit tersebut tidak nitrit merupkaan garam dengan asam lemah dan basa kuat. Ion nitritbersifat sangat reaktif dan mudah larut air. Pada proses kyruing, nitrat harusberubah menjadi nitrit kemudian berubah menjadi nitrous acid HONO dankemudian NO berekasi dnegan mioglobin membentuk nitrosyl mioglobinMbNO. Dengan adanya udara, NO bersifat mudah teroksidasi. Nitritbersifat sebagai antioksidan dan MbNO juga bersifat antioksidan. Ketikadipanaskan MbNO membentuk kompleks yang stabil nitrosilhemokrom yangmenghambat sifat katalitik Fe dan mencegah Fe lepas dari Bahan tambahan kyuring. Bahan tambahan yang biasa digunakan dalamproses kyuring adalah askorbat dan eritrobat, fofat, pati, dan Asam askorbat atau eritrobat mempercepat konversi nitrit menajdi NOdalam proses pembentukan warna daging kyuring, sehingga sering disebutakselerator kyuring. Peran eritrobat sama dengan adam asam askorbat atau eritrobat menurunkan waktu kyuring,warn yang terbentuk lebih seragam, dan flavor serta warna lebih lebih sering digunakan karena harganya lebih asam askorbat biasamya maksimum 550 ppm. Larutankyuring pickle yang digunakan umumnya 10% dari berat Fosfat. Industri pangan banyak menggunakan fosfat alkali tidak hanyauntuk produk kyuring daging dengan tujuan utama mencegah berperan meningkatkan pH dan melarutkan protein daging. Fosfatberfungsi meningkatkan kuat ionik cairan daging sehingga meningkataknhidrasi protein tanp amenyebakan peningkatan rasa asin. Pada titikisoelektrik protein daging, yaitu 5-5,0, kemapuan menaham air sangatrendah. Peningkatan pH menyebabkan kemampuan menahan airmeningkat. Penambahan natrium fosfat biasanya 0,2-0,5% dalam bentuksodium tripolifosfat STPP. Fungsi lain dari fosfat adalah sebagai buffer,mengkelat logam, dan berperan sebagai polianion yang meningkatkan kuat 51ionik dari larutan. Jenis fosfat yang diijinkna untuk digunaka dalamlarutan kyuring adalah disodium phosphate, monosodium phosphate,sodium metaphosphate, sodium polyphosphate glassy, sodiumtripolyphosphate, sodium pyrophosphate, sodium acid pyrophosphate,sodium hexametaphosphate, dipotassium phosphate, monopotassiumphosphate, potassium tripolyphosphate, dan potassium pyrophosphate. STPPdan campurannya dengan heksa metafosfat umumnya digunakan dalamproduk kyuring. Penggunaan fosfat meningkatan daya ekstraksi proteindaging dan meningkatkan stabilitas pemasakan karena lebih mampumenahan Pati. Pati merupakan ingridien multiguna yangdigunakan dalamberbagai produk pangan. Pati berperan membentuk tekstur, pengikat,dan memperbaiki rasa di mulut produk daging. Pati yang paling banyakdigunakan untuk olahan daging adalah pati serealia dan umbi-umbianyang masing-masing mempunyai karaktersitik yang Hidrokoloid yang paling banyak digunakan untuk olahan daging adalahkaragenan dengan penggunaan kurang dari 1%. Karaginan harusdipanaskan terlebih dahulu supaya dapat berfungsi membentuk gel yangkokoh tetapi elastis. Selain karaginan, hidrokoloid yang dapat diguankandalam olahan daging adalah tepung Metode kyuringBerbagai metode kyuring banyak digunakan baik proses kyuring skalarumah maupun industri besar. Sebenarnya metode yang ada saat inimerupakan modifikasi dari teknologi dasar kyuring yaitu kyuring metode keringdry curing dan metode basah menggunakan larutan kyuring pickle curing.Metode kyuring meliputi1. Kyuring kering dry salt curingMerupakan metode kyuring yang pertama dilakukan. Metode inimenggunakan garam saja atau kadang-kadang ditambahkan nitrit atau keluar dari daging karena adanya bahan kyuring dan kemudian ditiriskan,sehingga daging menjadi lebih kering dan keras. Di beberapa daerah, biasanyadicampurkan kyuring metode kering ini umumnya berupa garam, gula, nitrat,dan nitrit. Cara yang praktis biasnaya dnegan membalurkan campuran bahankyuring ke permukaan daging dan daging dibiarkan selama waktu metode kering ini biasanya dikombinasikan dengan menginjeksikanlarutan garam. Kadar garam yang digunakan biasanya jenuh sekitar 10%.2. Kyuring larutan garamPerendaman dalam larutan garam biasanya diikuti dengan kyuringmetode kering dan beberapa waktu lalu sudah dilakukan secara daging direndam dalam larutan kyurinng pickle yang memungkinkanbahan-bahan kyuring berpenetrasi. Proses ini biasanya lambat dankemungkinan bisa terjadi pembusukan daging sebelum proses kyuring ini metode ini sudah jarang Metode injeksi 52Merupakan metode standar yang dilakukan industry saat ini yaitu denganmenginjeksikan larutan pickle ke dalam potongan daging. Injeksimeningkatkan efisiensi dan menghasilkan distribusi yang lebih merata. Adatiga metode dasar untuk injeksi ini yaitu pemompaan arteri artery pumpingyaitu larutan pickle diinjeksikan pada pembuluh arteri dalam daging, penusukandengan satu jarum pada berbagai lokasi stitch injection, dan injeksi denganbanyak jarum multi needle injection menggunakan mesin. Yang terakhir iniyang saat ini banyak digunakan oleh Produk Emulsi DagingProduk emulsi daging saat ini tersedia di pasaran dalam berbagai jenniesproduk. Gaya hidup yang berubah menjadi serba praktis menyebabkan produkemulsi daging ini laris dan banyak diminati. Produk emulsi daging antara lainberupa sosis berbagai jenis wiener, frankfurter, bologna dll, daging kornet,daging burger, bakso, rollade, dan nugget. Daging sapi banyak diolehmenjadi produk emulsi. Contoh produk emulsi untuk daging ayam antara lainsosis ayam, burger ayam, rollade ayam, bakso ayam, dan nugget produk emulsi ini, protein daging berperan sebagai miofibril pat menstabilkan meulsi karena mampu berada padaantarmuka minyak/lemak dan air. Ketika globula lemak dikelilingi oleh proteindaging, maka emulsi terbentuk. Pengolahan lebih lanjut seperti pemanasanmenyebabkan protein daging terdenaturasi dan memperkuat sistem miofibril juga membentuk gel yang kuat. Akan tetapi proteinsarkoplasma tidak berkontribusi dalam pembentukan emulsi karenamembentuk gel yang air kemampuan menahan air merupakan sifat penting dariproduk emulsi daging. Jumlah air yang terikat tergantung dari peran aktin danmyosin sebgaia protein miofibril yang kemampuan pengikatannya dipengaruhioleh pH. Pada pH di atas atau di bawah pH isoelektrik, kemampuan mengikatair meningkat. Penambahan garan menyebabkan perubahan muatan elektrikprotein dan mengakibatkan peningkatan kemampuan mengikat emulsi daging yang dapat dipotong sliceable biasanya berteksturkompak, seperti sosis. Produk ini biasanya diolah dari daging giling haluscomminutted meat dicampur dengan lemak, air, dan es dan bahan tambahangaram, nitrat, fosfat, bumbu, flavor, dan lainnya. Bahan lain seperti sususkim bisa ditambahkan dan berperan meningkatkan kekompakan produk dankemampuan untuk dipotong sliceability. Garam akan mengekstrak proteindaging dan kemudian protein daing mengemulsikan lemak, membetuk gel yangkemudian distabilkan dengan pemanasan dan mengubah bahan menajdi produkyang padat. Jumlah lemak yang ditambahkan berkisar 15-30%. Setelahdicampur, bahan-bahan kemudian dimasukkan ke dalam selongsong casingalami ataupun sintetik. Bahan sosis yang sudah adalam casing kemudiandipanaskan dalam oven atau diasap. Setelah dipanaskaan atau diasap, sosisdidinginkan dengan cara disemprot air atau dicelupkan ke dalam air beberapa produk, selongsong sintetik biasanya dilepaskan terlebih selongsongnya dapat dimakan, maka biasanya dibiarkan tetap menempelseperti pada produk bockwurts. Sifat sosis yang dapat dipotong ini adalahkohesif. 53Produk emulsi daging yang bersifat tidak kohesif atau tidak kompakspreadable diolah dengan cara pemasakan daging giling kasar. Lemak biasaditambahkan pada kadar 45-50% kemudian dicampur dengan kaldu. Proteinnon daging seperti susu skim, susu bubuk, dan konsentrat protein kedelaidigunakan sebagai penstabil. Formulam produk ini juga mencakupbumbu-bumbu, rempah-rempah, dan bahan tambahan lain. Adonan kemudiandimasukkan ke dalam selongsong atau kaleng secara hati-hati untuk mencegahudara terperangkap. Udara dapat menghambat transfer panas danmeningkatkan oksidasi lipid dan pigmen. Pemanasan menyebabkan perubahanadonan berbentuk gel menjadi bertekstur yang tidak kompak spreadable.Lemak yang digunakan dalam formula biasanya lemak sapi atau babi, dan bisadiganti dengan minyak Daging AsapSebelum diasap, daging biasanya dikyuring atau digarami, ataukadang-kadang dimasak terlebih dahulu. Daging asap seringkali merupakanmakanan khas suatu daerah seperti daging Sei dari Nusa Tenggara merupakan salah satu produk kyuring dan pengasapan. Pengasapandilakukan pada suhu yang secara bertahap meningkat dalam ruangan dengankelembaban rendah. Produk hasil pengasapan ini sebaiknya dikemas secaravakum untuk mencegah oksidasi lipid karena umumnya mempunyai aktivitas airyang industri, pengasapan dilakukan dalam ruangan yang disebutsmokehouse. Dalam ruang pengasapan ini, asap dihasilkan dari hasilpembakaran kayu jenis tertentu. Jenis kayu sangat berperan menentukanflavor daging asap yang dihasilkan. Kayu-kayu tersbeut biasanya sudahdipotong bentuk balok yang seragam atau berbentuk serbuk gergaji. Lamapengasapan bisa berjam-jam dan pengasapan tradisional biasanya memakanwaktu pemasakana terjadi pembentukan warna dan cita rasa khasdaging asap. Warna terbentuk karena adanya reaksi Maillard antara karbonil hasilpirolisis kayu dengan gugus amin dari protein daging. Reaksi ini menyebabkanwarna keemasan dari produk. Flavor terbentuk dari interaksi antarakomponen-komponen dalam asap dengan komponen-komponen yang ada di dagingselain juga dikontribusikan oleh reaksi juga dapat dilakukan dengan menggunakan asap cair. Asapcair bisa dibuat dari berbagai kayu keras dengan cara asap dikondensasi. Asapcair telah digunakan secara luas dalam berbagai produk pangan termasuk olahandaging dengan tujuan utama untuk mendapatkan flavor yang asap cair biasanya dilakukan dengan pembaluran, penyemprotan,atau perendaman. Asap cair biasa dipekatkan supaya karaktersitik asapnyalebih kuat, juga biasa dilakukan fraksinasi dan pemurnian. Asap cair ini jugabisa diubah menjadi bentuk bubuk. Komposisi kimia asap cair tergantungdari jenis kayu dan kadar air kayu. kadar air mempengaruhi suhu pirolisis danasap yang Daging FermentasiSosis dibuat dengan cara menggiling daging sampai halus danmenambahkan bahan-bahan kyuring dan bahan lainnya. Beberapa jenis sosis 54secara tradisional difermentasi dengan metode back-slopping yaitu daging darihasil fermentasi sebelumnya ditambahkan pada adonan sosis baru yang akandifermentasi. Saat ini, inudtsri sosis modern menggunakan kultur starter untukproduknya. Pada pengolahan tradisional, fermentasi dilakukan secara spontan,dimana mikroba berasal dari mikroba yang secara alami terdapat pada dagingyang dipengaruhi oleh kadar garam dan lingkungan. Daging tersebut kemudiandimasukkan ke dalam selongsong alami ataupun sintetik. Pada sosis keringdry sausage Daging dalam selongsong kemudian dibiarkan mengalamifermentasi pada suhu yang terkontrol yang biasanya 10-24C pada kelembabanrelatif 90% selama 1-7 hari. Sosis semi kering difermenrasi pada suhu yanglbeih tinggi 30-40 C selama beberapa hari. Pengeirngan dilakukan padakelembaban dan waktu yang berbeda tergantung dari jenis sosis. Beberapajenis sosis diasap dan dimasak sebelum dikeringkan. Proses pengolahan sosisyang berbeda-beda ini menyebbakan perbedaan kadar air. Produk sosisfermnetasi ini mempunyai sejarah yang panjag dan awalnya diolah secaratradisional. Contoh sosis kering yang difermentasi adalah chorizo,pepperoni,dan salami. Produk sosis fermnetasi ini dibuat dari berbagai jenis dagingseperti sapi, babi, ayam. kambing, kuda, unta, dan Komposisi daging bervariasi tergantung dari jenis hewan dengan komponenyang sangat berpengaruh terhadap komposisi daging adalah lipid. Kadarlipid daging tergentung dari jenis bagian karkasnya. Warna dagingditentukan oleh kadar mioglobin. Daging tanpa lemak terdiri dari 10%jaringan kontraktil jaringan yang dapat berkontraksi yang terdiri dariprotein miofibril aktin, miosin, dan lainnya; 2% protein jaringan ikat, 6%protein sarkoplasma yang dikelilingi air kadar air sekitar 75% dankomponen-komponen larut air seperti mioglobin, garam, dan vitamin, danlemak serta komponen lainnya sebesar 3,5%. Berdasarkan jenis protein,protein dalam daging digolongkan menjadi 4 golongan yaitu protein miofibril,sarkoplasma, stroma, dan granular. Pada karkas atau daging, lemak dibagimenjadi 3 kelompok yaitu lemak dalam daging atau intramuscular fat yangdikenal sebagai lemak marbling yang berperan terhadap rasa juicy, lemakantar otot, dan lemak di bawah kulit atau lemak Setiap serat daging muscle fiber ada dalam bentuk satuan yang terpisahyang diselubungi oleh jaringan ikat yang disebut endomisium endomysium.Sejumlah serat daging ini bergabung bersama dalam suatu ikatan serat fiberbundle yang diselaputi oleh jaringan ikat tipis yang disebut perimisiumperimysium. Sejumlah fiber bundle bergabung dan dibungkus olehjaringan ikat yang tebal dan besar yang disebut epimisium epimysium.Unit kontraktil dari serat daging disebut dengan sarkomer. Perubahankimia terjadi setelah hewan ternak disembelih, dan setelah penyembelihanterjadi perubahan dari otot menjadi daging. Setelah penyembelihan, dagingmengalami kekakuan rigor mortis. Setelah waktu tertentu, ototmengalami relaksasi yang menunjukkan berakhirnya masa rigor Keempukan daging merupakan hal terpenting karena mempengaruhi rasadan rasa enak ketika mengonsumsi daging. Ada beberapa cara untukmengempukkan daging. Selain dengan pemeraman aging secara alami 55penyimpanan pasca penyembelihan, pengempukan mekanis, enzimatis, dankimia merupakan tiga metode yang umum digunakan untukmengempukkan Perbaikan kualitas daging dapat dilakukan dengan cara menambahkanbumbu-bumbu dan bahan-bahan lain untuk meningkatkan warna dan rasaterutama keempukan dan juiciness. Bahan-bahan tambahan tersebutbiasanya berupa air, garam, fosfat, dan dengan cara dinjeksikan ataudibalurkan pada potongan daging. Proses penambahan bumbu dan bahanlain ini disebut Kyuring bertujuan memperbaiki warna, rasa, dan pengawetan. Kyringdapat dilakukan pada daging utuh maupuan daging giling. Pada proseskyuring terjadi perubahan warna daging menjadi merah cerah yangpermanen. Reaksi pembentukan warna tersebut terjadi akibat perubahanyang terjadi pada mioglobin sebagai pigmen warna merah daging. Bahanutama proses kyuring adalam garam nitrat atau nitrit, gula, dan tambahan yang biasa digunakan dalam proses kyuring adalahaskorbat dan eritrobat, fofat, pati, dan hidrokoloid. Berbagai metodekyuring banyak digunakan baik proses kyuring skala rumah maupun industribesar. Sebenarnya metode yang ada saat ini merupakan modifikasi dariteknologi dasar kyuring yaitu kyuring metode kering dry curing dan metodebasah menggunakan larutan kyuring pickle curing.LATIHAN DAN PERTANYAANStudi kasusBerdasarkan analisis Saudara dengan didasarkan pada teori yang telah dipelajari,tentukan solusi untuk permasalahan dalam soal berikut ini1. Produk daging sapi asap merek X dipasarkan dalam kemasan plastic polipropilen 1,0 mm dan di ritel diletakkan pada chilling case. Prosespengolahan daging asap tersbeut meliputi kyuring dengan menggunakangaram nitrit, garam, gula dan bumbu, kemudian dilakukan pengasapanmenggunakan kayu ebony. Akan tetapi produk tersebut mempunyai umursimpan yang pendek yaitu hanya 2 bulan yang disebabkan Saudara mengapa ketengikan pada produk tersebut mudah terjadi?bagaimana cara untuk mengatasinya?2. Produk sosis bratwurst yang dibuat oleh PT Sosisu merupakan produk yangdiolah seperti sosis umumnya menggunakan ingridien untuk kyuring, garamfosfat, bumbu, dan tambahan pewarna angkak. Sosis ini menggunakanselongsong dari kolagen yang dapat dimakan. Hanya saja yang menjadimasalah adalah tekstur dari sosis ini tidak kompak dan mudah Saudara, apa penyebab masalah ini dan bagaimana solusinya?3. Selain masalah kekompakan struktur sosis, sosis bratwurst yang diproduksiPT Sosisu juga mempunyai tekstur yang keras ketika dikunyah dan kurangjuicy. Mengapa tekstur keras tersebut dapat terjadi dan apa solusi untukmencegah masalah ini?4. Suatu perusahaan bakso merek Babul-Bakso Bulat mempunyai masalahtekstur yang kurang kenyal dan cenderung keras. Daging untuk pembuatanbakso tersebut disuplai dari suatu rumah potong hewan berdasarkan 56pesanan. Setelah sapi disembelih, daging dieviserasi dan kemudiandikirim ke pabrik bakso. Di pabrik, daging tersebut langsung digiling dandiolah menjadi bakso karena kapasitas ruang pendinginan yang yang digunakan dalam proses pembuatan bakso tersebutadalah tapioka, garam, bumbu-bumbu, dan pengenyal STPP. MenurutSaudara, apa yang harus diperbaiki dari proses pembuatan bakso alasannya5. Suatu perusahaan nugget ayam merek “Nuggie Nugget” mempunyai masalahproduk yang telah disimpan selama 3 bulan dalam freezer mengalamiperubahan tekstur menjadi hampa dan kering. Nugget tersebut dibuat daridaging dada ayam giling, STPP, dan pati yang dilumuri dengan adonan cairdan tepung roti. Daging ayam giling disiapkan dengan menggiling dagingayam yang dicampur dengan serpihan-serpihan es. Mengapa perubahantekstur selama penyimpanan tersebut terjadi dan bagaimana cara untukmengatasinya?DAFTAR PUSTAKABelitz, H. D., W. Grosch, P. Schieberle. 2009. Food Chemistry. 4th revised andextended edition. Springer-Verlag, Berlin G. 2006. Meat Products Handbook Practical Science and Publishing, Cambridge, W. Guo. 2012. Postmortem Muscle Chemistry. In Y. H. Hui ed.Meat and Meat Processing. CRC Press, Taylor and Francis Group. BocaRaton. 2012. Meat Composition. In Y. H. Hui ed. Meat and MeatProcessing. CRC Press, Taylor and Francis Group. Boca Raton. R. 2012. Meat and Meat Products. In Y. H. Hui ed. Meat andMeat Processing. CRC Press, Taylor and Francis Group. Boca 2012. Meat-Curing Technology. In Y. H. Hui ed. Meat and MeatProcessing. CRC Press, Taylor and Francis Group. Boca Raton. 2018. Iron - Myoglobin Hemoglobin Heme Iron PNG imageon March 31, 2018, 402 2012. Marination Ingredient Technology. In Y. H. Hui ed. Meatand Meat Processing. CRC Press, Taylor and Francis Group. Boca BACAAN LAINAlirezalu K, M. Pateiro, , M. Yaghoubi, A. Alirezalu, Peighambardoust, 2020. Phytochemical constituents, advanced extractiontechnologies and technofunctional properties of selected Mediterraneanplants for use in meat products. A comprehensive review. Trends in FoodScience & Technology 100 292-306Shaa, L., Xiong. 2020. Plant protein-based alternatives of reconstructedmeat Science, technology, and challenges. Trends in Food Science &Technology 102 51–61. ... In this study, sweet potato leaves were treated with blanching in order to reduce the unpleasant aroma of sweet potato leaves extract. [27], [28] stated that blanching treatment could activate enzymes that can affect the stability of foodstuffs, thereby increasing its organoleptic value. The degree of softness is greatly affected by overrun value. ...F K HartatiU HasanahB S SucahyoDuring the Covid19 pandemic, many people are looking for healthy foods to boost their immune systems. The immune system can be boosted by consuming foods that contain vitamins, phenols, flavonoids and antioxidants, and one of these foods is sweet potato leaves. Sweet potato leaves have not been utilised optimally. So, to increase its utilisation, sweet potato leaves can be processed into a popular product, one of which is ice cream. The purpose of this study was to make healthy ice cream with the addition of sweet potato leaves extract. This study used a Completely Randomised Design CRD 2 factors. The first factor was the concentration of skim milk 10%, 13%, 16%. Meanwhile, the second factor was the sweet potato leaves extract 5%, 10%, 15%. Each treatment was repeated three times. The test parameters used in this study were physical analysis, namely overrun; chemical analysis, namely antioxidants IC50, fat content, protein content, carbohydrate content, and crude fibre content; and organoleptic tests, including taste, colour, aroma, and softness. The results proved that S3D1 treatment with a concentration of 16% skim milk and 5% sweet potato leaves extract was the best treatment. This treatment obtained the highest Result Value RV, which is The other parameter results obtained were the taste test like; overrun 65%; softness like; IC50 value ppm; protein content of fat content carbohydrate content crude fibre content vitamin C mg; aroma 5,52 like; and colour like.... granula pati tanpa protein akan mudah pecah dan jumlah air yang masuk dalam granula pati akan lebih banyak sehingga pengembangan pati menjadi meningkat Visita dan Putri, 2014. Menurut Estiasih 2005, waktu pengadonan, pati akan menyerap air dari bahan dan memerangkap udara sehingga membentuk gelembung udara kecil, kemudian dilanjutkan dengan proses pemanasan maka terjadi proses gelatinisasi yang diawali dengan penggembungan pati pada saat penggorengan sehingga tekstur yang terbentuk garing, Pada penelitian ini penambahan ikan teri bertujuan untuk membantu dalam meningkatkan citarasa, aroma dan nilai gizi dari stik karena teri mengandung protein dan kalsium yang tinggi serta mempunyai kelebihan sifat, yaitu dapat dikomsumsi seluruh tubuhnya termasuk tulangnya. Oleh karena itu ikan teri merupakan sumber kalsium yang baik. ...Enny Enny Basuki S Sri WinartiKen Dina PuspitasariStik merupakan salah satu produk dalam katagori makanan ringan ekstrudat yang dibuat melalui proses ekstruksi dari tepung gadung, pati tapioka dan tepung teri dengan atau tanpa proses penggorengan. Penelitian ini bertujuan menentukan formulasi tepung gadung dan pati tapioka dan penambahan tepung teri yang disukai oleh panelis. Metode penelitian yang digunakan rancangan acak lengkap sederhana, satu faktor, 9 formulasi dan dua kali ulangan. Hasil terbaik diperole pada formulasi tepung gadung 74,80 gram, pati tapioka 18,70 gram dan tepung teri 16,50 gram, dengan kadar air 3,543%, kadar abu 3,935%, kadar kalsium 927,210 mg, kadar protein 10,880%, kadar pati 33,890%, kadar amilosa 11,390%, daya patah 1,726 N, nilai rasa 2,90, nilai tekstur 3,30 dan nilai aroma 1,80. Kata kunci tepung gadung, pati tapioka, tepung teri, stik DOI The low yield of fish protein concentrate cork is also caused by the drying effect. Besides aiming to preserve, drying also aims to reduce the volume and weight of the product Estiasih and Ahmaadi, 2011. Through this drying method may decrease the moisture content reached 60 % to 70 % producing in a low yield value. ...Study aimed to determine the optimum solvent for extraction of soluble protein albumin and identify the chemical composition of Snakehead fish [Channa striata Bloch, 1793] protein concentrate. The method was experimental while the treatments were the variation of solvents distilled water, HCl M, and NaCl Soluble protein albumin and yield parameters analyzed by using completely randomized design RAL which consist three treatments and four replications, the other parameters were described descriptively. The result showed that the highest soluble protein albumin was produced by HCl M solvent with yield, dry basis moisture content, total protein content, and fat content.... The low yield of fish protein concentrate cork is also caused by the drying effect. Besides for preservation, drying also aims to reduce the volume and weight of the product [18]. Therefore, the moisture content could decrease 60 % to 70 % producing materials in a low yield value. ...Study aimed to determine the optimum solvent for extraction of soluble protein albumin and identify the chemical composition of snakehead fish protein concentrate. The method was experimental while the treatments were the variation of solvents distilled water, HCl M, and NaCl %. Soluble protein albumin and yield parameters analyzed by using completely randomized design CRD which consist three treatments and four replications, the other parameters were described descriptively. The result showed that the highest soluble protein albumin % was produced by HCl M solvent with % yield, % dry basis moisture content, % total protein content, and % fat content. Aulia AlfiVirgin Coconut Oil VCO adalah bahan alami yang memiliki sifat antimikroba antivirus, antibakteri, dan antijamur. Sehingga VCO dapat memberikan efek pengawet pada bahan makanan, salah satunya adalah roti manis. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh VCO terhadap karakteristik fisik dan kimia dan umur simpan roti manis. Roti manis dianalisis secara fisik tekstur dan porositas dan kimia kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kandungan karbohidrat, dan analisis umur simpan dengan FFA, uji organoleptik dan jamur setiap dua hari selama delapan hari penyimpanan di suhu ruang. Variasi perlakuan roti manis adalah dari rasio konsentrasi VCO margarin mentega, K 0% 8% 8%; A 4% 6% 6%; B 8% 4% 4%, C 12% 2% 2%; D 16% 0% 0%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa VCO tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap karakteristik fisik dan karakteristik kimia roti manis. Namun, VCO berpengaruh signifikan terhadap kadar air roti manis yang dihasilkan, roti manis K memiliki kadar air tertinggi 22,36% dan berbeda dengan sampel roti manis lainnya. VCO secara efektif menghambat pertumbuhan jamur di roti manis pada konsentrasi 8%, 12%, dan 16%. Roti manis K dan A memiliki masa simpan 4 hari, sedangkan roti manis B, C, dan D memiliki masa simpan 6 kunci VCO, roti manis, karakteristik, umur simpanABSTRACTVirgin Coconut Oil VCO is a natural ingredient that has antimicrobial antiviral, antibacterial, and antifungal properties. So that VCO can provide a preservative effect on food ingredients, one of which is sweet bread. This research was conducted to evaluate the effect of VCO on characteristics physical and chemical and shelf life of sweet bread. Sweet bread was analyzed physically texture and porosity and chemistry moisture content, ash content, fat content, protein content, and carbohydrate content, and shelf life analysis with FFA, organoleptic and mold tests every two days for eight days of storage at ambient temperature. Treatment variations of sweet breads is from the ratio of the concentration of VCO margarine butter, K 0% 8% 8%; A 4% 6% 6%; B 8% 4% 4%, C 12% 2% 2%; D 16% 0% 0%. The results showed that VCO did not have a significant effect on the physical characteristics and chemical characteristics of sweet bread. However, the VCO has a significant effect on the water content of the sweet bread produced, sweet bread K has the highest moisture content 22,36% and it is different from other sweet bread samples. VCO effectively inhibits the growth of sweet bread mold at concentrations of 8%, 12%, and 16%. K and A sweet bread has a shelf life of 4 days, while sweet breads B, C, and D have a shelf life of 6 VCO, sweet bread, characteristics, shelf lifeEgg is an encapsulated source of macro and micronutrients that meet all requirements to support embryonic development until hatching. The perfect balance and diversity in its nutrients along with its high digestibility and its affordable price has put the egg in the spotlight as a basic food for humans. However, egg still has to face many years of nutritionist recommendations aiming at restricting egg consumption to limit cardiovascular diseases incidence. Most experimental, clinical, and epidemiologic studies concluded that there was no evidence of a correlation between dietary cholesterol brought by eggs and an increase in plasma total-cholesterol. Egg remains a food product of high nutritional quality for adults including elderly people and children and is extensively consumed worldwide. In parallel, there is compelling evidence that egg also contains many and still-unexplored bioactive compounds, which may be of high interest in preventing/curing diseases. This review will give an overview of 1 the main nutritional characteristics of chicken egg, 2 emerging data related to egg bioactive compounds, and 3 some factors affecting egg composition including a comparison of nutritional value between eggs from various domestic product of the lactoperoxidase system LPOS has been developed as a preservative agent to inhibit foodborne bacteria, but its action was, heretofore, limited to several original compounds in milk. This research was conducted to analyze the application of the lactoperoxidase system against Escherichia coli in fresh bovine milk and its derivative products to determine the strength of antibacterial activity. Lactoperoxidase was purified from bovine whey using the SP Sepharose Big Beads Column. The enzymatic reaction involving lactoperoxidase, thiocyanate, and hydrogen peroxide was used to generate the antibacterial agent from LPOS. This solution was then added to milk, skimmed milk, untreated whey, reduced-LPO whey, reduced-lactose whey, and high-lactose solution containing E. coli at an initial count of log CFU/mL. LPOS showed the greatest reduction of bacteria ± log CFU/mL in the reduced-lactose whey among the products tested. This result may lead to a method for enhancement of the antimicrobial activity of LPOS in milk and derived a type of fresh soft cheese made of bovine and buffalo milk, is a traditional dairy product used in South Sulawesi, Indonesia. It is prepared from fresh milk using the conventional method, which easily destroys the quality. This study was conducted to assess whether using lactoperoxidase system and lysozyme as preservative agents could suppress the growth of bacteria in dangke. The pH value, total microbial count, and hardness of dangke were determined to measure the quality. Lactoperoxidase and lysozyme were purified from fresh bovine milk, and their purity was confirmed using SDS-PAGE. The combination of lactoperoxidase system and lysozyme was able to remarkably suppress the total microbial count in dangke from to log CFU/ml during 8 h of storage at room temperature. Preserving dangke in this enzyme combination affected its hardness, but there was no remarkable change in the pH value. Results of this study may provide knowledge to utilize a new method to preserve the quality of dangke. Lei ShaYouling L. XiongBackground Plant-based meat alternatives are developed to address consumer demands and sustainability of future food supply, and the market has grown exponentially in recent years. Although progresses have been made to construct plant protein-based fibers organoleptically comparable to a whole-muscle cut, it remains challenging to reproduce the hierarchical organization of muscle tissue known to contribute to the overall sensory profile. For now, the market strategies are largely focused on restructured or formed meat mimeticks. Scope and approaches Literature search and supermarket surveys are conducted to identify processing technologies, product formulations, and the chemistry and functionality of various additives applied in meat alternatives production. Comparisons are made between muscle and legume proteins to elucidate disparities in macroscopic aggregation properties that may be greatly diminished through fabrication and ingredient innovation. Due to the highly formulated and processed nature, the nutrition, health, and safety of plant-based meat alternatives are analyzed. Key findings and conclusion Thermoextrusion is found to be the principal reconstructuring technique for meat-like fiber synthesis from plant proteins. Soy and pea proteins, gluten, and polysaccharides are the major building blocks. Through physicochemical interactions, plant proteins are able to aggregate into particles and anisotropic fibrils to impart meat-like texture and mouthfeel. Vegetable oil blends and spices are used to modify the texture and flavor; pigments are added to impart color; vitamins, minerals, antioxidants, and antimicrobials are incorporated to boost nutrition and improve shelf-life. Opportunities exist to overcome technology obstacles and nutrition and safety challenges in further developing the alternatives Antioxidants and antimicrobials are increasingly becoming important additives in meat industry to extent shelf life and increase acceptability. Oxidative changes and microbiological activities have negative effects on the sensory, stability, nutritional and acceptability properties of the meat products. Mediterranean plant extracts and essential oils EOs have been studied as potential natural antimicrobials and antioxidant activity added to meat and meat products, as well as medicinal and functional properties. In recent years, plant derivatives are fairly becoming important in minimal processed products because of the high phenolic content, what allows to enhance the color stability and decrease off-flavors. Scope and approach This review provides recent information of phytochemical components, advanced extraction technologies and phenolic composition of Mediterranean plant extracts and EOs, as well as their antioxidant, antimicrobial, health promotion and sensory properties as natural preservatives in meat and meat products. Key findings and conclusions A high concentration of phenolic and flavonoid content was observed in microwave assisted extraction MAE, followed by ultrasound assisted extraction UAE, conventional solvent extraction, and CO2 extraction. Phenolic acids and terpenoids were usually among the major components of common Mediterranean plant extracts and essential oils, respectively. Rosemary, garlic, lavender, leek, olive leaf, onion, oregano, pepper, peppermint, sage and Satureja montana are most important aromatic Mediterranean plant species used in meat industry and have exhibited similar or better antimicrobial and antioxidant properties than chemical preservatives. Flavonoids have beneficial effects on human and have been linked with the prevention of atherosclerosis, hypertension, dementia, diabetes and thrombosis. Arun ShahaniGlucose affects adversely the storage stability of dried eggs and causes undesirable changes in physico-chemical and functional properties of the powder. Therefore, microbial or enzymic techniques are used to desugar eggs before drying. A comprehensive review of the microbial and enzymic techniques to remove glucose from eggs is presented. Factors affecting the efficiency of the two methods are discussed as well as their effect on the physico-chemical and functional properties of the final product. Regardless of the techniques used in desaccharification, egg powders prepared after removal of glucose exhibit better functional properties than untreated are economical and of high nutritional value, yet can also be a source of foodborne disease. Understanding of the factors influencing egg quality has increased in recent years and new technologies to assure egg safety have been developed. Improving the safety and quality of eggs and egg products reviews recent research in these areas Volume 2 focuses on egg safety and nutritional quality. Part one provides an overview of egg contaminants, covering both microbial pathogens and chemical residues. Salmonella control in laying hens is the focus of part two. Chapters cover essential topics such as monitoring and control procedures in laying flocks and egg decontamination methods. Finally, part three looks at the role of eggs in nutrition and other health applications. Chapters cover dietary cholesterol, egg allergy, egg enrichment and bioactive fractions of eggs, among other topics. With its distinguished editors and international team of contributors, Volume 2 of Improving the safety and quality of eggs and egg products is an essential reference for managers in the egg industry, professionals in the food industry using eggs as ingredients and all those with a research interest in the subject.
media pengeringan dengan bahan serealia paling murah dan mudah yaitu